Pendahuluan Rosacea
Rosacea adalah penyakit kulit kronis dan rekuren, yang muncul pada area wajah sentral, yaitu hidung, dagu, pipi, dan kening. Karakteristik lesi yang utama adalah flushing, eritema, pustul, papul, fima, dan telangiektasis. Selain menyerang kulit, pada 50-75% kasus rosacea juga dapat menyerang bagian mata. Gejala pada mata meliputi mata kering, kemerahan, berair, sensasi terbakar atau gatal, sensasi benda asing, sensitif terhadap cahaya, dan pandangan kabur.[1,2]
Rosacea paling sering menyerang orang dewasa dengan kisaran usia 30-50 tahun. Rosacea dilaporkan lebih banyak pada wanita dibandingkan laki-kaki, dengan tipe kulit yang berwarna cerah atau pada tipe kulit fototipe I dan II. Namun, masih belum jelas apakah prevalensi pada tipe kulit fototipe I dan II memang lebih tinggi, atau apakah perbedaan tersebut disebabkan oleh disparitas diagnostik. Pigmentasi kulit pada pasien dengan kulit berpigmen sedang hingga tinggi, seperti pada banyak pasien di Indonesia, dapat menutupi beberapa manifestasi rosacea yang paling khas, sehingga membuat diagnosis menjadi lebih sulit dan terlewatkan.[26]
Penyebab dari rosacea tidak diketahui secara pasti, namun diduga melibatkan berbagai faktor seperti genetik (riwayat penyakit rosacea pada keluarga), paparan sinar ultraviolet, reaksi imun, mikroorganisme (Demodex mites, Helicobacter pylori), faktor lingkungan, hingga diregulasi neurovaskular.[1]
Diagnosis rosacea ditegakkan murni berdasarkan penilaian klinis dari anamnesis dan pemeriksaan fisik. Anamnesis meliputi pertanyaan terkait keluhan yang dialami, predileksi atau lokasi lesi kulit, keluhan pada mata, riwayat keluarga yang juga mengalami keluhan serupa, dan faktor risiko yang mungkin terlibat dalam proses terjadinya rosacea. Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan pada kulit dan mata. Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik, dapat ditentukan subtipe serta derajat keparahan rosacea. Terdapat 4 subtipe rosacea yakni eritematotelangiektatis, papulopustular, rinofima, dan okular.[1,2,5,27,28]
Tidak ada terapi definitif untuk rosacea, sehingga pengobatan difokuskan pada penekanan gejala. Banyak pasien mencari terapi karena kekhawatiran tentang penampilan fisik. Intervensi nonfarmakologis, seperti menghindari pemicu kemerahan, perawatan kulit yang lembut, dan penggunaan produk kosmetik untuk menyamarkan gejala, dapat membantu mengatasi masalah ini. Untuk pengobatan farmakologis, brimonidine memiliki bukti paling kuat terkait kemanjuran dalam mengelola eritema wajah persisten.
Sementara itu, ivermectin topikal, metronidazole dan asam azelaik adalah terapi topikal lini pertama untuk papula dan pustula. Pemilihan strategi terapi harus disesuaikan dengan gejala klinis pasien, subtipe rosacea, derajat keparahan dari penyakitnya, serta respon terhadap terapi.[3,25,27]