Diagnosis Malnutrisi
Diagnosis malnutrisi dilakukan dengan evaluasi status gizi, yang mencakup pengukuran tinggi, berat badan, dan indeks massa tubuh. Perlu juga dilakukan evaluasi sistem organ, yang dapat menunjukkan adanya edema, pembesaran organ, ataupun tanda anemia.[2]
Anamnesis
Pendekatan anamnesis pada malnutrisi dibedakan berdasarkan apakah pasien kekurangan atau kelebihan nutrisi.
Kekurangan Nutrisi
Dari anamnesis, gejala dan tanda pada anak-anak yang mengalami malnutrisi protein-energi adalah penurunan berat badan atau tidak ada kenaikan berat badan, serta pertumbuhan linear yang lambat. Pasien juga bisa mengalami perubahan perilaku seperti gelisah, apatis, berkurangnya respons sosial, cemas, serta gangguan pemusatan perhatian.[1,12]
Marasmus:
Malnutrisi protein-energi akut mencakup kwashiorkor, marasmus, dan keadaan yang merupakan gabungan antara marasmus dan kwashiorkor. Marasmus merupakan sindrom malnutrisi akut yang paling sering ditemui. Keadaan ini terjadi dalam berbulan-bulan hingga bertahun-tahun dan merupakan respons adaptif fisiologis tubuh terhadap deprivasi berat energi dan nutrien-nutrien lain. Pasien marasmus terlihat kurus, lemah, dan letargik. Kulit pasien mengalami xerosis, keriput, dan longgar karena hilangnya lemak subkutan tetapi tidak ada dermatosis.[4]
Kwashiorkor:
Kwashiorkor sering ditemukan pada negara-negara berkembang dan biasanya melibatkan bayi yang lebih tua dan anak kecil dengan diet mayoritas jagung, beras, dan kacang. Perbedaan yang mencolok antara kwashiorkor dengan marasmus adalah adanya edema pada kwashiorkor.
Kwashiorkor terjadi sebagai kombinasi akibat serum albumin rendah, kortisol yang meningkat, dan gangguan aktivasi hormon antidiuretik. Selain edema, keluhan lain adalah berat badan yang tidak sesuai dengan usia, dermatosis, rambut yang mengalami hipopigmentasi, abdomen terdistensi, dan hepatomegali.[4]
Marasmus-Kwashiorkor:
Pada marasmus-kwashiorkor, terdapat campuran karakteristik marasmus dan kwashiorkor. Pada pasien dengan kondisi ini akan terlihat wasting dan edema dalam waktu yang bersamaan. Manifestasi kulit dan rambut ringan, namun terdapat perlemakan hati.[4]
Defisiensi Mikronutrien:
Defisiensi mikronutrien dapat bermanifestasi klinis berbeda tergantung elemen yang terlibat. Adapun gejala spesifik pada defisiensi mikronutrien yang dapat ditemukan, yaitu:
● Defisiensi zat besi: anemia, lemas, fatigue, gangguan fungsi kognitif, nyeri kepala, glositis, dan koilonikia
● Defisiensi iodin: goiter, gangguan tumbuh kembang, retardasi mental
● Defisiensi vitamin D: gangguan pertumbuhan, penyakit Rickets, hipokalsemia
● Defisiensi vitamin A: rabun senja, xeroftalmia, gangguan pertumbuhan, perubahan tekstur rambut
● Defisiensi asam folat: anemia megaloblastik, glositis, neural tube defect (NTD) pada fetus
● Defisiensi zinc: anemia, dwarfisme, hepatosplenomegali, hiperpigmentasi, hipogonadisme, penurunan fungsi sistem imun.[1,4]
Kelebihan Nutrisi
Kelebihan nutrisi mencakup pasien dengan overweight dan obesitas. Serupa dengan kekurangan nutrisi, kelebihan nutrisi dapat terjadi pada makronutrien dan mikronutrien, meskipun kelebihan mikronutrien saja lebih jarang ditemukan.
Pasien yang kelebihan nutrisi akan mengalami kelebihan berat badan akibat kelebihan makronutrien, tetapi mungkin memiliki gejala anemia, kelemahan, dan pingsan akibat kekurangan mineral atau vitamin. Selain itu, pasien yang mengalami kelebihan nutrisi juga dapat menunjukkan gejala sindrom metabolik, seperti resistensi insulin dan peningkatan tekanan darah.[25]
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada malnutrisi perlu meliputi penilaian status gizi dan pemeriksaan sistem organ.
Status Gizi
Mulai pemeriksaan fisik dengan pemeriksaan status gizi, yakni mengukur berat dan tinggi badan pasien. Status gizi ini digunakan untuk menghitung indeks massa tubuh pasien, yaitu dengan membagi berat badan (kg) dengan tinggi badan (cm) kuadrat.[4]
Kategori status gizi berdasarkan indeks massa tubuh (IMT) pasien adalah:
● Kurang dari 18,5 kg/m2: Gizi kurang
● 18,5-22,9 kg/m2: Normal
● 23-24,9 kg/m2: Gizi lebih (overweight)
● 25 kg/m2 atau lebih: Obesitas[13]
Pada dewasa, obesitas sentral juga penting untuk dinilai dengan mengevaluasi lingkar perut. Populasi Asia dikatakan obesitas sentral jika lingkar perut lebih dari 90 cm pada laki-laki dan 80 cm pada perempuan. Rasio lingkar perut dan tinggi badan juga dapat digunakan untuk menentukan obesitas sentral dengan cut off point 0,5.[1,2,13]
Penilaian Antropometri
Antropometri memegang peranan penting dalam evaluasi status nutrisi. Pemeriksaan klinis tanpa disertai pengukuran antropometri pada grafik pertumbuhan sangatlah tidak akurat.
Kurva Pertumbuhan:
Derajat keparahan wasting atau stunting diukur dengan membandingkan berat dan tinggi badan terhadap standar referensi populasi. Standar pertumbuhan populasi ini menggambarkan pertumbuhan anak normal dari kelahiran sampai usia lima tahun yang dikembangkan oleh WHO. Hasil pengukuran antropometri pada anak perlu diplot pada kurva pertumbuhan WHO. Pertumbuhan pada anak prematur berbeda, sehingga kurva pertumbuhan yang harus digunakan juga berbeda.[6]
Lingkar Lengan Atas:
Lingkar lengan atas (mid-upper arm circumference/MUAC) merupakan cara yang akurat dan efisien untuk menapis malnutrisi, terutama dalam keadaan keterbatasan waktu, peralatan atau petugas. MUAC di bawah 115 mm pada umumnya digunakan untuk penapisan malnutrisi anak dari usia 6 hingga 59 bulan.
● Usia 6 hingga 24 bulan: wasting derajat berat < 120 mm, wasting derajat sedang <125 mm
● Usia 25 hingga 36 bulan: wasting derajat berat < 125 mm, wasting derajat sedang <135 mm
● Usia 37 hingga 60 bulan: wasting derajat berat < 135 mm, wasting derajat sedang <140 mm[6,15]
Pemeriksaan Organ
Temuan pemeriksaan fisik yang berkaitan dengan malnutrisi mencakup berkurangnya area jaringan subkutan pada kaki, tangan, bokong, dan wajah. Pasien juga bisa mengalami edema pada ekstremitas distal dan anasarka.
Selain itu, dapat ditemui juga perubahan pada mulut berupa cheilitis, stomatitis angularis, dan atrofi papil. Pada abdomen bisa teraba hepatomegali dan distensi abdomen.
Perubahan pada kulit mencakup hiperpigmentasi dan kulit kering. Kuku bisa mengalami koilonikia atau kuku sendok. Pasien dengan kekurangan energi protein bisa mengalami perubahan tekstur rambut menjadi lebih tipis, kasar, tampak kemerahan maupun kecoklatan, dan mudah rontok.[1]
Temuan Pemeriksaan Fisik Marasmus
Tanda yang dapat ditemui pada marasmus adalah:
● Wajah tampak seperti orang tua, terlihat sangat kurus
● Anak lebih cengeng
● Kulit kering, dingin, mengendur, dan keriput
● Lemak subkutan menghilang hingga turgor kulit berkurang
● Otot atrofi sehingga kontur tulang tampak jelas
● Terdapat bradikardia
● Tekanan darah lebih rendah dibandingkan anak sehat yang sebaya[1,4,12]
Temuan Pemeriksaan Fisik Kwashiorkor
Pada kwashiorkor, dapat ditemui tanda sebagai berikut:
● Perubahan mental hingga apatis
● Anemia
● Perubahan warna dan tekstur rambut, mudah dicabut/rontok
● Gangguan sistem gastrointestinal
● Hepatomegali
● Dermatosis
● Atrofi otot
● Edema simetris pada kedua punggung kaki hingga seluruh tubuh[1,4,12]
Klasifikasi Malnutrisi
Menurut WHO, malnutrisi pada anak dapat diklasifikasikan berdasarkan kelompok usia. Untuk anak 6 hingga 59 bulan:
● Malnutrisi akut berat: MUAC kurang dari 115 mm, atau skor Z berat badan terhadap tinggi badan di bawah -3, atau edema pitting bilateral
● Malnutrisi akut sedang: MUAC 115 hingga 124 mm, atau skor Z berat badan terhadap tinggi badan -2 hingga -3
● Stunting derajat sedang: Skor Z tinggi atau panjang badan -2 hingga -3
● Stunting derajat berat: Skor Z tinggi atau panjang badan di bawah -3
Untuk bayi di bawah 6 bulan, tidak ada baku emas untuk menilai derajat keparahan malnutrisi. Baik skor Z berat badan terhadap tinggi badan dan MUAC memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Cara yang umum digunakan dalam menentukan malnutrisi berat adalah dengan menggunakan skor Z berat badan terhadap tinggi badan di bawah -3 atau adanya edema pitting bilateral.
Untuk anak dengan usia ≥ 5 tahun, WHO menyarankan untuk menggunakan skor Z indeks massa tubuh terhadap usia. Alternatif lainnya adalah menggunakan skor Z MUAC terhadap usia.[6,16]
Diagnosis Banding
Diagnosis malnutrisi sebetulnya dapat mudah dibedakan dari kondisi lain. Meski demikian, pada pasien lansia, perlu dibedakan apakah pasien mengalami malnutrisi ataukan ada penyebab lain yang menyebabkan ketidakmampuan pasien dalam menjaga status nutrisinya, misalnya depresi atau imobilitas. Kondisi lain yang juga bisa menunjukkan gejala mirip malnutrisi dan juga bisa terjadi bersamaan dengan malnutrisi adalah dehidrasi dan anemia.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dapat membantu untuk diagnosis malnutrisi primer akut dan bermanfaat dalam terapi malnutrisi sekunder. Pemeriksaan laboratorium perlu didasarkan atas temuan riwayat medis dan pemeriksaan fisik, serta mempertimbangkan risiko komplikasi medis.
Pemeriksaan Darah Perifer Lengkap dan Apusan Darah Tepi
Pemeriksaan darah perifer lengkap disertai apusan darah tepi penting untuk melihat jenis anemia yang terjadi. Pemeriksaan ini dapat mengetahui bila terjadi defisiensi zat besi, defisiensi vitamin B12, dan asam folat.
Status Protein Darah
Pengukuran status protein darah yang mungkin diperlukan mencakup pemeriksaan kadar albumin serum, retinol-binding protein, prealbumin, transferrin, kreatinin, dan blood urea nitrogen (BUN). Retinol-binding protein, prealbumin, dan transferrin merupakan indikator status protein jangka pendek yang lebih baik dibandingkan albumin. Namun, untuk menilai status malnutrisi jangka panjang sering digunakan albumin serum karena waktu paruhnya lebih panjang.
Meskipun demikian, faktor-faktor bukan gizi yang dapat mempengaruhi kadar albumin seperti peningkatan cairan ekstra sel, trauma, sepsis, pembedahan, penyakit hati dan ginjal tetap harus dieksklusi. Pemeriksaan kreatinin dan ureum darah dapat membantu menilai fungsi ginjal pasien malnutrisi.
Pemeriksaan Lainnya
Pemeriksaan laju endap darah (LED), elektrolit, urine lengkap maupun feses lengkap dapat dilakukan bila dalam anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan indikasi, misalnya pada pasien dengan riwayat diare akut.
Pemeriksaan tambahan lainnya yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan fungsi tiroid dan klorida keringat. Trigliserida dan vitamin sebaiknya diperiksa pada kecurigaan penyakit hepar. Kadar zinc diperiksa pada diare kronis. Penapisan serologi penyakit Celiac dilakukan jika ada kecurigaan ke arah penyakit Celiac.[1,4]
Penulisan pertama oleh: dr. Afiffa Mardhotillah