Panduan E-prescription Alomedika Dermatitis Kontak Iritan
Panduan E- prescription pada Dermatitis kontak iritan ini dapat digunakan oleh dokter umum saat hendak memberikan terapi medikamentosa secara online
Dermatitis kontak iritan (DKI) merupakan penyakit yang disebabkan inflamasi pada kulit, akibat respons terhadap pajanan bahan iritan, fisik dan bahan biologis.[1-4]
Tanda dan Gejala
Dermatitis kontak dibagi menjadi dermatitis kontak iritan (DKI) dan dermatitis kontak alergi (DKA). Pada anamnesis, pasien dengan dermatitis kontak iritan biasanya terdapat:
- Adanya riwayat pajanan dan hubungan temporal dengan bahan iritan semisal bekerja sebagai tukang cuci, juru masak, kuli bangunan dan montir
- Gatal, panas, menyengat dan nyeri dan kulit terasa kering merupakan tanda awal terjadinya dermatitis kontak iritan[1,2,5,6 ]
Umumnya gejala dermatitis kontak iritan dan dermatitis kontak alergi memiliki banyak kesamaan. Akan tetapi pasien yang memiliki riwayat penyakit pruritus akan cenderung mengalami dermatitis kontak alergi daripada kontak iritan. Dokter harus dapat membedakan antara DKI dan DKA.[1,2,5-7]
Tabel 1. Perbedaan Dermatitis Kontak Iritan dan Dermatitis Kontak Alergi
Dermatitis Kontak Alergi | Dermatitis Kontak Iritan |
■ Memiliki riwayat pruritus ■ Lokasi tersering di tangan ■ Lesi biasanya muncul 24 hingga 72 jam setelah terpapar dan waktu timbulnya bergantung pada derajat kepekaan seseorang. ■ Umumnya gejala awal ditandai dengan inflamasi kulit luat yang mengandung limfosit dan sel mononuklear lainnya. Hal ini terjadi sebagai sistem imun terhadap bahan alergen. | ■ Tidak memiliki riwayat pruritus ■ Lokasi tergantung area yang terpapar ■ Umumnya reaksinya berlangsung cepat dalam beberpa menit hingga jam setelah terpapar dan hilang sembuh sendiri ■ Umumnya gejala awal ditandai dengan munculnya spongiosis ringan, nekrosis sel epidermis dan infiltrasi neutrofilik epidermis |
Sumber: dr. Ghifara Huda, 2020 [1,2,5-7]
Peringatan
Pemberian kortikosteroid oral memang direkomendasikan pada kasus berat akan tetapi harus diturunkan secara bertahap untuk mencegah terjadinya kekambuhan.[6,8]
Perhatian khusus atau rujukan perlu dilakukan bila:
- Adanya infeksi sekunder (superinfeksi)
- Kasus berat dan kronis yang tidak membaik dengan pemberian steroid
- Dapat dilakukan patch test jika diperlukan
- Kelainan yang tidak membaik meski sudah 4 minggu pengobatan standar dan sudah menghindari kontak.
- Saat terapi jangka panjang harus diberikan, berikan kortikosteroid topikal dengan risiko rendah atrofi kulit[1,2,5,9]
Medikamentosa
Terapi dermatitis kontak iritan dibagi menjadi dua yaitu non-medikamentosa dan medikamentosa.
Non-Medikamentosa
Tata laksana awal dermatitis kontak iritan adalah mengenai, klasifikasi dan menghindari bahan iritan tersangka. Setelah identifikasi bahan iritan, anjurkan kepada pasien untuk menggunakan alat pelindung diri seperti sarung tangan, apron, dan sepatu bot.[1,10,11]
Medikamentosa
Penatalaksanaan medikamentosa dibagi berdasarkan usia pasien menjadi dewasa dan anak-anak.
Dewasa:
Terapi dermatitis kontak iritan (DKI) pada dewasa:
Terapi topikal diberikan 2 kali sehari selama 7 hari. Berikut Ini adalah pilihan terapi pasien dengan DKI.
- Berikan pelembab setelah bekerja, sebagai contoh pelembab yang kaya kandungan lipid seperti petroleum
- Gejala DKI basah: beri kompres terbuka (2-3 lapis kain kasa) dengan larutan NaCl 0.9%
- Gejala DKI kering: krim kortikosteroid potensi sedang, sebagai contoh fluosinolon asetonid 0.25 g, hidrokortison 1% dan klobetasol butirat 0.05%
- DKI kronis: mometason furoate 0.1% secara intermiten
- Pada pasien dengan gejala DKI berat yang tidak berespon dengan kortikosteroid topikal berikan inhibitor kalsineurin seperti siklosporin, atau fototerapi dengan broadband-ultraviolet B (NB-UVB) dan kortikosteroid oral seperti prednison 20 mg/hari selama 3 hari
- Pada pasien dengan gejala superinfeksi dapat diberikan antibiotik seperti mupirocin, clindamycin[1,10-12]
Anak–anak:
Pada anak usia lebih dari 3 tahun dapat diberikan pelembab kaya kandungan lipid semisal petroleum.[1,2,13]
Ibu Hamil:
Kortikosteroid topikal potensi ringan sedang dapat diberikan pada ibu hamil (desonid 0.05%, triamsinolon asetonid 0.1%, mometason furoate 0.1% dan hidrokortison 1 – 2,5%). Krim atau salep dapat dioleskan 1 - 2 kali/hari tipis-tipis.[14,15]
Namun, sebaiknya hati-hati pada pemberian kortikosteroid topikal potensi kuat. Pemberian kortikosteroid topikal potensi kuat diasosiasikan dengan kelahiran bayi berat badan lahir rendah (BBLR) akibat dosis kumulatif.[14,15]
Hidroksizin dan loratadine merupakan kontraindikasi pada ibu hamil (kategori FDA : C) karena pada uji praklinis didapatkan efek samping pada janin hewan.[16]
Direvisi oleh: dr. Gabriela Widjaja