Patofisiologi Pyoderma
Patofisiologi pyoderma melibatkan infeksi Staphylococcus aureus, Streptococcus pyogenes, atau Group A Beta Haemolyticus Streptococcus (GABHS). Organisme tersebut masuk melalui kerusakan sawar kulit lalu terjadi kolonisasi, sekresi toksin, dan terjadi proses infeksi.[1,2]
Impetigo
Impetigo terjadi akibat infeksi dan kolonisasi, atau disebut inokulasi intradermal, dari Staphylococcus aureus, Streptococcus pyogenes, atau GABHS. Kolonisasi umumnya terjadi pada kulit yang mengalami diskontinuitas jaringan, tetapi bisa juga terjadi invasi langsung pada kulit intak.[1]
Ektima
Ektima adalah bentuk impetigo yang lebih dalam yang disebabkan oleh GABHS. Kondisi ini umumnya terjadi berkaitan dengan malnutrisi dan keadaan imunosupresi.[1]
Folikulitis
Folikulitis terjadi akibat masuknya organisme patogen ke dalam folikel rambut, trauma pada folikel, inflamasi, maupun oklusi. Selanjutnya, neutrofil akan menginfiltrasi folikel rambut dan menyebabkan inflamasi. Patogen yang paling sering menyebabkan folikulitis adalah Staphylococcus aureus, Streptococcus pyogenes, dan Pseudomonas aeruginosa.[1,2]
Furunkulosis
Furunkulosis terjadi akibat infeksi dalam folikel rambut yang menyebabkan abses dengan akumulasi pus dan jaringan nekrotik. Furunkulosis seringkali disebabkan oleh infeksi Staphylococcus aureus.[1,2]
Erisipelas
Erisipelas umumnya terjadi diawali dengan adanya kerusakan pada sawar kulit, misalnya karena trauma atau dermatosis seperti dermatitis atopik. Kerusakan kulit menyebabkan patogen masuk ke dalam lapisan kulit superfisial dan menyebabkan infeksi.[1]
Selulitis
GABHS merupakan penyebab tersering selulitis. Pada selulitis, terjadi infeksi jaringan subkutan setelah adanya lesi yang merusak integritas kulit, misalnya akibat furunkel atau luka.[1]
Penulisan pertama oleh: dr. Edwin Wijaya
Direvisi oleh: dr. Bedry Qhinta