Etiologi Fibroma
Etiologi fibroma berbeda berdasarkan dua jenis fibroma yaitu, akrokordon dan dermatofibroma. Dermatofibroma disebabkan oleh proses trauma pada kulit, sedangkan akrokordon disebabkan oleh banyak faktor, seperti obesitas dan hormon.[9,10]
Etiologi
Fibroma dibagi menjadi dua jenis yaitu akrokordon dan dermatofibroma. Akrokordon adalah soft fibroma, sedangkan dermatofibroma adalah hard fibroma. Akrokordon lebih sering dikenal sebagai skin tag.[3,8]
Akrokordon
Akrokordon telah diasosiasikan dengan kelainan lipid, diabetes mellitus tipe 2, penyakit kardiovaskular dan obesitas. Akrokorodon juga dapat ditemui pada pasien dengan kelainan genetik seperti sindroma Birt-Hogg-Dubé. Proses penuaan juga dipikirkan berhubungan dengan akrokordon karena meski dapat dialami pada usia remaja, penyakit ini paling sering ditemui pada usia lansia.[9]
Ketidakseimbangan hormon juga dapat berpotensi menyebabkan akrokordon, yakni peningkatan hormon estrogen dan progesteron selama masa kehamilan, serta peningkatan hormon pertumbuhan pada kondisi akromegali.[9]
Infeksi human papillomavirus (HPV) tipe DNA 6/11 juga diduga berikatan dengan akrokordon.[9]
Dermatofibroma
Penyebab dari dermatofibroma hingga saat ini masih tidak diketahui secara pasti. Namun terdapat beberapa faktor yang dipercaya menjadi penyebab terjadinya dermatofibroma yakni akibat trauma minor, gigitan serangga, tato, tes tuberkulin kulit (Mantoux), infeksi virus, kista yang ruptur, atau folikulitis.[5-8]
Beberapa penyakit juga ditemukan berasosiasi dengan dermatofibroma, seperti infeksi HIV dan lupus yang terkait sistem imun. Penyakit keganasan seperti leukemia, cutaneous T-cell lymphoma, dan multiple myeloma juga diasosiasikan dengan dermatofibroma.[5-8]
Adapun penyakit lain yang juga diasosiasikan dengan dermatofibroma yaitu dermatomyositis, Grave’s disease, tiroiditis Hashimoto, myasthenia gravis, sindrom mielodisplastik, dermatitis atopik, Crohn’s disease, dan ulcerative colitis.[5-8]
Obat-obatan tertentu juga dilaporkan memiliki hubungan dengan dermatofibroma, seperti tenofovir, lamivudine, efavirenz, efalizumab, infliximab, dan imatinib.[8]
Faktor Risiko
Faktor risiko fibroma bergantung pada jenisnya yaitu akrokordon dan dermatofibroma. Pada akrokordon, faktor risiko meliputi banyak faktor sementara pada dermatofibroma, faktor risiko meliputi beberapa penyakit dan penggunaan obat-obat tertentu.
Faktor Risiko Akrokordon
Faktor risiko terjadinya akrokordon adalah:
- Obesitas
- Proses penuaan
Diabetes mellitus atau resistensi insulin
- Ketidakseimbangan hormon pada saat hamil atau pada kondisi akromegali
- Sindroma Birt-Hogg-Dubé (BHD)[9]
Faktor Risiko Dermatofibroma
Faktor risiko terjadinya dermatofibroma didasarkan pada penyakit atau penggunaan obat-obatan yang telah dilaporkan berhubungan dengan dermatofibroma. Berikut adalah penyakit-penyakit yang diasosiasikan dengan dermatofibroma:
- Penyakit yang berhubungan dengan sistem imun: infeksi HIV, lupus
- Keganasan: leukemia, cutaneous T-cell lymphoma, multiple myeloma
- Penyakit lainnya: dermatomyositis, Grave’s disease, tiroiditis Hashimoto, myasthenia gravis, sindrom mielodisplastik, dermatitis atopik, Crohn’s disease, dan ulcerative colitis
Beberapa penggunaan obat-obatan terutama golongan antiretroviral dan agen kemoterapi diasosiasikan dengan risiko terjadinya dermatofibroma, seperti:
- Obat antiretroviral seperti tenofovir, lamivudine, atau efavirenz
- Efalizumab
Antitumor necrosis factor-alpha seperti infliximab
- Imatinib[8]
Direvisi oleh: dr. Gabriela Widjaja