Diagnosis Furunkulosis
Diagnosis furunkulosis dapat dilakukan berdasarkan gambaran klinis adanya nodul multipel eritema yang terasa nyeri, dan biasa terdapat pus. Furunkulosis biasa terjadi pada bagian tubuh yang sering bergesekan atau berkeringat, misalnya aksila dan gluteus.
Anamnesis
Pasien furunkulosis umumnya datang dengan keluhan muncul nodul eritema multipel di area kulit yang berambut. Pasien juga dapat mengeluh adanya rasa nyeri pada nodul. Jika nodul-nodul bergabung dan membentuk nodul yang lebih besar, maka disebut karbunkel.
Furunkulosis umumnya terjadi pada area kulit yang rentan terjadi oklusi, gesekan, atau berkeringat, misalnya leher, aksila, dan gluteus. Namun, bisa juga terjadi di bagian tubuh yang lain. Terkadang, pasien juga dapat mengeluhkan gejala sistemik, misalnya demam, takikardia, dan fatigue. Namun, gejala sistemik lebih sering dijumpai pada infeksi kulit dan jaringan lunak yang lebih berat, misalnya erisipelas atau selulitis.
Dokter perlu menggali faktor risiko pasien, seperti adanya diabetes mellitus atau riwayat penyakit kulit terdahulu, misalnya dermatitis atopik, psoriasis, atau skabies. Riwayat luka pada kulit, misalnya akibat sayatan atau gigitan juga perlu diketahui. Furunkulosis biasa diawali oleh folikulitis. Untuk itu perlu juga ditanyakan riwayat penggunaan obat-obatan yang meningkatkan risiko folikulitis, seperti lithium dan cyclosporine.
Riwayat penggunaan antibiotik jangka panjang dan perawatan di rumah sakit juga perlu diketahui oleh dokter. Selain itu, okupasi pasien, serta kebiasaan berolahraga pasien juga sebaiknya ditanyakan.[1,2,5,14]
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik, furunkulosis akan tampak sebagai nodul multipel pada area kulit berambut, disertai dengan tanda peradangan seperti nyeri, eritema, dan edema. Ukuran lesi biasanya 1–3 cm. Kumpulan pus dapat terlihat di dalam nodul. Setelah beberapa hari, nodul akan menjadi fluktuatif, dan terjadi ruptur, sehingga keluar pus dan jaringan nekrotik.[1,5,9]
Diagnosis Banding
Beberapa diagnosis banding untuk furunkulosis, antara lain hidradenitis suppurativa, akne konglobata, dan kista epidermoid. Umumnya, furunkulosis dapat dibedakan dengan diagnosis bandingnya melalui temuan pemeriksaan fisik.
Hidradenitis Suppurativa
Manifestasi lesi kulit pada hidradenitis suppurativa tahap awal dan furunkulosis sama-sama berupa nodul. Namun, nodul pada hidradenitis suppurativa letaknya lebih dalam, dan setelah nodul pecah dapat menimbulkan keloid, kontraktur, dan imobilitas. Selain itu, bisanya hidradenitis suppurativa bersifat kronis dan rekuren. Lokasi tersering hidradenitis suppurativa adalah pada aksila dan inguinal.[15]
Akne Konglobata
Akne konglobata adalah manifestasi klinis berat dari akne vulgaris. Oleh sebab itu, biasanya pasien memiliki riwayat menderita akne vulgaris. Lesi kulit biasanya terdiri atas beberapa komedo yang saling berhubungan, membentuk kista purulen dan terdapat discharge yang berbau.
Namun, akne konglobata memiliki tempat predileksi yang agak berbeda dengan furunkulosis. Nodul akne konglobata umum ditemukan pada bahu, dada, lengan atas, gluteus, wajah, dan paha. Selain itu, biasanya akne konglobata biasanya akan membentuk jaringan ikat.[16]
Kista Epidermal
Kista epidermal dapat tampak serupa dengan furunkulosis. Tempat tersering untuk kista epidermal, antara lain wajah, leher, dan batang tubuh. Pemeriksaan fisik dapat membantu untuk membedakan kedua diagnosis. Pada kista epidermal, nodul akan teraba nonfluctuant, dan di bagian tengah lesi dapat terlihat punctum yang merupakan komedo. Selain itu, berbeda dengan furunkulosis, kista epidermoid biasanya asimptomatik.[17]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang biasanya tidak diperlukan untuk diagnosis. Pemeriksaan penunjang bisa dipertimbangkan jika pasien mengalami rekurensi furunkulosis, atau jika infeksi methicillin resistant S. aureus (MRSA) dicurigai.
Kultur dan Resistensi
Pemeriksaan kultur diambil dari apusan pus atau cairan yang berasal dari lesi dan juga area karier seperti hidung dan perineum. Teknik standar yang digunakan untuk mengambil sampel adalah dengan mengambil nanah dari tengah infeksi dengan gerakan melingkar dari luar ke dalam.
Kultur dilakukan untuk mengidentifikasi bakteri penyebab, walaupun yang paling sering menyebabkan furunkulosis adalah Staphylococcus aureus. Pemeriksaan resistensi juga dilakukan untuk mengidentifikasi MRSA.[1,2]
Laboratorium
Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan urine, dan gula darah atau HbA1c untuk mengetahui apakah pasien menderita diabetes mellitus yang merupakan salah satu faktor risiko furunkulosis. Pemeriksaan darah lengkap juga dapat dilakukan untuk mengidentifikasi komorbiditas lainnya sesuai indikasi. Pada furunkulosis berat, dapat ditemukan leukositosis.[1,2,5]
Direvisi oleh: dr. Livia Saputra