Penatalaksanaan Malnutrisi
Penatalaksanaan malnutrisi yang paling penting adalah modifikasi diet dan pemberian suplemen. Tujuan terapi pada malnutrisi adalah agar pasien dapat memiliki tingkat kesehatan optimal, mencegah perburukan status gizi dan metabolik, serta untuk memastikan asupan yang memadai. Pasien yang memiliki nafsu makan dan tingkat kesadaran baik dapat dirawat jalan. Pasien yang memiliki komplikasi medis, edema berat, atau nafsu makan yang buruk akan memerlukan rawat inap.[1,5]
Pada anak dengan edema akibat malnutrisi, status nutrisi harus dinilai dengan hati-hati karena edema dapat menutupi derajat keparahan malnutrisi tersebut. Anak dengan malnutrisi kronis membutuhkan asupan kalori lebih dari 120-150 kkal/kg/hari untuk mencapai berat badan sesuai.[1]
Rumus yang digunakan untuk mengukur kebutuhan kalori yaitu:
Kkal/kg = (RDA untuk umur x BB ideal)/ BB aktual
Tata laksana malnutrisi akut berat pada anak dibedakan menjadi dengan komplikasi dan tanpa komplikasi. Komplikasi yang dimaksud adalah sepsis, diare dengan dehidrasi berat, kerusakan kulit dengan ulkus terbuka, atau nafsu makan buruk.[17]
Tata Laksana Malnutrisi pada Anak
Pada anak dengan kondisi malnutrisi akut berat dengan komplikasi, perawatan di rumah sakit diperlukan. Penatalaksanaan dilakukan melalui tiga tahap yaitu fase stabilisasi, fase rehabilitasi, dan tindak lanjut.[4,17]
Fase Stabilisasi Inisial
Fase ini merupakan fase kritis untuk mengenali dan memberikan terapi pada kondisi-kondisi medis yang mengancam jiwa dengan segera, yaitu hipoglikemia, hipotermia, dehidrasi, dan infeksi. Asupan nutrisi dapat segera diberikan dan dilanjutkan hingga fase rehabilitasi.
Prioritas terapi fase ini adalah penatalaksanaan pernapasan, kontrol suhu (penghangatan), pemberian antibiotik empiris untuk infeksi, dan rehidrasi. Pemberian makan dimulai pada fase ini segera setelah pasien mampu dan kondisi klinis membaik. Selanjutnya, asupan akan diberikan secara bertahap hingga nafsu makan anak kembali, biasanya terjadi selama beberapa hari pertama pemberian makan.[4,17]
Hipoglikemia:
Hipoglikemia dan hipotermia dapat terjadi pada anak dengan gizi buruk yang tidak mendapat asupan makan selama 4 hingga 6 jam. Selain itu, kondisi-kondisi tersebut juga dapat dipicu oleh infeksi sistemik yang serius. Apnea juga dapat terjadi pada anak yang mengalami gizi buruk. Biasanya gangguan ini akan membaik secara cepat jika diberikan asupan makan yang cepat dan sering, serta kontrol suhu yang baik.
Glukosa darah sebaiknya diperiksa jika terdapat kondisi hipotermia, apnea, anorexia, atau letargi. Terapi dimulai jika gula darah < 54 mg/dl dengan terapi sebagai berikut:
● Jika anak sadar, berikan 50 mL larutan glukosa 10% atau larutan gula (satu sendok teh dilarutkan dalam tiga sendok makan air) secara oral atau melalui pipa nasogastrik, dilanjutkan dengan pemberian makan jika memungkinkan.
● Jika anak tidak sadar, berikan larutan dextrose atau glukosa 10% 5 mL/kg secara intravena atau dengan pipa nasogastrik jika akses intravena tidak memungkinkan.
● Jika pemberian secara oral, intravena, atau pipa nasogastrik tidak memungkinkan, berikan satu sendok teh gula yang dibasahi dengan satu atau dua tetes air secara sublingual. Lakukan secara berkala setiap 20 menit untuk menghindari relaps.
Pada anak dengan gizi buruk, hipoglikemia sering dibarengi dengan hipokalemia dan defisiensi elektrolit. Rehydration solution for malnutrition (ReSoMal) yang digunakan dalam terapi malnutrisi dapat mengoreksi defisiensi elektrolit.[4,17]
Hipotermia:
Hipotermia dapat diakibatkan oleh sepsis atau puasa. Jika suhu tubuh di bawah 35,5°C, penghangatan perlu dilakukan. Cara melakukannya adalah dengan menutupi badan pasien menggunakan selimut atau mengarahkan lampu pijar pada badan anak. Jika cara-cara di atas tidak dapat dilakukan, dapat dilakukan penghangatan melalui sentuhan kulit dengan kulit.[4,17]
Infeksi:
Sebagian besar anak dengan gizi buruk mengalami infeksi, seperti bakteremia, infeksi saluran kemih, dan pneumonia. Tanda-tanda infeksi mungkin tidak jelas atau menyerupai manifestasi malnutrisi. Jika memungkinkan, kultur darah dan urine perlu dilakukan untuk memandu manajemen.
Secara empiris, pilihan antibiotik adalah ampicillin 50 mg/kg secara intramuskuler (IM) atau intravena (IV) setiap 6 jam dengan gentamicin 7,5 mg/kg IM atau IV sekali sehari selama 7 hingga 10 hari. Pada anak dengan kondisi yang berat atau daerah dengan resistensi antibiotik yang tinggi, pilihan pertama adalah ceftriaxone 50 mg/kg IM atau IV setiap 24 jam.
Pada anak dengan diare berkepanjangan, dapat diberikan metronidazole dengan dosis 10-12 mg/kg secara oral setiap 8 jam. Pada anak yang membaik dan dapat dipulangkan setelah regimen antibiotik parenteral telah selesai, dapat dilanjutkan dengan pemberian amoxicillin 40-45 mg/kg secara oral setiap 12 jam, atau amoxicillin clavulanat, diberikan selama 1 minggu. Namun, jika anak masih memerlukan rawat inap meskipun memiliki tanda-tanda perbaikan, dapat dilanjutkan dengan antibiotik parenteral spektrum luas setidaknya selama 7-10 hari.[4,17]
Infeksi HIV dan Antiretroviral:
Pada anak dengan infeksi HIV namun belum mendapatkan terapi, obat antiretroviral dapat diberikan secepatnya setelah komplikasi metabolik dan sepsis telah stabil. Dosis antiretroviral sama dengan anak yang tidak mengalami gizi buruk. Anak yang belum dilakukan pemeriksaan HIV perlu mendapatkan pemeriksaan ini secepatnya.[4,17]
Antipiretik:
Pada anak dengan kondisi demam, dapat diberikan dosis standar obat antipiretik seperti paracetamol dan ibuprofen. Aspirin tidak boleh diberikan untuk menangani demam atau nyeri pada anak gizi buruk.[4,17]
Imunisasi:
Pasien yang dirawat inap karena gizi buruk perlu dipastikan telah mendapat imunisasi sesuai jadwal, termasuk campak. Imunisasi dapat dilakukan setelah pasien stabil sebelum masa rawat inap selesai.[4,17]
Dehidrasi:
Anak yang gizi buruk sering mengalami diare akut dan persisten. Diare dan dehidrasi berat saling berkaitan satu sama lainnya dan berhubungan dengan tingkat mortalitas yang lebih tinggi. Dehidrasi pada gizi buruk sebaiknya diterapi dengan rehidrasi oral jika memungkinkan. Pada gizi buruk, hidrasi secara intravaskular dapat mengakibatkan hidrasi yang berlebihan dan gagal jantung. Oleh karena itu, infus secara intravaskular hanya diberikan pada hipovolemia berat atau syok.[4,17]
Rehydration Solution for Malnutrition (ReSoMal):
Larutan ini digunakan untuk anak dengan gizi buruk. ReSoMal merupakan solusi rehidrasi oral berdasarkan standar WHO yang telah dimodifikasi dengan pengurangan natrium dan penambahan kalium, magnesium, zinc, dan tembaga. ReSoMal ini digunakan untuk mengoreksi hipernatremia dan defisiensi kalium yang terjadi pada gizi berat.
Larutan ReSoMal dapat dibuat dengan cara melarutkan 1 bungkus oralit standar WHO ke dalam 2 liter air, kemudian tambahkan 50 g sukrosa (kira-kira 4 sendok makan), dan tambahkan 40 mL larutan campuran mineral.
Larutan ini diberikan secara oral sebanyak 70-100 mL/kg dalam 12 jam. Pemberian dibagi menjadi 5 mL/kg setiap 30 menit dalam 2 jam awal dan dilanjutkan 5-10 mL/kg per jam.[4,17,18]
Nutrisi:
Untuk nutrisi awal, pemberian makan di rumah sakit dimulai dengan formula susu terapeutik atau dengan menggunakan ready-to-use therapeutic food (RUTF) jika nafsu makan normal dan tidak ada kontraindikasi spesifik. Tes nafsu makan dapat dilakukan menggunakan RUTF. Pada keadaan ini, anak akan dipantau dalam keadaan yang tenang untuk diobservasi apakah dapat makan 30 gram RUTF tanpa muntah atau distress. Jika tidak ada kendala, dapat dilanjutkan dengan RUTF dan selanjutnya ke fase rehabilitasi.
Namun, jika pada tes nafsu makan ditemukan ada kendala, dapat dimulai dengan diet F-75 dan F-100. Diet F-75 diberikan dengan dosis harian 80-100 kkal/kg (kira-kira 100 hingga 135 mL/kg) yang dibagi menjadi makanan kecil setiap 2-3 jam. Formula diberikan dalam jumlah yang kecil dan interval yang sering karena motilitas usus dan produksi asam lambung yang menurun pada pasien gizi buruk.[4,17]
Fase Rehabilitasi
Pemberian ready-to-use therapeutic food (RUTF) pada pasien anak yang dirawat inap memperpendek masa rehabilitasi secara signifikan. Anak yang mengalami malnutrisi dapat dipulangkan setelah terobservasi berat badan meningkat atau edema berkurang. Selanjutnya, dapat melakukan masa rehabilitasi secara rawat jalan.[4,17]
Anak Usia 6 Bulan Ke Atas:
Pada anak dengan status klinis dan nafsu makan yang membaik, dapat dilakukan perubahan makanan dari F-75 ke F-100 atau RUTF. Pemberian makan dilakukan setidaknya 5 kali sehari dengan 10-15 kkal/kg/hari hingga mencapai target asupan nutrisi 220-225 kkal/kg/hari.[4,17]
Bayi Usia Hingga 6 Bulan :
Pada umumnya, perawatan medis bagi anak dengan usia hingga enam bulan sama dengan pasien yang lebih tua. Pengecualiannya adalah hingga target agar anak dapat kembali untuk pemberian ASI eksklusif.
Jika secara klinis stabil, pemberian makan dapat dilanjutkan menjadi ASI, formula susu bayi komersial, atau F-100 yang terdilusi (mencampurkan F-100 dengan tambahan 30 persen air). F-100 yang tidak dicairkan jangan diberikan kepada bayi karena beban ginjal yang tinggi. Anak dengan usia hingga enam bulan dapat dipulangkan jika berat badan telah naik dengan ASI atau suplementasi dengan formula bayi komersial.[4,17]
Suplemen:
Pada fase rehabilitasi, selain diberikan F-100 sebaiknya diberikan suplementasi zat besi dengan dosis 3 mg/kg/hari yang dibagi menjadi 2 dosis dalam sehari dan diberikan dalam 2 minggu. Anak yang telah menerima RUTF pada fase rehabilitasi tidak perlu diberikan suplementasi zat besi.
Suplementasi vitamin A disarankan pada anak dengan defisiensi vitamin A, atau riwayat campak, atau yang belum mendapatkan makanan terapeutik yang telah difortifikasi.
Pada anak yang mendapatkan makanan nutrisi terapeutik dan secara klinis stabil, dapat diberikan diet makanan yang memiliki nilai kandungan energi, protein, lemak, elektrolit, dan osmolalitas yang lebih tinggi.[4,17]
Fase Tindak Lanjut
Pada fase ini, perkembangan fisik, mental dan emosional anak akan dipantau secara rutin dan berkala. Fase ini meliputi fase kognitif dan rehabilitasi keluarga.
Gizi buruk dapat mengakibatkan perkembangan mental dan tingkah laku yang terlambat. Keterlambatan ini diakibatkan oleh perkembangan otak yang menurun. Pengasuh dan ibu sebaiknya dapat berpartisipasi dan memantau kegiatan bermain Aktivitas bermain seharusnya didukung untuk meningkatkan perkembangan motorik anak.
Stimulasi Lingkungan:
Anak-anak yang mendapat penanganan gizi buruk sebaiknya mendapatkan perawatan dalam keadaan yang menyenangkan. Mainan disesuaikan dengan usia anak dan tingkat perkembangan anak. Bermain dengan anak lain juga merupakan komponen yang sangat penting dalam fase ini.[4,17]
Pemulangan Pasien:
Selama fase rehabilitasi, persiapan pemulangan pasien sebaiknya dilakukan untuk mengintegrasikan anak ke keluarga dan masyarakat. Keluarga perlu dipersiapkan agar tidak terjadi kejadian gizi buruk kembali. Pasien dengan usia 6 hingga 59 bulan dapat dipulangkan dari rawat jalan jika telah memenuhi kriteria antropometri, medis, dan sosial.
Kriteria pemulangan pasien pada anak 6 hingga 59 bulan:
● Berat badan terhadap tinggi badan meningkat setidaknya 2 standar deviasi di bawah nilai referensi median WHO (yaitu, skor Z -2),
ATAU
● Lingkar lengan atas 12,5 cm
● Tidak ada edema setidaknya selama 1 hingga 2 minggu
● Infeksi telah diobati secara empiris dan kondisi lain telah atau sedang ditangani, termasuk anemia, diare, malaria, tuberkulosis, dan HIV.
● Program imunisasi lengkap telah dimulai
Sebelum anak dipulangkan, pastikan ibu atau pengasuh:
● Mampu dan mau menjaga anak
● Tahu bagaimana menyiapkan makanan yang tepat dan memberi makan kepada anak
● Mengetahui cara memberikan perawatan di rumah untuk diare, demam, dan infeksi saluran pernapasan akut dan cara mengenali tanda-tanda yang berarti dia harus mencari bantuan medis.[4,17]
Tata Laksana Malnutrisi pada Dewasa
Penatalaksanaan malnutrisi pada dewasa tidak terlalu berbeda dengan anak karena pada dasarnya perubahan fisiologis yang terjadi sama. Perbedaan terdapat hanya pada klasifikasi, dosis obat, serta jumlah kebutuhan makanan yang diperlukan. Rawat inap diperlukan jika nilai indeks massa tubuh 16,0 kg/m2 ke bawah, atau dengan lingkar lengan atas kurang dari 19 cm, atau disertai dengan edema pitting bilateral.
Semua komplikasi medis perlu ditangani. Selain itu, perlu dilakukan pemberian vitamin A 200.000 IU jika tidak ada edema. Jika ada edema, maka perlu menunggu hingga edema hilang. Pada pasien dengan positif HIV dan CD4 <350, perlu diberikan cotrimoxazole profilaksis.[2,19]
Fase Stabilisasi
Selanjutnya, pasien masuk ke dalam fase stabilisasi, terapi nutrisi diawali dengan pemberian formula yaitu F75 atau F100 70-80 ml/kg/hari. Jika pasien terkonfirmasi intoleransi laktosa, berikan alternatif F75 dengan susu yang telah difermentasi.
Jika pasien memiliki nafsu makan, berikan diet makanan rumah sakit ditambahkan cemilan nutrisi yang berkalori tinggi. Pemberian dapat dilakukan melalui oral maupun sonde bila tidak memungkinkan per oral, dibagi dalam 5-6 kali pemberian/hari. Selain itu, perlu juga ditambahkan mineral mix dan vitamin mix untuk mencukupi kebutuhan mikronutrien pasien.[2,19]
Fase Rehabilitasi
Pada fase transisi rehabilitasi, berikan RUTF secara bertahap dalam jumlah kecil hingga pasien dapat makan 3 bungkus dalam sehari, ditambah tepung yang telah difortifikasi untuk memberikan 2850 kkal sehari. Konsumsi tersebut tetap diikuti dengan diet rumah sakit.
Jika pasien telah dirasa siap, yang ditandai dengan berat badan yang konsisten naik dan nafsu makan baik serta masalah kesehatan lain yang menyertai telah teratasi, maka dapat dimulai persiapan untuk rawat jalan. Pasien dewasa harus tetap mendapatkan diet suplemental hingga IMT naik menjadi 18,5 kg/m2 atau lebih.[2,19]
Penulisan pertama oleh: dr. Afiffa Mardhotillah