Etiologi Furunkulosis
Etiologi furunkulosis yang paling sering ditemukan adalah Staphylococcus aureus. Faktor risiko terjadinya furunkulosis, antara lain kondisi medis, misalnya dermatitis atopik, atau kebersihan diri yang buruk.
Etiologi
Staphylococcus aureus (S. aureus) merupakan etiologi tersering dari furunkulosis. Bakteri lain yang juga bisa menyebabkan furunkulosis adalah Enterobacteriaceae sp, Enterococci sp, Corynebacterium sp, S. epidermidis, dan S. pyogenes. Selain itu, furunkulosis akibat methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA) juga semakin sering ditemukan, dan lebih sulit untuk diobati.[1,2,8,12]
Faktor Risiko
Beberapa faktor risiko terjadinya furunkulosis, antara lain usia lanjut, diabetes mellitus, debilitas, serta pada pasien immunocompromised, misalnya akibat infeksi human immunodeficiency virus (HIV) atau yang menggunakan disease-modifying antirheumatic drugs (DMARD), seperti methotrexate. Adanya penyakit kulit seperti dermatitis atopik, luka kronis, skabies, dan psoriasis, juga meningkatkan risiko kolonisasi bakteri dan furunkulosis.
Kondisi medis lain meningkatkan risiko terjadinya furunkulosis dapat berupa obesitas, malnutrisi, alkoholisme, dan neuropati perifer. Pekerjaan pasien, misalnya sebagai personel militer, atlet olahraga kontak, atau tenaga kesehatan, juga dapat membuatnya lebih rentan mengalami furunkulosis. Riwayat perawatan lama di rumah sakit membuat pasien lebih berisiko terkena furunkulosis akibat infeksi MRSA.
Defisiensi mannose binding lectin dan gangguan fungsi neutrofil pada individu dengan retardasi mental juga dikaitkan dengan timbulnya furunkulosis. Faktor yang meningkatkan risiko rekurensi furunkulosis adalah riwayat keluarga, anemia, penggunaan antibiotik sebelumnya, diabetes mellitus, riwayat rawat inap, lesi multipel, dan kebersihan diri yang buruk.[1,5,6]
Direvisi oleh: dr. Livia Saputra