Diagnosis Limfadenitis
Penegakan diagnosis limfadenitis adalah dari klinis ditemukan adanya pembesaran kelenjar limfe disertai tanda inflamasi, seperti nyeri dan eritema, tetapi pada keadaan tertentu dapat bersifat asimtomatik. Pemeriksaan penunjang bermanfaat untuk menunjang temuan klinis, menyingkirkan diagnosis banding, membantu menentukan etiologi, dan mengevaluasi keparahan penyakit.[2,3,7]
Anamnesis
Penderita limfadenitis bisa asimptomatik. Akan tetapi, pada umumnya pasien akan mengeluhkan pembesaran nodus limfe yang dapat diraba oleh pasien sendiri dengan eritema, nyeri lokal, dan demam. Keluhan juga dapat disertai menggigil, mual, diare, atau anoreksia.
Pasien juga dapat menunjukkan gejala infeksi di sekitar regio nodus limfe yang meradang, misalnya infeksi saluran napas atas, nyeri tenggorokan, nyeri telinga, konjungtivitis, atau leukorrhea.[2,4,7,21,40]
Pada kasus keganasan, pasien juga akan mengeluhkan penurunan berat badan, adanya massa selain pada kelenjar getah bening, dan keluhan lain sesuai jenis keganasan yang dialami. Pada pasien tuberkulosis, bisa ditemukan keluhan keringat malam hari, penurunan berat badan, batuk lama, riwayat paparan dengan pasien tuberkulosis, dengan atau tanpa riwayat tidak vaksin BCG.
Keluhan juga dapat timbul sesuai lokasi limfadenitis. Pada limfadenitis yang terjadi di intraabdomen, seperti mesenterika atau retroperitoneal, penderita bisa mengeluhkan nyeri abdomen dan perubahan pola buang air besar. Pada limfadenitis yang terjadi di mediastinum atau retrofaring, penderita akan mengalami disfagia, stridor, maupun dispnea.[2,4,7,21,40]
Untuk menggali etiologi, penting ditanyakan kepada penderita onset terjadinya limfadenitis. Berdasarkan durasinya, limfadenitis dapat terbagi menjadi 3, antara lain:
- Akut, yaitu terjadi kurang dari 2 minggu
- Subakut, yaitu terjadi selama 2–6 minggu
- Kronis, yaitu terjadi lebih dari 6 minggu[2,4,7,21,40]
Faktor risiko juga perlu digali dengan menanyakan riwayat seksual, perjalanan, gigitan serangga, konsumsi daging yang tidak diolah dengan baik, kontak dengan hewan, riwayat infeksi, serta riwayat imunisasi.[2,4,7,21]
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik limfadenitis bisa ditemukan pembesaran nodus limfe dengan eritema, teraba hangat, dan disertai nyeri. Selain itu, perlu juga dinilai lokasi, jumlah, ukuran, konsistensi, dan mobilitas nodus limfe yang membesar.
Normalnya nodus limfe memiliki ukuran diameter <2 cm. Berdasarkan lokasi, limfadenitis dapat terjadi pada kepala dan servikal, aksila, epitrochlear, dan inguinal.[2,4,7,21]
Kepala dan Servikal
Limfadenitis area kepala dan servikal pada anak paling sering disebabkan oleh infeksi virus. Pada kondisi yang persisten, dapat disebabkan oleh mikobakterium atipikal, sarkoidosis, atau keganasan.[2,4,7,21]
Aksila
Pada area aksila, limfadenitis biasa disebabkan oleh infeksi pada ekstremitas atas, dinding thorax, dan payudara.[2,4,21]
Epitrochlear
Pada area epitrochlear, fokus infeksi limfadenitis biasa berasal dari ulnar dan lengan bawah.[2,4,21]
Inguinal
Limfadenitis pada area inguinal umum terkait dengan infeksi menular seksual, seperti infeksi virus herpes simplex dan sifilis.[2,4,21]
Limfadenitis yang disebabkan oleh bakteri, seperti S.aureus atau S.pyogenes biasanya unilateral, disertai dengan eritema, memiliki konsistensi lunak, dan fluktuatif. Kondisi limfadenitis yang bersifat bilateral, namun dengan gejala klinis yang asimptomatik, terutama pada anak, sugestif disebabkan oleh virus.
Apabila pada pemeriksaan fisik didapatkan pembesaran kelenjar limfe dengan konsistensi keras dan sulit digerakkan (immobile), keganasan harus dipertimbangkan.[2,4,7,21]
Diagnosis Banding
Limfadenitis dibedakan dengan beberapa diagnosis banding yang dapat memberikan gambaran klinis serupa, antara lain neuroblastoma, limfoma Hodgkin, dan tiroiditis.[1,2]
Neuroblastoma
Neuroblastoma adalah tumor yang sering dialami oleh anak usia 1–5 tahun dan berasal dari jaringan embrionik simpatoadrenal pial neural. Gambaran klinis neuroblastoma berupa massa atau pembengkakan pada leher, disertai dengan nyeri dan gangguan pernapasan.
Pada pemeriksaan histopatologi, neuroblastoma menunjukkan adanya gambaran neuroblast dengan nukleus berukuran besar, sitoplasma yang lebih sedikit, dengan atau tanpa disertai sel pleomorfik.[22–24]
Limfoma Hodgkin
Limfoma Hodgkin adalah keganasan pada leukosit jenis sel B dengan predileksi usia remaja dan di atas 55 tahun. Penyebab limfoma Hodgkin hingga saat ini masih belum diketahui secara pasti. Penderita umumnya datang dengan keluhan demam, keringat malam hari, dan penurunan berat badan yang disertai dengan limfadenopati regional dan supradiafragma.
Kondisi ini dibedakan dengan limfadenitis melalui pemeriksaan biopsi yang menunjukkan gambaran khas berupa sel multinuklei besar atau biasa disebut sebagai sel Reed-Sternberg.[25,26]
Tiroiditis
Tiroiditis adalah kondisi inflamasi kelenjar tiroid yang dapat menyebabkan kondisi hipotiroid atau hipertiroid pada tubuh. Kondisi ini dapat disebabkan oleh infeksi virus, bakteri, autoimun, maupun obat–obatan. Pasien umumnya mengeluhkan nyeri dan pembengkakan pada leher, serta gejala sistemik seperti demam, menggigil, dan malaise.
Pada pemeriksaan fisik, penderita tiroiditis dapat menunjukkan adanya gejala hipertiroid, seperti fasikulasi lidah, peningkatan nadi, dan tremor. Pada penderita yang mengalami hipotiroid, akan didapatkan nadi yang melambat, kulit yang dingin, serta terhambatnya relaksasi refleks tendon. Pemeriksaan penunjang berupa fungsi tiroid, yaitu TSH dan FT4 memberikan hasil abnormal.[27–29]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada kasus limfadenitis bertujuan untuk membantu penegakan diagnosis, menentukan etiologi, serta derajat keparahan penyakit yang mempengaruhi pemberian tata laksana.[1,2]
Biopsi
Pemeriksaan histopatologi umum dilakukan pada kasus yang sulit ditegakkan karena merupakan pemeriksaan baku emas pada kasus limfadenitis. Terdapat beberapa cara pengambilan sampel jaringan, antara lain aspirasi dengan fine needle (FNAB), core needle, maupun dengan cara eksisi. Metode tersebut dapat dilakukan bersama dengan ultrasonografi (USG) sebagai pemandu pengambilan jaringan.[1,21,30]
Adapun gambaran pemeriksaan jaringan pada penderita limfadenitis, antara lain :
- Hiperplasia dan peningkatan jumlah folikel sel B pada bagian germinal center yang disertai dengan ekspansi korteks
- Ekspansi parakortikal yang disebabkan oleh hiperplasia limfosit T
- Hiperplasia sinus yang ditunjukkan dengan adanya sel histiosit pada sinus medulari dan kortikal
- Gambaran granuloma histiositik pada korteks dan parakorteks, terutama pada limfadenitis oleh tuberkulosis dan sarkoidosis
- Hiperplasia folikular dan infiltrasi sel polimorfonuklear dengan jumlah yang bervariasi[1,30]
Pada fase awal, limfadenitis akut memberikan gambaran hiperseluler, disertai dengan latar jaringan nekrotik dan berbagai sel inflamasi seperti limfosit, neutrofil, debris, dan materi purulen. Seiring dengan progresivitas penyakit, makrofag dan sel plasma dapat ditemukan pada jaringan.[1]
Pencitraan
Pemeriksaan pencitraan, terutama USG, banyak digunakan sebagai pemeriksaan penunjang pada limfadenitis. Selain dapat digunakan sebagai pemandu pengambilan jaringan untuk keperluan biopsi, USG dapat digunakan untuk mengevaluasi ukuran, jumlah, bentuk, batas, dan keterkaitan nodus limfe dengan organ lainnya. Walaupun demikian, USG tidak dapat mengidentifikasi etiologi penyebab.
Pemeriksaan rontgen thorax, CT scan, dan MRI berguna untuk menilai keterlibatan paru, organ di daerah thorax, serta rongga abdomen dan pelvis.[1,2,30]
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium bertujuan untuk mengevaluasi etiologi penyebab limfadenitis. Pemeriksaan laboratorium awal adalah pemeriksaan darah lengkap dan C-reactive protein (CRP). Peningkatan leukosit biasa terjadi pada penderita limfadenitis, terutama yang disebabkan oleh infeksi, serta pada leukemia dan limfoma. Peningkatan CRP merupakan penanda terjadinya inflamasi yang non spesifik.
Pemeriksaan lain dilakukan berdasarkan kecurigaan etiologi limfadenitis. Pada kasus yang dicurigai disebabkan oleh bakteri, pemeriksaan kultur, gram, dan resistensi antibiotik, juga dapat dilakukan. Pemeriksaan serologis, seperti antibodi anti–HIV, IgM toxoplasma, atau pemeriksaan serologis lain digunakan untuk membantu identifikasi etiologi.[2,3,30]
Pemeriksaan tuberkulin atau interferon-gamma release assays (IGRA) umum dikerjakan pada penderita yang dicurigai mengalami limfadenitis tuberkulosis. Pemeriksaan fungsi hati akan menunjukkan peningkatan AST dan ALT pada kasus limfadenitis yang disebabkan oleh mononukleosis infeksiosa.[2,3,30]
Direvisi oleh: dr. Felicia Sutarli