Penatalaksanaan Furunkulosis
Penatalaksanaan furunkulosis ringan dapat dilakukan dengan kompres hangat, dan salep antibiotik, misalnya mupirocin. Pada furunkulosis berat, mungkin diperlukan pemberian antibiotik, misalnya cephalexin. Insisi dan drainase diindikasikan pada furunkulosis yang berukuran besar.
Terapi Nonfarmakologis
Kasus furunkulosis ringan pada orang dewasa dengan sistem imun baik biasanya dapat sembuh dengan sendirinya. Untuk membantu penyembuhan, pasien dapat melakukan kompres hangat sebanyak 4 kali sehari, dengan cairan salin normal. Kompres perlu diganti berkala jika sudah tampak menyerap nanah. Luka ditutup dengan kasa steril untuk mencegah infeksi selama masa penyembuhan.
Untuk mencegah rekurensi, perlu dilakukan tindakan menurunkan kolonisasi Staphylococcus aureus (S. aureus) di kulit. Penggunaan sabun cair antibakteri, seperti yang berbahan chlorhexidin 2–4% dapat dilakukan untuk mencuci tangan dan saat mandi.
Penggunaan alat cukur berulang atau bersama orang lain tidak direkomendasikan. Selain itu, untuk menghindari penyebaran infeksi, jangan gunakan handuk berbarengan dengan orang lain.[1,3,5]
Terapi Farmakologis
Pada furunkulosis, terapi farmakologis dapat berupa pemberian antibiotik, terutama dalam kasus furunkulosis berat. Selain itu,terapi farmakologis juga dapat diberikan untuk menghilangkan karier hidung dan kulit, guna mencegah rekurensi.
Antibiotik Topikal
Antibiotik topikal dapat digunakan bila furunkulosis belum membaik dalam 2–3 hari. Pilihan antibiotik, antara lain mupirocin, retapamulin, dan asam fusidat, yang dioleskan dua kali sehari.
Antibiotik topikal juga dapat digunakan untuk menurunkan kolonisasi S.aureus pada hidung dan kulit. Pemberian salep mupirocin 2% intranasal selama 5 hari dapat menghilangkan S. aureus sebanyak 70% pada individu yang sehat dalam 3 bulan.[4,5]
Antibiotik Sistemik
Penggunaan antibiotik dipertimbangkan pada kasus rekuren atau nodul berada di berbagai bagian tubuh yang bertumbuh secara cepat dalam waktu yang singkat. Antibiotik juga diperlukan setelah drainase, serta pada kondisi demam tinggi, dan lesi lebih besar dari 5 cm. Lokasi furunkel yang sulit dilakukan insisi dan drainase juga merupakan indikasi pemberian antibiotik, di antaranya meatus akustikus eksternus, bibir atas, dan hidung.
Pilihan antibiotik sistemik dapat berupa dicloxacillin 250–500 mg selama 5–7 hari, amoxicillin dan asam klavulanat, 25 mg/kg, 3 kali sehari, serta cephalexin 250–500 mg, 4 kali sehari. Jika pasien dicurigai mengalami furunkulosis akibat MRSA, maka pilihan antibiotik dapat berupa trimethoprim sulfamethoxazole dosis ganda 2 kali sehari atau clindamycin 300–450 mg, 3 kali sehari. Selain itu, dapat juga digunakan doxycycline atau minocycline 100 mg dua kali sehari.
Rifampisin 600 mg per oral setiap hari selama 10 hari dapat digunakan untuk menghilangkan S. aureus pada hidung dalam periode hingga 12 minggu. Penambahan antibiotik lain, misalnya ciprofloxacin, dapat digunakan untuk mencegah resistensi rifampicin.[5,18]
Pembedahan
Insisi dan drainase dilakukan untuk evakuasi pus. Pada umumnya, pemberian antibiotik diperlukan setelah insisi dan drainase, kecuali pada lesi soliter. Pada lokasi furunkulosis yang sulit, misalnya meatus akustikus eksternus atau di hidung, biasanya dicoba dengan terapi antibiotik terlebih dahulu. Apabila gagal, maka tetap diperlukan insisi dan drainase.[1–3,5]
Direvisi oleh: dr. Livia Saputra