Epidemiologi Limfadenitis
Data epidemiologi menunjukkan bahwa limfadenitis merupakan gambaran klinis tuberkulosis ekstra paru yang paling sering ditemukan. Di Indonesia, data epidemiologi nasional terkait limfadenitis belum tersedia.
Global
Pada anak, limfadenitis dilaporkan paling banyak terjadi pada nodus limfe servikal, aksila, dan inguinal.[2,7]
Limfadenitis merupakan gambaran klinis yang paling sering ditemukan pada penderita tuberkulosis ekstra paru. Gambaran ini ditemukan pada 30–40% kasus tuberkulosis ekstra paru dan paling banyak dijumpai pada bagian servikal.
Limfadenitis tuberkulosis atau limfadenitis TB paling banyak dialami oleh wanita dan berhubungan erat dengan reaktivasi infeksi tuberkulosis laten. Penelitian yang dilakukan di Denmark menunjukkan angka kejadian limfadenitis tuberkulosis sebesar 9,4–15,7% per tahun dengan mayoritas penderita berusia 25–44 tahun.[13,14]
Selain disebabkan oleh tuberkulosis, limfadenitis juga dapat disebabkan oleh bakteri non–tuberculosis mycobacteria (NTM). Limfadenitis yang disebabkan oleh NTM paling banyak terjadi pada anak imunokompeten berusia <4 tahun. Angka kejadian dilaporkan berkisar 0,6–4,5 per 100.000 anak dan paling banyak mempengaruhi regio servikofasial.[15–17]
Indonesia
Hingga saat ini, belum ada data yang dapat menunjukkan angka kejadian limfadenitis secara nasional di Indonesia. Studi yang ada saat ini adalah studi epidemiologi pada rumah sakit dengan skala yang lebih kecil.[18,19]
Mortalitas
Berdasarkan penelitian mengenai limfadenitis TB yang dilakukan di Denmark, mortalitas pasca tata laksana adalah sebesar 1%. Mortalitas akan meningkat pada pasien usia lanjut atau bila terjadi koinfeksi dengan HIV.[13,20]
Direvisi oleh: dr. Felicia Sutarli