Pendahuluan Sindrom Stevens-Johnson
Sindrom Stevens-Johnson atau Stevens-Johnson Syndrome (SJS) adalah reaksi kulit dan mukosa yang ditandai dengan meluruhnya epidermis atau nekrosis epidermis akibat reaksi hipersensitivitas tipe IV. Sekitar 80% kasus sindrom Stevens-Johnson disebabkan oleh erupsi obat.
Sindrom Stevens-Johnson dan toxic epidermal necrolysis merupakan suatu entitas yang sama, tetapi sindrom Stevens-Johnson melibatkan luas permukaan tubuh kurang dari 10 %. Sindrom Stevens-Johnson muncul secara akut dan dapat mengancam jiwa. Obat yang paling banyak dikaitkan dengan sindrom Stevens-Johnson adalah antibiotik, terutama penicillin dan golongan sulfa seperti cotrimoxazole.[1-3]
Diagnosis sindrom Stevens-Johnson ditegakkan dengan penemuan klinis berupa trias yang mencakup lesi kulit, perubahan mukosa oral, dan kelainan mata, disertai dengan riwayat konsumsi obat. Luas permukaan tubuh yang terlibat <10%. Manifestasi kulit dapat berupa deskuamasi kulit dan tanda Nikolsky positif. Tidak ada pemeriksaan laboratorium spesifik untuk menegakkan diagnosis sindrom Stevens-Johnson selain dengan biopsi kulit.[1,6,7]
Prinsip utama penatalaksanaan sindrom Stevens-Johnson adalah menghentikan penggunaan obat penyebab segera. Penanganan inisial dilakukan untuk mengatasi kegawatdaruratan. Setelah pasien stabil, dapat diberikan terapi suportif dan imunosupresan dengan kortikosteroid atau siklosporin.[1,2,10]
Penulisan pertama oleh: dr. Josephine Darmawan
Direvisi oleh: dr. Bedry Qhinta