Pendahuluan Crohn's Disease
Crohn’s disease, atau penyakit Crohn, adalah penyakit inflamasi sistemik berulang yang utamanya mempengaruhi sistem gastrointestinal. Pasien dengan Crohn’s disease umumnya datang dengan keluhan diare persisten atau nokturnal, nyeri abdomen, penurunan berat badan, demam, dan perdarahan per rektal.[1,2]
Selain gejala gastrointestinal, pasien dengan Crohn’s disease dapat mengalami gejala ekstraintestinal, yakni episkleritis, uveitis, aphthous stomatitis, steatosis hepar, kolelitiasis, kolangitis, nefrolitiasis, hidronefrosis, infeksi saluran kemih, ankylosing spondylitis, arthritis, eritema nodosum, dan pyoderma gangrenosum.[1,8]
Diagnosis Crohn’s disease ditegakkan dengan baku emas berupa endoskopi. Tanda khas pada Crohn’s disease adalah inflamasi transmural yang dapat terjadi di sepanjang saluran cerna; tetapi paling sering terlihat pada ileum terminal dan kolon dekstra. Pada endoskopi dapat ditemui cobblestone appearance dengan beberapa area usus yang memiliki mukosa normal (skip lesions).[6]
Selain itu klinisi juga perlu membedakan Crohn’s disease dari penyakit kolitis ulseratif atau penyakit inflamasi usus lainnya.
Penatalaksanaan Crohn’s disease ditentukan berdasarkan lokasi inflamasi, pola penyakit, aktivitas penyakit, dan tingkat keparahannya. Penatalaksanaan Crohn’s disease bertujuan untuk mencapai kontrol klinis terbaik, menjaga kualitas hidup penderita, serta untuk anak-anak agar dapat tercapai tingkat nutrisi yang sesuai dengan kebutuhan. Hingga saat ini, belum ada terapi kuratif untuk penyakit ini.[3]
Direvisi oleh: dr. Gabriela Widjaja