Penatalaksanaan Sindrom Sjogren
Penatalaksanaan utama sindrom Sjogren adalah dengan memegang prinsip memperbaiki kualitas hidup dan mengurangi gejala yang ditimbulkan oleh sindrom Sjogren. Terapi yang ada terutama untuk menghindari komplikasi dan gangguan fungsi akibat abnormalitas kerja kelenjar eksokrin.[5]
Manifestasi Okular
Tata laksana manifestasi okular pada sindrom Sjogren dapat dibagi menjadi tata laksana lokal dan tata laksana sistemik.
Lokal
Tata laksana lokal yang dapat diberikan pada mata kering adalah pemberian air mata artifisial dan gel mata. Terapi ini bertujuan untuk meningkatkan volume film air mata dan mengurangi gesekan antara kelopak mata dan permukaan bola mata.[2,18]
Selain air mata artifisial, bila terjadi perubahan permukaan bola mata, dapat pula diberikan tetes mata berisi obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS) topikal seperti diklofenak atau kortikosteroid topikal seperti methylprednisolone, namun pemberiannya harus hati-hati karena adanya risiko efek samping seperti ulkus kornea.[18]
Sistemik
Tata laksana sistemik yang dapat diberikan pada manifestasi okular adalah dengan pemberian obat-obatan golongan sekretatog seperti cevimeline dan pilocarpine. Pilocarpine per oral merupakan agen agonis muscarinic cholinergic parasympathomimetic yang dapat menstimulasi sekresi kelenjar eksokrin dengan cara berikatan dengan reseptor muscarinik (M3).[2,18]
Manifestasi Oral
Manifestasi oral seperti kekeringan pada mulut pasien penderita sindrom Sjogren dapat dikurangi dan diperbaiki dengan pemberian stimulasi saliva, misalnya mengunyah permen karet bebas gula, mint, dan permen pelega tenggorokan walau hal ini bersifat transien. Apabila tidak didapatkan perbaikan gejala, pertimbangkan pemberian pengganti air liur berbentuk triester gliserol teroksigenasi untuk mengurangi keluhan mulut kering pasien.[13]
Bila stimulasi saliva dan terapi pengganti liur tidak memperbaiki gejala, pasien dapat diberikan sialogogue sistemik. Contoh sialogogue yang dapat digunakan adalah pilocarpine dan cevimeline. Selain itu. dapat pula diberikan rituximab yang diharapkan dapat meningkatkan produksi saliva kelenjar liur.[2,21]
Pasien sindrom Sjogren juga rawan untuk mengalami infeksi jamur. Pemberian pembersih mulut antifungal atau pelega tenggorokan dapat menjadi pilihan bila terjadi kandidiasis. Gigi palsu yang mudah dilepas sebaiknya juga dibersihkan dengan cara direndam sebentar dalam cairan chlorhexidine.[13]
Oral hygiene adekuat menjadi penting pada pasien sindrom Sjogren karena mereka rentan terkena karies dan stomatitis rekuren. Hal ini bisa dilakukan dengan menyikat gigi dan berkumur lebih sering untuk memastikan tidak ada debris dan sisa makanan yang terperangkap di rongga mulut. Selain itu, pasien juga bisa menggunakan fluoride topikal yang dapat mengurangi karies pada mulut kering.[2,21]
Manifestasi Sistemik Lain
Manifestasi sistemik lain pada sindrom Sjogren dapat diterapi sesuai tata laksana umum yang biasa diberikan untuk penyakit tersebut.
Dispareunia: Obat sediaan suppositoria pervaginam yang mengandung estrogen
- Arthritis: Hydroxychloroquine, OAINS, kortikosteroid oral atau intraartikular, dan terapi dengan disease-modifying antirheumatic drugs (DMARDs) seperti methotrexate, leflunomide, azathioprine, sulfasalazine
- Tracheobronchitis sicca: Pilocarpine, bromhexine, menghindari zat yang dapat menyebabkan dehidrasi seperti chamomile
- Parotitis: kortikosteroid oral dan antibiotik sesuai indikasi.
Glomerulonefritis: kortikosteroid oral atau intravena, siklofosfamid, mycofenolate mofetil
Cryoglobulinemic vasculitis: kortikosteroid, plasmapheresis[2,11]
Tata laksana manifestasi ekstraglandular sindrom Sjogren juga mencakup penggunaan nonbiologic disease-modifying antirheumatic drugs seperti methotrexate, leflunomide, azathioprine, dan sulfasalazine. Saat ini sedang diteliti mengenai manfaat pemberian rituximab, suatu antibodi monoklonal yang secara langsung melawan protein CD20 serta diekspresikan pada sel B matang; serta obat antimalaria hydroxychloroquine yang bersifat immunomodulator.[18,24]