Diagnosis Skleroderma
Pendekatan dalam menegakkan diagnosis pada skleroderma disesuaikan dengan tipe dari skleroderma. Misalnya, pada skleroderma lokal, pasien biasanya memiliki keluhan pada area kulit (pada ekstremitas, batang tubuh, dan wajah) seperti edema, indurasi, sklerotik dan atrofik.
Sementara itu, pada skleroderma sistemik, keluhan yang dialami oleh pasien bergantung pada sistem organ yang terpengaruh, bisa berupa keluhan pada kulit, fenomena Raynaud, gangguan paru, keluhan saluran cerna, keluhan pada jantung, gangguan ginjal, dan gangguan muskuloskeletal. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan juga disesuaikan dengan kondisi dan keluhan yang dialami pasien dan keterlibatan organ.[1,3]
Anamnesis
Pada anamnesis skleroderma, perlu ditanyakan mengenai keluhan yang dialami oleh pasien. Gejala konstitusional yang umum terjadi pada skleroderma yakni lemas, penurunan berat badan, dan penurunan nafsu makan. Namun, beberapa keluhan yang dialami tergantung pada tipe skleroderma (lokal atau sistemik).[1,3]
Skleroderma Lokal
Pada skleroderma lokal, keluhan yang dialami oleh pasien biasanya terbatas pada keluhan di kulit dengan atau tanpa keterlibatan muskuloskeletal. Keluhan pada kulit yang dialami yakni munculnya ruam berbentuk plak kemerahan atau bahkan bercak-bercak putih, lesi timbul dari permukaan kulit, tidak nyeri, dan disertai rasa gatal.[1]
Pada umumnya, seiring dengan berjalannya waktu, lesi pada kulit akan mengalami perubahan warna atau hipopigmentasi, dan kulit menjadi atrofi. Pada beberapa kasus, lesi kulit juga dapat berupa lepuh atau erosi pada kulit. Lokasi predileksi dari lesi kulit biasanya muncul pada area ekstremitas proksimal, wajah atau kulit kepala, dan batang tubuh.[1]
Skleroderma Sistemik
Skleroderma sistemik biasanya lebih rumit karena dapat menyerang beberapa organ internal. Berikut ini adalah keluhan-keluhan yang dialami oleh penderita skleroderma sistemik sesuai dengan sistem organ yang terlibat.[1,5]
Tabel 1. Keluhan Skleroderma Sistemik Berdasarkan Sistem Organ
Organ | Keluhan |
Fenomena Raynaud | Jari-jari pucat - kebiruan – hingga kemerahan, disertai rasa kebas (pada derajat yang lebih parah dapat disertai nyeri), luka pada kulit (ulserasi), bengkak pada kedua tangan (puffy hands) yang biasanya terjadi pasca paparan terhadap perubahan suhu, terutama suhu dingin |
Kulit | Jari-jari bengkak seperti sosis, kulit menjadi kering, tebal, dan kasar pada saat disentuh; kuku mengecil dan hilang; keriput pada bagian wajah menjadi lebih tampak; biasanya hanya melibatkan kedua tangan dan simetris, keluhan selalu dimulai dari area distal |
Paru-paru | Hipertensi arteri pulmonal: asimptomatik (pada sebagian besar kasus), pingsan, batuk darah, dan perubahan suara. Penyakit paru interstisial: batuk, sesak |
Jantung | Berdebar-debar (tidak beraturan), sesak |
Saluran Cerna | Gangguan menelan, nyeri ulu hati, kembung, konstipasi, inkontinensia fekal |
Ginjal | Air seni berkurang atau tidak kencing sama sekali |
Muskuloskeletal | Nyeri-nyeri sendi atau otot, keerbatasan gerak sendi, kelemahan anggota gerak |
Sumber: dr. Novita Tirtaprawita, 2023[1]
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan pada skleroderma disesuaikan gejala yang dialami oleh pasien dan tipe dari skleroderma (lokal maupun sistemik).[1,5]
Skleroderma Lokal
Pemeriksaan fisik biasanya berfokus pada pemeriksaan kulit, karena gejala klinisnya biasanya terbatas pada area kulit. Pemeriksaan kulit dilakukan melalui inspeksi dan palpasi. Pemeriksaan fisik dapat membedakan 2 jenis skleroderma lokal yakni morphea (jenis yang paling sering) dan skleroderma linear.
Morphea ditandai dengan plak kemerahan yang akan berubah menjadi sclerous, putih, indurasi, dan dikelilingi oleh purple ring, dengan lokasi predileksi pada batang tubuh dan ekstremitas proksimal. Sementara itu, skleroderma linear ditandai dengan adanya penebalan kulit, indurasi, dan paling sering terjadi di wajah atau ekstremitas.
Skleroderma Sistemik
Pemeriksaan fisik harus bersifat menyeluruh, dimulai dari pemeriksaan kulit, thorax (paru-paru dan jantung), abdomen hingga muskuloskeletal.[1,5]
Modified Rodnan Skin Score merupakan sistem skoring untuk evaluasi kulit secara klinis, yang minimal dilakukan setiap 3 bulan. Perubahan dianggap bermakna apabila ada perubahan 5 poin atau penurunan 15–25% dari pemeriksaan awal. Derajat penebalan kulit dilihat pada 17 area tubuh yang terdiri dari wajah, lengan atas, lengan bawah, punggung tangan, jari-jari tangan, dada anterior, abdomen, paha, betis, dan kaki. Pada masing-masing lokasi, kemudian dinilai skor 0–3, dengan rincian penilaian sebagai berikut.
- 0 = kulit normal
- 1 = penebalan kulit ringan
- 2 = penebalan kulit sedang dengan kesulitan membuat lipatan kulit dan tidak ada keriput
- 3 = penebalan kulit berat dengan ketidakmampuan untuk membuat lipatan kulit antara 2 jari pemeriksa
Berikut ini adalah interpretasi hasil akhir dari skor mRSS:
- 0 = normal
- 1–9 = ringan
- 10–19 = sedang
- 20–29 = berat
- >30 = sangat berat[5]
Diagnosis Banding
Berikut ini adalah diagnosis banding dari skleroderma.
Sklerederma
Sklerederma atau dikenal dengan istilah sklerederma diabetikorum ditandai dengan adanya penebalan pada kulit, dengan lokasi predileksi pada area leher, punggung atas, bahu dan batang tubuh. Namun, sklerederma tidak disertai dengan adanya fenomena Raynaud dan keterlibatan organ lain.[1]
Eosinofilik Fasciitis
Eosinofilik fasciitis adalah suatu sindrom sklerodermiformis yang jarang ditemui dan tidak diketahui penyebabnya. Kondisi ini ditandai dengan adanya penebalan pada fascia muskularis dan jaringan subkutan, disertai dengan infiltrasi eosinofil. Keluhan pada pasien pada umumnya berupa edema lokal, nyeri dan kaku pada sendi. Diagnosis ditegakkan melalui biopsi kulit dalam.[10]
Nephrogenic Systematic Fibrosis
Fibrosis sistemik nefrogenik merupakan kondisi fibrosis multiorgan progresif akibat paparan agen kontras (gadolinium) yang digunakan dalam pemeriksaan MRI. Kondisi ditandai dengan adanya penebalan kulit dan jaringan subkutan, disertai gejala sistemik. Keluhan pada kulit ditandai dengan nyeri seperti terbakar, gatal, kelemahan dan lesi kulit berupa papul atau plak kutan yang biasanya disertai dengan edema.[11]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang untuk skleroderma dilakukan sesuai dengan kondisi dan keluhan yang dialami pasien dan keterlibatan organ. Selain untuk menentukan diagnosis awal, pemeriksaan penunjang dilakukan untuk mencari keterlibatan organ lain, dan memonitor perkembangan dari penyakit.
Pemeriksaan Biopsi Kulit
Biopsi dilakukan pada kulit untuk membantu menegakkan diagnosis, namun pemeriksaan biopsi kulit bukanlah pemeriksaan yang rutin untuk dilakukan. Hasil temuan dari pemeriksaan histopatologi dari biopsi kulit yakni berupa penebalan pada lapisan dermis disertai akumulasi dari kolagen padat yang menyebabkan atrofi lapisan epidermis dan fibrosis, penipisan dari rete pegs, dan penggantian kelenjar sebasea dan keringat, serta folikel rambut.
Pada kasus skleroderma lokal tipe morphea biasanya ditemukan adanya infiltrasi dari serbukan sel radang, sedangkan pada tipe linear tidak ditemukan.[3]
Pemeriksaan Laboratorium
Beberapa pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan adalah:
- Pemeriksaan darah perifer rutin untuk menilai adanya anemia akibat penyakit kronis, atau kelainan hematologi akibat terapi imunosupresan
- Pemeriksaan kreatinin untuk menilai adanya krisis renal akibat sistemik skleroderma
- Pemeriksaan fungsi hati untuk memantau efek samping obat
- Pemeriksaan skrining infeksi rutin diberikan pada pasien yang mendapatkan terapi imunosupresan
- Pemeriksaan autoantibody assay yakni meliputi anti nuklear antibodi (ANA), antibodi anti topoisomerase (ATA) I, antibodi anti centromere (ACA) dan antibodi Anti RNAP-III. ACA ditemukan pada 40-50% pasien dengan sistemik skleroderma, ATA ditemukan pada 30-35% kasus, dan anti RNAP-III umum ditemukan pada sistemik skleroderma tipe difus[5]
Pemeriksaan Khusus Akibat Keterlibatan Saluran Cerna
Beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan ketika terdapat keterlibatan saluran cerna adalah:
- Pemeriksaan foto polos abdomen untuk mencari adanya gejala sistemik sklerosis seperti obstruksi pseudointestinal atau pneumatosis cystoides intestinalis
- Pemeriksaan esophagogastroduodenoscopy (EGD) untuk menilai dismotilitas esofagus, spinchter esofageal bagian bawah, adanya kehilangan darah pada gastric antral vascular ectasia/ GAVE dan gastritis
- Pemeriksaan kolonoskopi wide mouth colonic diverticula
- Rontgen mandibula untuk menilai adanya perubahan bentuk rahang bawah (mandibular) yang menjadi penyebab dismotilitas[3,5]
Pemeriksaan Khusus Akibat Keterlibatan Paru-Paru
Pada umumnya pemeriksaan atau evaluasi paru dilakukan untuk menilai adanya hipertensi arteri pulmonal, fibrosis paru, atau penyakit paru interstitial. Pemeriksaan foto thorax dapat menilai adanya fibrosis pulmonal basilar, sedangkan pemeriksaan bronkoskopi untuk membedakan adanya infeksi aktif dengan penyakit paru interstitial yang progresif. Pemeriksaan spirometri dilakukan untuk menilai volume paru, apabila buruk, biasanya berkaitan dengan penyakit paru interstitial. [3,5]
Pemeriksaan Khusus Akibat Keterlibatan Jantung
Peningkatan dari pemeriksaan N-terminal pro brain natriuretic peptide (NT-proBNP) menunjukkan adanya hipertensi pulmonal tahap awal.
Pemeriksaan enzim jantung atau troponin dapat memberikan adanya keterlibatan jantung maupun otot rangka. Apabila ada peningkatan/normal maka dapat mendeteksi adanya kelainan jantung yang asimptomatik, sedangkan apabila menurun maka (terutama troponin T) maka dapat dipastikan adanya keterlibatan otot rangka.[3,5]
Pemeriksaan ekokardiografi dilakukan untuk menilai efusi perikardia dan mengukur tekanan arteri pulmonal pada pasien apabila ada kecurigaan terjadinya hipertensi arteri pulmonal.[3,5]
Pemeriksaan Khusus Akibat Keterlibatan Muskuloskeletal
Pemeriksaan foto rontgen yang dianjurkan adalah pada manus yang untuk menilai adanya akroosteolisis, erosi pada sendi, dan atau lesi kalsinotik. Sedangkan pemeriksaan nailfold capillaroscopy dapat dilakukan untuk menilai kelainan pembuluh darah kapiler pasien, dan juga untuk menilai manifestasi kulit yang tidak jelas (khususnya kasus systemic sclerosis sine scleroderma).[1,3,5]