Patofisiologi Malnutrisi
Patofisiologi malnutrisi melibatkan kekurangan, kelebihan, atau ketidakseimbangan dalam asupan energi atau nutrisi. Malnutrisi dapat menyebabkan penurunan atau kenaikan berat badan yang tidak direncanakan, indeks massa tubuh (IMT) yang tinggi atau rendah, dan kekurangan atau kelebihan vitamin dan mineral. Malnutrisi akan mempengaruhi fungsi otot, kardiorespirasi, hingga sistem imun.
Efek Negatif Malnutrisi
Di negara berkembang seperti Indonesia, malnutrisi sering disebabkan oleh kurangnya asupan nutrisi. Jika asupan energi tidak mencukupi kebutuhan, akan terjadi pengambilan simpanan nutrisi dari tubuh untuk mengimbangi defisit energi.
Defisiensi protein akan menyebabkan terjadinya penurunan sintesis protein viseral, termasuk penurunan sintesis albumin. Hipoalbuminemia akan menyebabkan terjadinya edema akibat penumpukan cairan ekstravaskular. Defisiensi protein juga akan menyebabkan terjadinya fatty liver.
Defisiensi Zinc
Pada malnutrisi, juga terjadi defisiensi nutrisi esensial, salah satunya zinc. Hal ini akan menyebabkan terjadinya ulkus kulit dengan gambaran dermatosis serupa defisiensi zinc.
Gangguan Pertumbuhan Fisik dan Kognitif
Malnutrisi dapat menyebabkan perubahan pada otak yang sedang berkembang. Anak dengan malnutrisi diduga mengalami penurunan pertumbuhan otak, berat otak yang rendah, korteks serebral yang tipis, penurunan jumlah neuron, dan mielinisasi yang tidak adekuat.
Abnormalitas Sistem Kardiovaskular
Pada pasien malnutrisi, miofibril jantung dilaporkan mengalami penipisan disertai dengan gangguan kontraktilitas. Curah jantung juga berkurang sebanding dengan penurunan berat badan. Bradikardia dan hipotensi dapat terjadi pada kasus yang berat. Kombinasi bradikardia, gangguan kontraktilitas jantung, dan ketidakseimbangan elektrolit dapat mengakibatkan aritmia.
Gangguan Hepar
Hepatomegali yang diakibatkan oleh fatty liver sering dijumpai pada malnutrisi, terutama pada kwashiorkor. Proses glukoneogenesis hepatik menurun pada pasien dengan hipoalbuminemia, yang dapat meningkatkan risiko hipoglikemia. Selain itu, produksi energi dari galaktosa dan fruktosa juga terganggu. Selanjutnya, ditemukan juga penurunan metabolisme hepar, ekskresi toksin, dan sintesis protein di hepar.
Abnormalitas Sistem Genitourinari
Pada malnutrisi, terjadi penurunan laju filtrasi glomerulus, serta penurunan kapasitas ginjal untuk mengekskresi natrium, asam, atau air. Infeksi saluran kemih juga dilaporkan sering terjadi.
Abnormalitas Sistem Gastrointestinal
Pada sistem gastrointestinal, malnutrisi dapat menyebabkan produksi asam lambung menurun. Pasien dengan malnutrisi berat juga dilaporkan mengalami insufisiensi pankreas eksokrin.
Mukosa usus halus pasien malnutrisi juga dilaporkan mengalami atrofi, disertai produksi enzim pencernaan dan transporter nutrien membran menurun. Defisiensi laktase sering ditemukan, yang berakibat pada malabsorpsi laktosa.
Gangguan Imunitas
Perubahan respons imun terjadi pada pasien malnutrisi, yang dilaporkan menyerupai perubahan yang diamati pada anak dengan HIV. Pasien malnutrisi dilaporkan memiliki jumlah limfosit T yang sedikit, respons limfosit yang menurun, fungsi fagositosis yang terganggu, dan menurunnya imunoglobulin sekretori (sIgA). Proses ini mengakibatkan infeksi sulit sembuh dan cenderung lebih berat.
Abnormalitas Sistem Endokrin
Pada malnutrisi, dilaporkan terjadi penurunan kadar insulin dan peningkatan kadar hormon pertumbuhan. Meski demikian, insulin-like growth factor 1 (IGF-1) berkurang dan kadar kortisol meningkat.
Gangguan Metabolisme
Tingkat metabolisme basal pasien malnutrisi berkurang sekitar 30%. Pada lingkungan dingin, anak dengan kekurangan gizi dapat mengalami hipotermia karena pembentukan panas terganggu. Sebaliknya, pada lingkungan panas, anak dapat mengalami hipertermi karena disipasi panas terganggu.
Perubahan pada Kulit dan Kelenjar
Kulit dan lemak subkutan pasien yang kurang gizi akan mengalami atrofi, yang menyebabkan lipatan kulit kendur. Tanda-tanda dehidrasi menjadi tidak akurat pada kondisi ini. Selanjutnya, pasien juga mungkin mengalami xerostomia dan penurunan produksi keringat karena atrofi kelenjar keringat, air mata, dan saliva.[1,4,6]
Malnutrisi pada Inflamasi
Paparan infeksi juga menyebabkan terjadinya penurunan kadar asam amino dalam darah yang akhirnya memicu peningkatan glukoneogenesis di hati dan terurainya asam amino dari otot. Penguraian asam amino ini nantinya akan diekskresikan di hati dalam bentuk urea di urine. Jika hal ini terjadi terus-menerus, lama-kelamaan terjadi ketidakseimbangan jumlah asam amino di tubuh yang menyebabkan kondisi malnutrisi.
Kondisi tubuh yang sedang mengalami inflamasi juga menyebabkan terjadinya penyimpangan metabolisme zat-zat penting seperti besi dan zinc, serta meningkatnya kadar mediator inflamasi seperti haptoglobin, interleukin, α-1 antitripsin, α2-makroglobulin, dan tumor necrosis factor (TNF). Hal ini dapat mengakibatkan penurunan sintesis protein viseral.[1,4,7]
Penulisan pertama oleh: dr. Afiffa Mardhotillah