Masuk atau Daftar

Alo! Masuk dan jelajahi informasi kesehatan terkini dan terlengkap sesuai kebutuhanmu di sini!
atau dengan
Facebook
Masuk dengan Email
Masukkan Kode Verifikasi
Masukkan kode verifikasi yang telah dikirimkan melalui SMS ke nomor
Kami telah mengirim kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Kami telah mengirim ulang kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Terjadi kendala saat memproses permintaan Anda. Silakan coba kembali beberapa saat lagi.
Selanjutnya

Tidak mendapatkan kode? Kirim ulang atau Ubah Nomor Ponsel

Mohon Tunggu dalam Detik untuk kirim ulang

Apakah Anda memiliki STR?
Alo, sebelum melanjutkan proses registrasi, silakan identifikasi akun Anda.
Ya, Daftar Sebagai Dokter
Belum punya STR? Daftar Sebagai Mahasiswa

Nomor Ponsel Sudah Terdaftar

Nomor yang Anda masukkan sudah terdaftar. Silakan masuk menggunakan nomor [[phoneNumber]]

Masuk dengan Email

Silakan masukkan email Anda untuk akses Alomedika.
Lupa kata sandi ?

Masuk dengan Email

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk akses Alomedika.

Masuk dengan Facebook

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk verifikasi akun Alomedika.

KHUSUS UNTUK DOKTER

Logout
Masuk
Download Aplikasi
  • CME
  • Webinar
  • E-Course
  • Diskusi Dokter
  • Penyakit & Obat
    Penyakit A-Z Obat A-Z Tindakan Medis A-Z
Etiologi Akalasia general_alomedika 2024-01-03T10:26:07+07:00 2024-01-03T10:26:07+07:00
Akalasia
  • Pendahuluan
  • Patofisiologi
  • Etiologi
  • Epidemiologi
  • Diagnosis
  • Penatalaksanaan
  • Prognosis
  • Edukasi dan Promosi Kesehatan

Etiologi Akalasia

Oleh :
dr. Audrey Amily
Share To Social Media:

Etiologi akalasia atau achalasia bersifat multifaktorial, sehingga mencakup beberapa faktor seperti faktor autoimun, genetik, dan viral. Hingga saat ini, etiologi akalasia masih terus dipelajari lebih lanjut, karena masih banyaknya teori yang kontroversial.[2-5]

Akalasia Primer

Etiologi akalasia primer umumnya adalah faktor autoimun dan faktor genetik. Namun, etiologi akalasia primer juga dapat bersifat multifaktorial.

Faktor Autoimun

Teori kelainan autoimun sebagai penyebab akalasia didukung oleh 3 temuan. Pertama, akalasia sering terjadi pada pasien yang memiliki riwayat penyakit autoimun, misalnya diabetes mellitus tipe 1, hipotiroidisme, sindrom Sjogren, systemic lupus erythematosus (SLE), dan uveitis.[2-5]

Temuan kedua yang mendukung teori ini adalah ditemukannya sel-sel inflamasi seperti sel T limfosit dan eosinofil pada pleksus myenteric. Peningkatan sel inflamasi ini terkait dengan penyakit autoimun.[2-3]

Temuan terakhir yang mendukung teori ini adalah adanya autoantibodi spesifik yang menyebabkan kerusakan pada neuron. Namun, adanya autoantibodi ini belum dapat dipastikan apakah merupakan penyebab atau akibat akalasia.[2-5]

Faktor Genetik

Abnormalitas genetik mengambil porsi terbesar dalam etiologi akalasia. Abnormalitas genetik yang umumnya terjadi adalah suatu delesi gen ataupun suatu polimorfisme.

Kelainan genetik yang umumnya ditemukan bersama akalasia adalah Down syndrome. Gen utama yang berkaitan dengan akalasia adalah human leukocyte antigen (HLA), yang mengandung perubahan pada urutan asam amino pembentuknya.[2-5]

Kelainan genetik lain yang berkaitan dengan akalasia adalah polimorfisme gen yang mengatur regulasi sistem imun. Polimorfisme ini didapati pada gen nitrogen oksida dan vasoactive intestinal polypeptide (VIP). Kelainan gen didapati pada kromosom 12q24.2, 17q11.2-q12, dan gen 7q36.[2-5]

Gen pembentuk protein tirosin fosfatase yang berperan langsung terhadap regulasi dan aktivasi sel limfosit T juga ditemukan mengalami suatu mutasi genetik. Defek genetik pada gen yang berperan langsung dalam sistem imun menjadi salah satu faktor risiko terkuat terjadinya kelainan autoimun.[2-5]

Akalasia Sekunder

Etiologi akalasia sekunder yang paling sering adalah infeksi virus. Selain itu, penyebab lain yang berperan adalah tumor gastroesophageal junction dan tumor gaster.[6]

Infeksi Virus

Teori infeksi virus sebagai etiologi akalasia sebenarnya masih inkonklusif. Virus yang pernah diteliti berkaitan dengan akalasia adalah virus yang bersifat neurotropik atau virus yang menginfeksi mukosa esofagus.[2-5]

Virus herpes simpleks merupakan virus yang paling sering berkaitan dengan kejadian akalasia. Virus herpes simpleks menginduksi aktivasi respons imun tipe lambat yang memproduksi sel T sitotoksik. Hal ini terbukti dari sel T sitotoksik yang ditemukan terakumulasi pada sfingter esofagus bawah (LES).[2-5]

Selain itu, pada pasien akalasia, DNA virus herpes simpleks sering ditemukan pada mukosa esofagus dan pleksus Auerbach. Infeksi laten virus herpes simpleks pada esofagus menyebabkan kerusakan neuron yang bekerja di esofagus tersebut. Virus lain yang juga berkaitan dengan akalasia adalah virus campak, virus varicella zoster, dan cytomegalovirus.[2-5]

Tumor pada Traktus Gastrointestinal

Akalasia sekunder juga dapat disebabkan oleh tumor dalam traktus gastrointestinal, terutama tumor pada gastroesophageal junction dan pada kardia gaster. Tumor traktus gastrointestinal bisa menyebabkan penyempitan intralumen, kompresi ekstralumen, dan infiltrasi pleksus myenteric. Tipe tumor tersering adalah adenokarsinoma.[7]

Infeksi Parasit

Akalasia sekunder bisa disebabkan oleh infeksi parasit Trypanosoma cruzi, yang sering disebut sebagai penyakit Chagas. Parasit ini umumnya ditemukan di benua Amerika. Trypanosoma cruzi menyebabkan destruksi pleksus myenteric dan disfungsi neuron post-ganglionic di bagian esofagus distal.[4]

Faktor Risiko

Faktor risiko akalasia adalah infeksi parasit dan virus. Selain itu, penyakit autoimun juga menjadi salah satu faktor risiko. Contoh kondisi autoimun yang menjadi faktor risiko adalah lupus eritematosus sistemik (SLE), sindrom Sjogren, esofagitis eosinofilik, dan skleroderma.[8]

 

 

Direvisi oleh: dr. Irene Cindy Sunur

Referensi

2. Pressman A, Behar J. Etiology and Pathogenesis of Idiopathic Achalasia. Journal of Clinical Gastroenterology. 2017;51(3):195-202.
3. O’Neill O, Johnston BT, Coleman HG. Achalasia: A review of clinical diagnosis, epidemiology, treatment and outcomes. World Journal of Gastroenterology. 2013;19(35):5806-5812.
4. Pandolfino J, Gawron A. Achalasia A Systematic Review. JAMA. 2015;313(18):1841-1852.
5. Patel D, Kim H, Zidofya J, Vaezi M. Idiopathic (primary) achalasia: a review. Orphanet Journal of Rare Diseases. 2015;10:1-14.
6. Hedayanti N, Supriono. Achalasia: A Review of Etiology, Pathophysiology, and Treatment. The Indonesian Journal of Gastroenterology, Hepatology, and Digestive Endoscopy. 2016;17(1):1-6.
7. Agrusa A, Romano G, Frazzetta G, et al. Achalasia Secondary to Submucosal Invasion by Poorly Differentiated Adenocarcinoma of the Cardia, Siewer II: Consideration on Preoperative Workup. Case Reports in Surgery. 2014:1-5.
8. Swaney J, Smith Y, Sachai W. Primary Achalasia: Practice Implications. The Journal for Nurse Practitioners. 2016;12(7):473-478.

Patofisiologi Akalasia
Epidemiologi Akalasia
Diskusi Terbaru
Anonymous
Dibalas 5 jam yang lalu
Pemberian cotrimoksazol pada pasien Hiv-TB
Oleh: Anonymous
1 Balasan
Halo dok, izin diskusi. Saya ada pasien tb dan juga terdiagnosis hiv. Hiv (+) lewat RDT saja tanpa cek cd4. Sudah di berikan arv dan cotrimoksazol 1x960mg....
Anonymous
Dibalas 6 jam yang lalu
Pemberian VAR dan SAR pada pasien terduga rabies
Oleh: Anonymous
2 Balasan
Alo dokter, selamat sore. Saya ingin bertanya apakah pemberian VAR/SAR dapat diberikan pada pasien dengan risiko tinggi rabies yang kejadian tergigit hewan...
dr.fandi sukowicaksono
Dibalas 13 menit yang lalu
Apakah USG kehamilan dapat mendeteksi riwayat kehamilan sebelumnya yang tidak diketahui?
Oleh: dr.fandi sukowicaksono
3 Balasan
Alo Dokter. ini cerita pasien saya kemarin.mr X usia 26 th datang konsultasi sendiri , menceritakan kejadian saat usg kehamilan anak pertama istrinya dengan...

Lebih Lanjut

Download Aplikasi Alomedika & Ikuti CME Online-nya!
Kumpulkan poin SKP sebanyak-banyaknya!

  • Tentang Kami
  • Advertise with us
  • Syarat dan Ketentuan
  • Privasi
  • Kontak Kami

© 2024 Alomedika.com All Rights Reserved.