Penatalaksanaan Skleroderma
Penatalaksanaan pada skleroderma bertujuan untuk mengatasi peradangan, kerusakan pembuluh darah, produksi kolagen berlebihan dan fibrosis. Pemberian terapi dapat berupa regimen topikal maupun sistemik. Terapi sistemik dapat berupa pemberian glukokortikoid, imunosupresan, agen biologis, small molecule compounds, dan transplantasi sel punca hematopoietik. Terapi lokal dapat berupa penggunaan imunomodulator lokal, fototerapi, fat grafting, dan operasi.[2]
Medikamentosa
Terapi medikamentosa pada skleroderma lokal dan sistemik memiliki perbedaan.
Skleroderma Lokal
Pemberian terapi pada skleroderma lokal pada umumnya berupa pemberian kortikosteroid topikal. Namun, pada morphea menyeluruh biasanya perlu kombinasi terapi berupa steroid sistemik dan metotreksat atau dengan fototerapi. Sementara itu, untuk skleroderma linear pada wajah atau kaki, diperlukan kombinasi kortikosteroid sistemik dan metotreksat.
Keterlibatan Kulit Hanya Sedikit:
Pilihan terapi yang pertama adalah kortikosteroid topikal potensi tinggi diberikan 1 kali sehari selama 4 minggu atau kortikosteroid topikal potensi sedang diberikan 1 kali sehari selama 3 bulan. Terapi alternatif berupa kalsipotriol atau kalsineurin inhibitor topikal yakni sebanyak 1–2 kali per hari.
Selain terapi topikal dapat disertai atau dengan pemberian fototerapi saja, yakni UVA1 (50–80 J/cm², 3–5 kali seminggu, terdiri dari 40 kali sesi pengobatan, atau terapi PUVA (bath atau krim) dilakukan 2–4 kali seminggu dengan 30 kali sesi pengobatan.[12]
Keterlibatan Kulit Derajat Berat Dengan atau Tanpa Keterlibatan Muskuloskeletal:
Dilakukan pemberian metotreksat dengan dosis 12,5–25 mg setiap minggu selama setidaknya 12 bulan, dengan atau tanpa kortikosteroid sistemik yaitu methylprednisolone 500–1000 mg intravena setiap hari selama tiga hari berturut-turut setiap bulan selama minimal 3–6 bulan.[12]
Skleroderma Sistemik
Pada skleroderma sistemik, pemberian terapi disesuaikan dengan keterlibatan organ.[5]
Keterlibatan Kulit:
Terdapat beberapa pemilihan terapi yaitu metotreksat, mikofenolat mofetil, siklofosfamid, dan rituximab.
- Metotreksat, untuk dosis oral mulai dengan 10 mg/minggu lalu dinaikkan menjadi 15 mg/minggu, sedangkan dosis intramuskuler yakni 15 mg/minggu
- Mikofenolat mofetil, untuk dosis awal 1000 mg per hari kemudian dinaikkan menjadi 2000–3000 mg/hari
- Siklofosfamid, dengan dosis intravena 500–600 mg/m2/bulan, selama 4 minggu sekali selama 6 kali atau dosis oral yakni 2 mg/kgBB/hari selama 12 bulan, diikuti 1 mg/kgBB/hari selama 6 bulan
- Rituximab, dengan dosis oral 1000 mg yang diberikan pada minggu 0, 2, 26, 28
Keterlibatan Vaskular:
Tata laksana pada skleroderma dengan keterlibatan vaskular atau pada fenomena Raynaud meliputi perubahan gaya hidup seperti menghindari rokok dan udara dingin. Apabila tidak efektif, baru dilanjutkan untuk diberikan calcium channel blocker/CCB sebagai lini pertama, dan alternatifnya adalah penghambat reseptor angiotensin, selective serotonin reuptake inhibitors/SSRI, alpha blocker, angiotensin-converting-enzyme/ACE inhibitor.
Calcium channel blocker (CCB): nifedipine dosis 10–40 mg diberikan 2 kali sehari atau amlodipin 5–10 mg diberikan 1 kali per hari
Angiotensin II receptor blockers (ARB): losartan 25–100 mg, diberikan sekali sehari
ACE inhibitor: kaptopril 25–100 mg/hari; enalapril 20 mg/hari
- SSRI: fluoxetine 20 mg, diberikan 1 kali per hari
Alpha blocker: prazosin 500–2000 mcg, diberikan 2 kali sehari
Keterlibatan Muskuloskeletal:
Pemberian terapi dapat berupa obat anti inflamasi untuk jangka pendek, dan diberikan kortikosteroid oral yang dikombinasikan dengan metotreksat. Kortikosteroid oral yang disarankan yakni prednison 10–15 mg/hari, untuk pemakaian jangka panjang dianjurkan dosis tidak lebih dari 10 mg/hari.[5]
Keterlibatan Paru:
Pemberian terapi dapat berupa mikofenolat mofetil, siklofosfamid, rituksimab, tocilizumab, dan nintedanib.
- Mikofenolat mofetil dosis oral diberikan 3 gram per hari selama 24 bulan
- Siklofosfamid, dosis oral diberikan sampai 2 mg/kgBB/ hari selama 12 bulan, intravena diberikan minimal 500 mg/m2 setiap bulan, direkomendasikan selama 6 – 12 bulan
- Rituksimab, dosis pulse 375 mg/ m2 luas permukaan tubuh setiap minggu pada 4 minggu pertama dan dapat diulang 6 bulan kemudian
Tocilizumab, dosis subkutan 162 mg seminggu sekali sampai 48 minggu
- Nintedanib, dosis oral 150 mg, diberikan 2 kali sehari[5]
Keterlibatan Jantung:
Tata laksana keterlibatan jantung pada skleroderma sistemik disesuaikan dengan manifestasi klinis yang dialami oleh pasien. Tidak ada terapi spesifik pada keterlibatan jantung, melainkan beberapa terapi yang dapat diberikan yakni seperti vasodilator, terapi standar gagal jantung, dan imunosupresan (azathioprine, mikofenolat mofetil, siklofosfamid).[5]
Keterlibatan Saluran Cerna:
Pemberian terapi medikamentosa pada skleroderma sistemik dengan keterlibatan saluran cerna yakni dapat berupa pemberian penghambat pompa proton, penyekat reseptor H2, prokinetik, antibiotik, dan laksatif.
- PPI, dapat diberikan omeprazole 20–40 mg diberikan 1–2 kali per hari; lansoprazole 15–30 mg diberikan 1–2 kali per hari; pantoprazole 40 mg diberikan 1–2 kali per hari
- Penyekat reseptor H2 dapat diberikan ranitidine; atau famotidine; atau cimetidine setiap malam (atau diberikan 2 kali per hari)
- Prokinetik, dapat diberikan metoclopramide 10 mg, 3-4 kali per hari
- Antibiotik digunakan untuk kondisi intestinal bacterial overgrowth seperti amoksisilin 500 mg 3 kali sehari, atau ciprofloxacin 500 mg diberikan 2 kali per hari, atau amoksisilin/klavulanat 500/125 atau 875/125 mg 2 kali per hari
- Laksatif seperti laktulosa 15–30 cc 1-2 kali per hari, atau polietilen glycol[5]
Pembedahan
Terapi pembedahan perlu dilakukan pada kondisi-kondisi tertentu. Beberapa contoh termasuk digital sympathectomy atau injeksi toksin botulinum yang dapat digunakan pada pasien dengan fenomena Raynaud, tindakan debridement atau amputasi apabila iskemik berat atau lesi kulit terinfeksi, dan operasi tangan untuk menghilangkan kontraktur.
Selain itu, dapat dilakukan operasi fundoplication untuk menangani kasus refluks esofageal, ablasi laser atau gasterik antrektomi untuk menangani gastric antral vascular ectasia, dan fat grafting atau transplantasi lemak pada bagian kulit yang mengalami atrofi. Transplantasi organ dapat dilakukan apabila diperlukan, misalnya pada gagal ginjal.[1,2]