Penatalaksanaan Toxic Epidermal Necrolysis
Penatalaksanaan toxic epidermal necrolysis (TEN) terdiri dari penghentian obat yang diduga mencetuskan penyakit, penatalaksanaan suportif, pencegahan gejala sisa, dan pemberian imunosupresan sebagai terapi sistemik.[2,11,12]
Penatalaksanaan Umum dan Suportif
Mengidentifikasi dan menghentikan konsumsi obat terduga pencetus adalah tatalaksana utama dalam penyakit TEN. Proses identifikasi pencetus biasa sulit dilakukan pada penderita polifarmasi atau mengkonsumsi lebih dari satu jenis obat. Gejala TEN biasa baru timbul setelah penderita mengkonsumsi obat 1-3 minggu. Pemeriksaan penunjang, seperti Lymphocyte Transformation Testing (LTT) atau uji cukit kulit, dapat digunakan untuk membantu identifikasi etiologi.[3,11]
Penderita, terutama dengan lesi luas, harus secepatnya mendapatkan perawatan suportif di ICU atau unit luka bakar karena semakin dini penanganan, risiko mortalitas akan semakin berkurang.
Terapi Cairan
Pemantauan cairan merupakan salah satu faktor yang penting dalam perawatan TEN karena besarnya risiko kehilangan cairan. Resusitasi cairan dilakukan berdasarkan kondisi diuresis atau komorbid lain, seperti gangguan respirasi atau keadaan syok. Cairan kristaloid sebesar 2 ml/kg/% luas permukaan tubuh terbukti cukup untuk mengoreksi hipotensi dan memastikan urin output yang adekuat.
Setelah dilakukan resusitasi cairan, terapi cairan dititrasi berdasarkan frekuensi nadi, tekanan darah, status hidrasi, dan koreksi kadar elektrolit.[3,11,12]
Rawat Luka
Hingga saat ini, belum ada baku emas perawatan luka pada kasus TEN. Untuk membantu proses reepitelisasi, biasanya dilakukan debridement untuk menyingkirkan jaringan nekrotik dan penutupan lesi dengan dressing yang bersifat non-adherent. Penggunaan dressing yang mengandung nanokristalin dapat digunakan karena memiliki efek antimikrobial. Selain itu, beberapa studi terbaru telah menunjukkan adanya efektivitas madu dalam perawatan luka.[12,13]
Nutrisi
Nutrisi juga merupakan aspek lain yang perlu diperhatikan. Penderita TEN memerlukan nutrisi lebih banyak dibandingkan dengan kondisi normal sebagai pengganti hilangnya nitrogen dan energi melalui eksudat luka, respon hipermetabolik, dan untuk penyembuhan luka. Pemberian nutrisi dapat dilakukan secara enteral atau parenteral apabila penderita sulit menelan makanan.[13]
Menjaga Suhu Tubuh
Karena adanya defek pada epidermis, pasien berisiko mengalami hipotermia. Suhu tubuh dapat dijaga dengan menempatkan pasien pada ruangan dengan suhu dinaikkan antara 30-32 C dan humiditas terkontrol. Pada saat merawat luka, sebaiknya digunakan air atau cairan salin normal yang hangat.[16,17]
Analgesik
Pasien TEN akan mengalami nyeri, dan akan lebih berat pada area kulit yang mengalami detachment. Pemberian analgesik bisa mengikuti WHO analgesic ladder. Jika pasien mengalami nyeri sedang-berat yang tidak hilang dengan pemberian analgesik sederhana, dapat ditambahkan morfin atau golongan opioid lain. Namun, pastikan untuk mengawasi tingkat kesadaran, laju pernapasan, dan saturasi oksigen.[16]
Pencegahan Infeksi Sekunder
Masih terdapat berbagai pendapat mengenai pendekatan terbaik untuk mencegah infeksi sekunder pada TEN. Pada pendekatan konservatif, detached epidermis dibiarkan karena dapat bertindak sebagai penutup luka biologis. Jika bula sangat besar, cairan bula bisa diaspirasi. Kemudian, kulit diberikan emolien yang bertindak sebagai barrier, mengurangi kehilangan cairan transkutan, dan meningkatkan reepitelisasi.
Pemberian antibiotik profilaksis tidak disarankan karena dapat meningkatkan risiko infeksi Candida. Antibiotik empiris dapat diberikan jika terdapat tanda infeksi sekunder.[16]
Pencegahan Gejala Sisa
Gejala sisa dapat timbul setelah fase akut TEN terlewati sebagai akibat dari keterlibatan mukosa. Gejala sisa melibatkan beberapa sistem, mulai dari gangguan pada mata, kulit, gigi, genitourinaria, dan paru-paru. Gejala sisa yang paling sering dialami oleh penderita adalah lesi pada mata, seperti mata kering, fotofobia, gangguan pada kornea, trikiasis, hingga gangguan lapang pandang dan kebutaan.
Penanganan sekuele mata memerlukan konsultasi dengan dokter spesialis mata. Penggunaan lubrikan mata setiap 2 jam dan pencegahan sinekia dapat membantu mengurangi gangguan tersebut.
Sekuele juga dapat terjadi pada sistem pernapasan, seperti bronkitis kronis, bronkiektasis, bronkiolitis, serta obstruksi saluran napas. Tata laksana terkait keluhan pada sistem pernapasan adalah pemberian oksigen, serta inisiasi intubasi atau ventilasi mekanik jika diperlukan.[3,13]
Pasca fase akut TEN, penderita juga dapat mengalami gangguan mulut dan gigi, serta striktur esofagus yang dapat ditata laksana dengan inisiasi dini nutrisi peroral via NGT. Gangguan pada genitourinaria, seperti dyspareunia, adhesi, dan stenosis introitus tak jarang juga dijumpai pada penderita. Kondisi tersebut dapat ditangani dengan penggunaan kateter.[3,13]
Imunosupresan
Penggunaan imunosupresan pada kasus toxic epidermal necrolysis masih diperdebatkan hingga saat ini. Beberapa penelitian menyebutkan pemberian steroid dapat memberikan manfaat bagi penderita, namun beberapa penelitian lain menyatakan steroid tidak memberikan manfaat signifikan dan bahkan dapat memperbesar risiko sepsis, serta durasi perawatan di rumah sakit. Pemakaian immunoglobulin intravena (IVIG) yang memiliki antibodi anti-FAS, zat yang dapat mencegah apoptosis kulit, masih kontroversial. Jenis imunosupresan lain, seperti siklosporin, N-asetilsistein, dan anti-TNF atau tindakan plasmaferesis juga masih memerlukan penelitian lebih lanjut terkait efikasinya pada penderita TEN.[2,3,11,13]
Direvisi oleh: dr. Dizi Bellari Putri