Penatalaksanaan Hiperprolaktinemia
Metode penatalaksanaan pilihan untuk hiperprolaktinemia simtomatik adalah terapi medikamentosa dengan agonis dopamin. Sementara itu, pasien hiperprolaktinemia asimtomatik umumnya dapat diobservasi tanpa terapi. Bila hiperprolaktinemia disertai gejala berat akibat penekanan struktur anatomi oleh tumor pituitari, pembedahan dapat dipertimbangkan.[9]
Medikamentosa
Bromokriptin dan cabergoline adalah obat agonis dopamin yang umum digunakan untuk penatalaksanaan hiperprolaktinemia. Cabergoline merupakan obat pilihan pertama karena memiliki efek samping yang lebih minimal. Cabergoline memiliki durasi kerja yang cukup panjang sehingga dapat diberikan 1–2 kali dalam seminggu. Namun, untuk ibu hamil, bromokriptin lebih disarankan daripada cabergoline. Bromokriptin diberikan dalam dosis 1 kali sehari.
Dosis obat-obatan agonis dopamin dapat dikurangi secara bertahap hingga akhirnya dihentikan saat level serum prolaktin sudah normal dan tidak ada adenoma yang terdeteksi melalui pemeriksaan MRI setelah 2 tahun pengobatan rutin.
Pada kasus hiperprolaktinemia yang disebabkan oleh obat-obatan, penatalaksanaan dilakukan jika pasien menunjukkan gejala hiperprolaktinemia seperti hipogonadisme, osteoporosis, dan galaktorea. Obat-obatan pencetus hiperprolaktinemia perlu dihentikan sementara sembari memantau level prolaktin. Namun, pada kondisi di mana obat-obatan tidak dapat dihentikan, contohnya obat antipsikotik, maka perlu dicari jenis obat alternatif yang memiliki efek samping endokrin minimal.
Hiperprolaktinemia karena hipotiroid dapat diberikan terapi pengganti hormon tiroid untuk membantu menurunkan level serum prolaktin. Kasus tumor pituitari yang menyebabkan hiperprolaktinemia dapat diberikan terapi agonis dopamin dengan tujuan untuk menurunkan level prolaktin, mengurangi ukuran tumor, dan mengembalikan fungsi gonad sebelum mempertimbangkan prosedur pembedahan.[1,9,11]
Pembedahan dan Radioterapi
Pembedahan dan/atau radioterapi dilakukan pada kasus hiperprolaktinemia karena tumor pituitari. Namun, prosedur ini dilakukan pada kasus yang sudah resisten terhadap terapi agonis dopamin, kasus yang disertai gangguan visual, dan kasus dengan kompresi kiasma optikum.
Pembedahan endoskopik endonasal transsphenoidal merupakan metode bedah yang disarankan. Risiko yang dapat timbul dari pembedahan adalah infeksi lokal, kebocoran cairan serebrospinal, hipopituitarisme, dan diabetes insipidus.
Radioterapi sebaiknya hanya diberikan untuk pasien dengan kasus resisten atau keganasan karena memiliki efek samping seperti kerusakan saraf kranial, hipopituitarisme, atau remisi tumor kembali.[1,9,11,13]