Patofisiologi Toxic Epidermal Necrolysis
Sistem imun diduga berperan penting dalam patofisiologi toxic epidermal necrolysis (TEN), terutama pembentukan kompleks jaringan dan antigen di kulit. Sel limfosit CD8+, makrofag, dan sel NK adalah sel yang dominan terlibat pada proses terjadinya TEN.[3,6]
Terdapat beberapa mekanisme yang diduga menyebabkan kerusakan epidermis pada TEN akibat konsumsi obat-obatan, yaitu:
- Obat pencetus yang berperan sebagai antigen berikatan dengan Fas-L, molekul sitolitik yang dihasilkan oleh keratinosit, sehingga sel mengalami apoptosis
- Antigen obat pencetus berikatan dengan sel antigen-presenting cell (APC) yang mengaktivasi CD8+ dan berakumulasi pada lesi lepuh kulit. Sel CD8+ menghasilkan perforin dan granzim B yang dapat membunuh keratinosit
- Ikatan antigen obat dengan sel monosit menyebabkan aktivasi monosit yang menghasilkan aneksin dan menyebabkan apoptosis keratinosit
- Obat pencetus yang diikat oleh APC dan imunosit mengaktivasi sel CD8+, sel natural killer, dan natural killer T cell (NKT) untuk menghasilkan granulysin yang menyebabkan nekrosis dan pelepasan epidermis[3]
Hilangnya lapisan epidermis akan menyebabkan kehilangan cairan dalam jumlah berlebih. Hal ini dapat menyebabkan gagal ginjal akut, gangguan elektrolit, hipotensi, asidosis akibat penumpukan laktat, hingga syok. Lapisan epidermis yang terganggu juga berimplikasi pada gangguan sawar kulit yang berfungsi sebagai perlindungan terhadap infeksi.[2]
Progresivitas penyakit TEN melibatkan sistem imun dan berkaitan dengan respons inflamasi lokal terkait pelepasan sitokin pada sirkulasi sistemik. Hal ini dapat menimbulkan gejala sistemik berupa takikardi, takipnea, demam dan leukositosis pada penderita. Selain itu, gangguan pernapasan pada penderita TEN disebabkan oleh keterlibatan mukosa orofaringeal dan bronkus yang menyebabkan penumpukan sisa epitel, disfagia, atelektasis, hingga gagal napas.[2]
Direvisi oleh: dr. Dizi Bellari Putri