Epidemiologi Toxic Epidermal Necrolysis
Epidemiologi toxic epidermal necrolysis (TEN) di seluruh dunia memiliki insidensi tahunan 0,4-1,3 per 1 juta populasi. [5] Sebuah studi di Korea, melaporkan bahwa insidensi tahunan TEN berdasarkan National Health Insurance Database adalah 0,94-1,45 per 1 juta populasi.[15]
Global
Di seluruh dunia, insidensi tahunan TEN dilaporkan sebesar 0,4-1,3 per 1 juta populasi per tahunnya. [5] Penderita TEN dilaporkan paling banyak berusia 46-63 tahun dengan predileksi jenis kelamin perempuan. Rasio penderita perempuan dan laki-laki adalah sebesar 1,7.[4,5]
Etnis Asia berisiko 2 kali lipat lebih besar menderita TEN dibandingkan etnis Kaukasia.[7,8] Penelitian yang dilakukan di China menunjukkan bahwa penderita TEN dapat datang dari segala usia, mulai dari usia 1 hingga 94 tahun. Namun, rata-rata usia adalah 43,6 tahun. Penyebab TEN paling banyak pada penelitian ini adalah konsumsi obat golongan antibiotik dan antikonvulsan.[8]
Penelitian lain yang dilakukan di Inggris menunjukkan bahwa TEN terjadi 5,76 kasus per 1 juta penduduk pada tahun 1995-2003. Selain antikonvulsan, konsumsi allopurinol juga meningkatkan insidensi TEN.[7]
Indonesia
Hingga saat ini, belum ada data nasional epidemiologi toxic epidermal necrolysis di Indonesia. Penelitian yang dilakukan di RSUD Dr. Soetomo, Surabaya tahun 2011-2014 menunjukkan TEN terjadi pada 0,6% dari keseluruhan pasien rawat inap. Gejala TEN timbul rata-rata setelah 3,6 hari pasca konsumsi obat dan sebagian besar terjadi karena konsumsi obat golongan analgesik.[9]
Penelitian serupa yang dilakukan di RSUD Dr. Moewardi, Surakarta pada periode 2011-2013 kurang lebih memberikan hasil serupa. TEN hanya ditemukan pada 1,03% dari total pasien, dan sebanyak 1,44% penderita mengalami overlap dengan Sindroma Stevens Johnson. Kedua penelitian sama-sama menunjukkan bahwa predileksi penderita berjenis kelamin perempuan. Namun etiologi obat terbanyak yang menjadi pencetus TEN pada penelitian di Surakarta adalah golongan antiretroviral, khususnya neviral.[10]
Direvisi oleh: dr. Dizi Bellari Putri