Penatalaksanaan Akalasia
Penatalaksanaan akalasia atau achalasia adalah pneumatic balloon dilatation atau miotomi laparoskopi. Bila pneumatic balloon dilatation tidak memungkinkan untuk dilakukan, dokter dapat memberikan injeksi toksin botulinum secara endoskopi atau memberikan nifedipine dan nitrat. Pada pasien akalasia kronis, penatalaksanaan cenderung mengutamakan pencegahan aspirasi kronis.[4,9,12]
Terapi Nonfarmakologis
Berdasarkan rekomendasi dari American Clinical Gastroenterology, tindakan pneumatic balloon dilatation atau miotomi laparoskopi adalah penatalaksanaan definitif akalasia. Penatalaksanaan nonfarmakologis cenderung menghasilkan respons baik pada gejala akalasia. Namun, kekambuhan masih mungkin terjadi. Pembedahan pada akalasia cenderung bervariasi tetapi umumnya mencakup pneumodilation, laparoscopic Heller myotomy, dan peroral endoscopic myotomy.[1,4,9,12]
Pneumodilation
Pada pneumatic balloon dilatation, ballon dikembangkan secara melintang pada sfingter esofagus bawah, sehingga mengakibatkan ruptur otot sekitarnya. Hal ini memperbaiki lapisan otot yang memiliki kontraksi abnormal. Tujuan terapi ini adalah menurunkan tekanan sfingter esofagus bawah dengan memberikan tekanan pada sfingter esofagus bawah menggunakan noncompliant polyethylene balloons.[1,4,9,12]
Terapi pneumatic dilation ini dapat diberikan pada pasien rawat jalan selama 2–6 jam. Setelah itu, pasien dapat kembali beraktivitas secara normal esok harinya. Komplikasi yang mungkin disebabkan oleh pneumodilation ini adalah perforasi sfingter esofagus bawah. Terapi pneumodilation disarankan diberikan pada pasien dengan akalasia tipe 2 dan usia <60 tahun. Hal ini dikarenakan komplikasi lebih sering terjadi pada pasien yang berusia >60.[1,4,9,12]
Laparoscopic Heller Myotomy (LHM)
Pada LHM, sfingter esofagus bawah dioperasi untuk menurunkan tekanan agar dapat berelaksasi dengan baik. Terapi LHM baik dilakukan pada pasien dengan usia <40 tahun, akalasia tipe 2, tekanan istirahat sfingter esofagus bawah >30 mmHg, dan morfologi esofagus yang lurus tanpa perubahan morfologi signifikan di bagian distal. Komplikasi yang mungkin terjadi adalah perforasi dan refluks pascaoperasi.[1,4,9,12]
Peroral Endoscopic Myotomy (POEM)
Miotomi secara endoskopi menjadi tata laksana alternatif pada akalasia. Secara singkat, POEM membentuk lubang di lapisan submukosa untuk bisa mencapai sfingter esofagus bawah serta melakukan diseksi pada lapisan otot untuk menurunkan tekanan di sfingter esofagus bawah. Angka kesuksesan POEM tinggi, yaitu 89–100%.[1,4,9,12]
Terapi Farmakologis
Penatalaksanaan medikamentosa yang menjadi pilihan untuk pasien akalasia adalah obat-obatan yang menurunkan tekanan sfingter esofagus bawah, terutama relaksan otot. Dua golongan obat yang paling sering digunakan dan diakui efektif adalah nitrat dan calcium channel blocker (CCB). Contoh CCB yang paling sering digunakan untuk terapi akalasia adalah nifedipine. Obat-obat ini bekerja dengan memproduksi nitrogen oksida yang diikuti dengan penurunan kadar kalsium intraseluler.[1,4,12]
Agen farmakologis lain yang juga dapat menjadi terapi akalasia adalah toksin botulinum yang merupakan neurotoksin. Neurotoksin ini menghambat pelepasan asetilkolin dari ujung saraf. Toksin botulinum ini diinjeksikan langsung pada sfingter esofagus bawah dengan endoskopi. Kelemahan terapi ini adalah efek terapi tidak bertahan lama dan terapi perlu diulang untuk menghasilkan respons yang baik.[1,4,9,12]
Penatalaksanaan Akalasia Stadium Akhir
Pasien akalasia stadium akhir sering mengalami megaesofagus atau sigmoid esofagus. Hal ini ditandai dengan dilatasi esofagus yang besar dan berputar. Pada stadium akhir ini, reseksi esofagus dibutuhkan untuk memperbaiki kualitas hidup.[1,3,12]
Beberapa konsensus menyatakan bahwa miotomi perlu dilakukan lebih dulu sebelum reseksi esofagus. Apabila reseksi esofagus telah dilakukan, rekonstruksi saluran cerna lainnya perlu dilakukan. Pemindahan posisi lambung menjadi pilihan pertama dalam rekonstruksi.[1,3,12]
Direvisi oleh: dr. Irene Cindy Sunur