Patofisiologi Furunkulosis
Patofisiologi furunkulosis diawali dengan masuknya bakteri ke dalam kulit yang terluka, misalnya pada luka sayat atau gigitan. Bakteri akan menginvasi jaringan kulit dan menyebabkan reaksi peradangan. Bakteri yang paling sering menyebabkan furunkulosis adalah Staphylococcus aureus.
Invasi Bakteri dan Inflamasi pada Jaringan
Staphylococcus aureus (S. aureus) merupakan bakteri komensal kulit. Namun, jika S. aureus masuk melalui jaringan kulit yang terbuka, akan terjadi reaksi inflamasi lokal sebagai mekanisme pertahanan tubuh. Selain furunkulosis, infeksi S. aureus juga dapat menyebabkan impetigo, abses kulit, hidradenitis suppurativa, dan mastitis.
Kulit dapat menjadi terbuka akibat luka, misalnya karena prosedur kateterisasi atau insisi operatif. Selain itu, bakteri juga dapat masuk karena sawar kulit yang mengalami mikrotrauma, misalnya karena dermatitis atopik atau luka akibat bercukur.[7–9]
Saat patogen masuk ke folikel rambut melalui jaringan kulit yang terbuka, sel-sel imun seperti makrofag dan sel mast akan teraktivasi dan mengeluarkan sitokin. Sisa-sisa sel imun, jaringan nekrotik, dan reaksi peradangan menyebabkan timbulnya abses.[1,2,7,8]
Pada individu muda yang sehat, umumnya furunkulosis dapat sembuh tanpa sekuele. Namun, rekurensi juga cukup sering dilaporkan. Penyebab rekurensi belum diketahui pasti, tetapi diduga berkaitan dengan kolonisasi S. aureus.[5]
Faktor yang dapat meningkatkan risiko rekurensi antara lain riwayat keluarga dengan furunkulosis, anemia, riwayat penggunaan antibiotik jangka panjang, diabetes mellitus, kebersihan diri yang buruk, serta pada pasien dengan gangguan sistem imun, misalnya akibat infeksi human immunodeficiency virus (HIV).[1,10,11]
Direvisi oleh: dr. Livia Saputra