Diagnosis Sindrom Stevens-Johnson
Diagnosis sindrom Stevens-Johnson atau Stevens-Johnson Syndrome perlu dicurigai pada pasien yang mengeluhkan lesi kulit berupa lepuhan, terutama setelah konsumsi obat tertentu. Pada pemeriksaan fisik bisa tampak deskuamasi kulit dan tanda Nikolsky positif. Pemeriksaan penunjang umumnya tidak bermanfaat untuk menegakkan diagnosis sindrom Stevens-Johnson, kecuali biopsi kulit.
Anamnesis
Pasien sindrom Stevens-Johnson umumnya memiliki riwayat penggunaan obat secara sistemik. Setelah konsumsi obat, pasien mengalami lesi pada kulit yang umumnya berupa lepuhan. Sindrom Stevens-Johnson bisa berkembang dalam beberapa jam hingga 8 minggu setelah konsumsi obat. Pada anamnesis, dokter perlu menanyakan jumlah dan jenis obat yang dikonsumsi, dosis obat, cara pemberian, dan lama pemberian obat.
Gejala awal yang bisa dirasakan pasien dengan sindrom Stevens-Johnson adalah demam, batuk berdahak, menggigil, sakit kepala, malaise, mual muntah, diare, rinitis, dan myalgia. Kemudian setelah 3-4 hari mulai muncul keluhan pada kulit, mukosa oral, dan mata.[1,6,7]
Kelainan Kulit
Kelainan kulit pada sindrom Stevens-Johnson dapat berupa lepuh, kemerahan, dan erosi pada wajah, badan, kaki, tangan, dan mukosa. Lesi dapat muncul beberapa waktu atau segera setelah pemakaian obat. Lesi bisa disertai nyeri, tapi umumnya tidak gatal.[1,6,7]
Kelainan Mukosa Oral
Kelainan mukosa oral pada sindrom Stevens-Johnson dapat berupa odinofagia, nyeri tenggorokan, dan kesulitan makan atau minum. Pasien bisa menyadari ada lesi oral atau perioral berupa lepuh, kemerahan, atau erosi.[1,6,7]
Kelainan Mata
Kelainan mata pada sindrom Stevens-Johnson dapat berupa konjungtivitis, fotofobia, blefarospasme, diplopia dan penglihatan kabur. Pasien merasakan mata merah, kering, dan berair. Pasien juga bisa mengeluhkan nyeri atau rasa terbakar, gatal, dan rasa mengganjal.[1,6,7]
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan terutama untuk menilai luas permukaan tubuh yang terlibat, sehingga dapat membedakan antara sindrom Stevens-Johnson (SSJ), toxic epidermal necrolysis (TEN), ataupun SSJ-TEN.
Luas Permukaan Tubuh yang Terlibat
Pada sindrom Stevens-Johnson, luas permukaan tubuh yang terlibat kurang dari 10%. Sementara itu, pada TEN, luas permukaan tubuh yang terlibat melebihi 30%. Jika luas permukaan tubuh ada di antara rentang tersebut (10-30%), maka disebut sebagai SSJ-TEN.[1,6,8]
Kulit
Pada pemeriksaan kulit, tanda khas yang ditemukan adalah deskuamasi dan epidermolisis. Pasien bisa menunjukkan adanya eritema, makula, purpura, serta papul atau bula yang mudah meluruh. Lesi umumnya disertai krusta kehitaman, erosi, ekskoriasi, dan tanda Nikolsky positif.[1,6,8]
Mata
Pada pemeriksaan mata, bisa ditemukan visus menurun, sinekia, ulkus kornea, uveitis anterior, serta madarosis (hilangnya bulu mata atau alis).[1,6,8]
Anogenital
Pada area anogenital, bisa terdapat sinekia, perforasi uterus, adhesi vagina atau serviks, serta hematometra dan endometriosis.[1,6,8]
Sistemik
Pada kasus yang berat, dapat terjadi infeksi bakterial sistemik, dan syok septik yang merupakan penyebab kematian tersering pada pasien sindrom Stevens-Johnson.
Mukosa gastrointestinal dapat terlibat dan terjadi perdarahan saluran cerna, diare, intususepsi, hingga perforasi. Pada sistem respirasi dapat terjadi bronkiolitis, interstitial lung disease, obstruksi saluran napas, dan edema paru. Risiko infark miokard juga dapat terjadi pada pasien sindrom Stevens-Johnson. Sekitar 30% pasien dilaporkan mengalami gagal ginjal akut.[1,8]
Perjalanan Klinis
Gejala sindrom Stevens-Johnson pada sepertiga kasus dimulai dengan gejala prodromal tidak spesifik, sepertiga kasus lainnya dimulai dengan kelainan membran mukosa, dan sepertiga kasus lainnya dimulai dengan eksantema. Gejala prodromal dapat berlangsung dengan durasi 1 hingga 14 hari jika ditemukan. Lesi kulit umumnya muncul pada 1 hingga 3 hari setelah gejala prodromal.
Setelah lesi kulit muncul, pasien akan mengalami progresi gejala berupa gangguan oral dan mata. Keluhan pada paru, ginjal, dan sistem pencernaan juga dapat ditemukan.
Lesi oral, kulit, dan mata muncul pada 80-90% kasus. Lesi awal yang muncul adalah makula eritema atau lesi target atipikal tanpa indurasi. Lesi muncul secara simetris dan pada wajah, batang tubuh atas, bagian proksimal dari ekstremitas, dan dapat menyebar secara generalisata dalam waktu beberapa jam hingga beberapa hari.
Lesi sindrom Stevens-Johnson umumnya tidak mengenai bagian distal dari ekstremitas. Progresi lesi pada mata dan anogenital harus diperhatikan dan tidak boleh terlewatkan karena dapat menyebabkan sinekia ataupun striktur.
Lesi yang muncul kemudian akan berprogesi menjadi bula ataupun vesikel-vesikel yang dapat meluruh dengan mudah, sehingga menunjukkan dermis berwarna kemerahan. Fase ini berlangsung selama 5 hingga 7 hari. Pasien kemudian akan memasuki fase plateau yang diikuti dengan reepitelisasi, fase ini dapat berlangsung selama beberapa hari atau beberapa minggu tergantung dari kondisi pasien.[1,8]
Diagnosis Banding
Diagnosis banding sindrom Stevens-Johnson mencakup TEN dan SJS-TEN, eritema multiforme, serta staphylococcal scalded skin syndrome (SSSS).
Toxic Epidermal Necrolysis dan SJS-TEN
Sindrom Stevens-Johnson dan TEN merupakan satu entitas yang sama. Perbedaan mendasar dari kondisi ini adalah keterlibatan luas permukaan tubuh. Pada sindrom Stevens-Johnson, luas permukaan tubuh yang terlibat di bawah 10%, sedangkan pada TEN melebihi 30%.[1,6,7]
Eritema Multiforme
Berbeda dengan sindrom Stevens-Johnson, eritema multiforme paling banyak disebabkan oleh infeksi, terutama virus herpes simpleks. Eritema multiforme dapat sembuh secara swasirna. Penyakit ini memiliki ciri khas berupa lesi target dengan 3 bagian penting, yaitu area merah tua di tengah, zona edematosa yang berwarna merah muda dan pucat, serta cincin merah di bagian terluar.[13]
Staphylococcal Scalded Skin Syndrome (SSSS)
Staphylococcal scalded skin syndrome (SSSS) bisa menimbulkan gejala yang mirip dengan sindrom Stevens-Johnson, yakni pengelupasan kulit. Pada SSSS, lesi terjadi akibat toksin yang dihasilkan oleh Staphylococcus aureus. SSSS banyak dialami oleh anak-anak. Perbedaan dengan sindrom Stevens-Johnson adalah SSSS tidak melibatkan mukosa.[15]
Pemeriksaan Penunjang
Tidak ada pemeriksaan laboratorium spesifik untuk menegakkan diagnosis sindrom Stevens-Johnson selain dengan biopsi kulit.
Biopsi Kulit
Ciri khas pemeriksaan histopatologi sindrom Stevens-Johnson pada fase awal adalah nekrosis keratinosit pada lapisan suprabasal, gambaran bula subepidermis pada zona membran basal, dan dapat ditemukan juga infiltrat limfosit atau eosinofil pada lapisan dermis bagian atas. Pada perkembangan klinis sindrom Stevens-Johnson, hasil biopsi menunjukkan lepasnya seluruh lapisan epidermis (full thickness epidermal detachment) dengan membran basalis terpisah.[1,9]
Pemeriksaan Lain
Pemeriksaan penunjang lain jarang diperlukan dalam penegakan diagnosis sindrom Stevens-Johnson karena tidak spesifik untuk penyakit ini. Pemeriksaan dapat dilakukan untuk mengevaluasi komplikasi atau diagnosis banding. Pemeriksaan yang mungkin diperlukan adalah analisa gas darah, pemeriksaan darah lengkap, fungsi hati, fungsi ginjal, serum bikarbonat, elektrolit, dan gula darah.
Pemeriksaan lain yang juga dapat dilakukan adalah faktor nekrosis tumor alfa, reseptor interleukin-2, interleukin-6, serum granulisin, dan protein reaktif C. Pemeriksaan ini akan didapatkan meningkat pada pasien sindrom Stevens-Johnson, namun jarang berperan dalam penegakan diagnosis. Bronkoskopi, gastroskopi, kolonoskopi, dan foto toraks tidak rutin dilakukan tetapi dapat dipertimbangkan jika terindikasi secara klinis.[1,3]
Penulisan pertama oleh: dr. Josephine Darmawan
Direvisi oleh: dr. Bedry Qhinta