Masuk atau Daftar

Alo! Masuk dan jelajahi informasi kesehatan terkini dan terlengkap sesuai kebutuhanmu di sini!
atau dengan
Facebook
Masuk dengan Email
Masukkan Kode Verifikasi
Masukkan kode verifikasi yang telah dikirimkan melalui SMS ke nomor
Kami telah mengirim kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Kami telah mengirim ulang kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Terjadi kendala saat memproses permintaan Anda. Silakan coba kembali beberapa saat lagi.
Selanjutnya

Tidak mendapatkan kode? Kirim ulang atau Ubah Nomor Ponsel

Mohon Tunggu dalam Detik untuk kirim ulang

Apakah Anda memiliki STR?
Alo, sebelum melanjutkan proses registrasi, silakan identifikasi akun Anda.
Ya, Daftar Sebagai Dokter
Belum punya STR? Daftar Sebagai Mahasiswa

Nomor Ponsel Sudah Terdaftar

Nomor yang Anda masukkan sudah terdaftar. Silakan masuk menggunakan nomor [[phoneNumber]]

Masuk dengan Email

Silakan masukkan email Anda untuk akses Alomedika.
Lupa kata sandi ?

Masuk dengan Email

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk akses Alomedika.

Masuk dengan Facebook

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk verifikasi akun Alomedika.

KHUSUS UNTUK DOKTER

Logout
Masuk
Download Aplikasi
  • CME
  • Webinar
  • E-Course
  • Diskusi Dokter
  • Penyakit & Obat
    Penyakit A-Z Obat A-Z Tindakan Medis A-Z
Diagnosis Drug-Induced Liver Injury (DILI) annisa-meidina 2024-07-23T13:02:08+07:00 2024-07-23T13:02:08+07:00
Drug-Induced Liver Injury (DILI)
  • Pendahuluan
  • Patofisiologi
  • Etiologi
  • Epidemiologi
  • Diagnosis
  • Penatalaksanaan
  • Prognosis
  • Edukasi dan Promosi Kesehatan

Diagnosis Drug-Induced Liver Injury (DILI)

Oleh :
dr.Monica
Share To Social Media:

Diagnosis Drug-Induced Liver Injury (DILI) perlu dicurigai pada pasien yang mengalami gejala hepatotoksisitas setelah konsumsi obat, zat herbal, atau suplemen diet tertentu. Gejala dapat berupa ikterus, urin berwarna gelap, atau feses berwarna pucat. Pada pemeriksaan laboratorium, akan ditemui abnormalitas parameter fungsi hepar, seperti kadar alkalin fosfatase, albumin, dan bilirubin.[2-4,13]

Anamnesis

Temuan anamnesis pada DILI mencakup riwayat penggunaan obat-obatan dalam beberapa minggu hingga bulan sebelum onset gejala hepatotoksisitas. Penting untuk mendokumentasikan semua obat yang dikonsumsi pasien, termasuk obat resep, obat bebas, suplemen herbal, dan suplemen diet.

Gejala DILI dapat bervariasi dari asimtomatik hingga ikterus, mual, muntah, kelelahan, nyeri perut bagian atas, dan pruritus. Riwayat paparan terhadap obat yang diketahui memiliki potensi hepatotoksisitas adalah komponen penting. Contoh obat yang berpotensi hepatotoksik adalah paracetamol, amoxicillin klavulanat, cotrimoxazole, isoniazid, ketoconazole, phenytoin, lamotrigine, asam valproat, dan methotrexate.

Anamnesis juga harus mencakup faktor risiko pasien seperti usia, jenis kelamin, konsumsi alkohol, dan penyakit hati yang sudah ada sebelumnya. Penting untuk mengidentifikasi waktu antara mulai konsumsi obat dan munculnya gejala, serta perubahan dosis atau penggunaan obat baru, untuk membantu menilai hubungan kausal antara obat dan cedera hati.[2-4,9,14-17]

Pemeriksaan Fisik

Temuan pemeriksaan fisik pada DILI bisa sangat bervariasi tergantung pada tingkat keparahan dan jenis cedera hati. Pasien mungkin menunjukkan tanda-tanda ikterus seperti sklera ikterus dan jaundice pada kulit. Hepatomegali dapat ditemukan melalui palpasi abdomen.

Pada kasus yang lebih berat, dapat ditemukan tanda-tanda ensefalopati hepatik seperti perubahan status mental, asterixis, dan disorientasi. Pruritus yang terkait dengan peningkatan kadar bilirubin mungkin terlihat dengan adanya ekskoriasi kulit.

Selain itu, pasien dapat menunjukkan tanda-tanda umum lain seperti malaise, kelelahan, dan kehilangan berat badan. Pemeriksaan fisik juga harus mencakup penilaian untuk mengecualikan tanda-tanda penyakit hati kronis atau sirosis, seperti spider angioma, ginekomastia, dan edema.[2-4]

Diagnosis Banding

Diagnosis banding DILI antara lain hepatitis viral, cedera hepar iskemik, kolangiopati, dan koledokolitiasis.[2-4]

Hepatitis Viral

Untuk membedakan DILI dari hepatitis viral diperlukan anamnesis yang cermat mencakup riwayat penggunaan obat dalam beberapa minggu hingga bulan sebelum onset gejala, serta adanya faktor risiko paparan virus hepatitis seperti riwayat transfusi darah, penggunaan narkoba suntik, atau kontak dengan pasien hepatitis. Pemeriksaan laboratorium harus mencakup serologi virus hepatitis untuk mendeteksi infeksi aktif, seperti HBsAg, anti-HCV, dan anti-HAV IgM.[2-4]

Cedera Hepar Iskemik

Untuk membedakan DILI dari cedera hepar iskemik seperti sindrom Budd-Chiari akut, anamnesis, pemeriksaan fisik, dan penilaian pencitraan sangat penting. Anamnesis pada pasien dengan DILI biasanya menunjukkan riwayat penggunaan obat tertentu sebelum onset gejala, sementara pada sindrom Budd-Chiari akut, faktor risiko seperti gangguan koagulasi, neoplasma, atau riwayat trombosis lebih relevan.

Pemeriksaan fisik pada sindrom Budd-Chiari akut sering menunjukkan hepatomegali yang nyeri, asites, dan pembengkakan tungkai bawah akibat obstruksi vena hepatika. Pencitraan seperti ultrasonografi Doppler, CT scan, atau MRI abdomen dapat mengidentifikasi trombosis vena hepatika dan membantu menegakkan diagnosis sindrom Budd-Chiari akut.[2-4]

Kolangiopati

Pada DILI, riwayat penggunaan obat atau suplemen sebelum onset gejala adalah petunjuk penting, sementara kolangiopati sering berhubungan dengan penyakit autoimun seperti primary sclerosing cholangitis, infeksi, atau obstruksi bilier. Pencitraan seperti MRCP (magnetic resonance cholangiopancreatography) atau ERCP (endoscopic retrograde cholangiopancreatography) dapat mengidentifikasi kelainan struktural atau obstruksi saluran empedu, yang membantu dalam diagnosis kolangiopati.[2-4]

Koledokolitiasis

Koledokolitiasis biasanya terkait dengan riwayat nyeri perut kolik, demam, dan ikterus episodik, yang dikenal sebagai triad Charcot. Pemeriksaan fisik pada koledokolitiasis dapat menunjukkan nyeri tekan pada kuadran kanan atas dan tanda Murphy positif. Pencitraan seperti ultrasonografi abdomen, MRCP, atau ERCP dapat mengidentifikasi batu di saluran empedu dan tanda-tanda dilatasi bilier, yang mengkonfirmasi koledokolitiasis.[2-4]

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang diperlukan untuk mengonfirmasi adanya disfungsi hepar. Ini biasanya ditandai oleh abnormalitas parameter fungsi hepar, seperti kadar alkalin fosfatase, albumin, dan bilirubin.[1-4]

Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaaan laboratorium yang diperlukan untuk menunjang diagnosis DILI adalah pemeriksaan biokimia hepar, meliputi kadar kadar alanine aminotransferase (ALT), aspartate aminotransferase (AST), gamma-glutamyl transferase (GGT), kadar bilirubin, dan albumin. Peningkatan kadar ALT dan AST menandakan adanya cedera hepatoseluler. Pada kerusakan hepar, juga akan terjadi peningkatan bilirubin, albumin, dan International Normalized Ratio (INR).[2-4]

Pemeriksaan laboratorium lain bisa digunakan untuk mengeksklusi diagnosis banding. Contohnya adalah pemeriksaan serologi hepatitis untuk mengeksklusi disfungsi hepar akibat hepatitis viral, seperti IgM anti-HAV, HbsAg, HBV DNA, anti-HCV, dan HCV RNA.[2-4,13]

Pencitraan

Pencitraan juga dapat diperlukan untuk eksklusi diagnosis banding seperti kolelitiasis dan kolangiopati. Pencitraan dapat berupa ultrasonografi abdomen, CT scan abdomen, MRI abdomen, MRCP (magnetic resonance cholangiopancreatography), dan ERCP (endoscopic retrograde cholangiopancreatography).[2-4]

Biopsi Hepar

Biopsi hepar bisa diperlukan pada kondisi:

  • Etiologi gangguan hepar tidak dapat dipastikan tanpa dilakukannya biopsi
  • Peningkatan hasil pemeriksaan biokimia hepar yang persisten atau penurunan fungsi hepar setelah menghentikan obat yang dicurigai
  • Kadar AST tidak menurun >50% pada 30-60 hari setelah menghentikan obat yang dicurigai
  • Nilai biokimia hepar ditemukan abnormal >180 hari dengan adanya kecurigaan penyakit hepar kronik atau DILI kronik
  • Kasus suspek DILI dengan penyakit hepar yang mendasari di mana etiologi DILI tidak dapat ditentukan
  • Onset gangguan hepar terjadi setelah transplantasi organ

Sekitar sepertiga hingga setengah kasus DILI akan menimbulkan gambaran biopsi berupa cedera hepar hepatoseluler akut dan disertai jenis histologi nekro-inflamasi, yang mencakup hepatitis akut atau kronis dengan atau tanpa disertai kolestasis ringan. Pola histologis dapat mencakup berbagai tingkat peradangan lobular, peradangan portal, apoptosis, granuloma, nekrosis koagulatif, dan nekrosis konfluen.

Manifestasi histologis DILI yang kurang umum termasuk fatty liver disease, steatosis akibat obat, dan steatohepatitis akibat obat. DILI yang mengakibatkan cedera pembuluh darah dapat menyebabkan gambaran hiperplasia regeneratif nodular (NRH), venopati portal obliteratif (OPV), dan gambaran veno-oklusif.[2-4]

Kriteria Diagnosis

Pada prinsipnya, untuk bisa mendiagnosis DILI maka harus dipastikan bahwa pemberian obat berkaitan dengan gejala disfungsi hepar yang timbul. Menurut American Association for the Study of Liver Diseases, DILI sebagian besar merupakan diagnosis klinis eksklusi yang mengandalkan riwayat medis terperinci termasuk paparan obat, pola dan hasil tes biokimia hati sebelum dan sesudah penghentian obat, serta eksklusi penyebab penyakit hati lainnya.

DILI yang signifikan secara klinis umumnya didefinisikan sebagai salah satu dari berikut ini:

  • AST atau ALT serum > 5 kali batas atas normal atau alkaline fosfatase (ALP) > 2 kali batas atas normal (atau nilai awal sebelum pengobatan jika nilai dasar tidak normal) pada dua kesempatan terpisah dengan jarak setidaknya 24  jam
  • Bilirubin serum total > 2,5 mg/dl disertai peningkatan kadar AST, ALT, atau ALP serum, atau
  • INR > 1,5 dengan peningkatan AST, ALT, atau ALP serum.

Hal ini tentu harus didukung dengan temuan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang mengindikasikan adanya hubungan kausal antara konsumsi obat dengan terjadinya gejala cedera hepar. Penyebab gangguan hepar lain, seperti hepatitis viral atau obstruksi bilier, juga harus dieksklusi.[3]

Referensi

1. Ercin CN. New classification of drug induced liver injury (DILI) in AASLD guidance: What is next? Hepatol Forum. 2024 Mar 8;5(2):61-62. doi: 10.14744/hf.2024.2024.0011
2. Mao Y, Ma S, Liu C, Liu X, Su M, Li D, et al. Chinese guideline for the diagnosis and treatment of drug-induced liver injury: an update. Hepatol Int. 2024 Apr 1;18(2):384–419.
3. Fontana RJ, Liou I, Reuben A, Suzuki A, Fiel MI, Lee W, et al. AASLD practice guidance on drug, herbal, and dietary supplement-induced liver injury. Hepatology. 2023 Mar 1;77(3):1036–65.
4. Chalasani NP, Maddur H, Russo MW, Wong RJ, Reddy KR. ACG Clinical Guideline: Diagnosis and Management of Idiosyncratic Drug-Induced Liver Injury. American Journal of Gastroenterology. 2021 May 1;116(5):878–98.
9. Pranata JR, Mariadi IK, Somayana G. Prevalensi dan Gambaran Umum Drug-Induced Liver Injury Akibat Obat Anti Tuberkulosis pada Pasien Tuberkulosis RSUP Sanglah Denpasar Periode Agustus 2016 – Juli 2017. J Med Uday, 2019.
13. Brennan PN, Cartlidge P, Manship T, Dillon JF. Guideline review: EASL clinical practice guidelines: drug-induced liver injury (DILI). Frontline Gastroenterology. BMJ Publishing Group; 2022. 13(4):332–6.
14. Seri Mahayanti NK, I Putu Alit Sudarsana. Laporan Kasus: Drug-induced liver injury pada pasien tuberkulosis relaps. Intisari Sains Medis. 2022 Dec 30;13(3):792–5.
15. Mardani M, Mohammadshahi J, abolghasemi S, Teimourpour R. Drug-induced liver injury due to tofacitinib: a case report. J Med Case Rep. 2023; 17(1).
16. Kusumaningrum R, Sidhartani M, Kusumawati NRD. Drug Induced Liver Injury, Fulminant Hepatic Failure and Tuberculosis on 15 Year Old Girl: A Case Report. Int J Clin Pediatr Child Health. 2021;3(2).
17. Robiyanto R, Liana J, Purwanti NU. Kejadian Obat-Obatan Penginduksi Kerusakan Liver pada Pasien Sirosis Rawat Inap di RSUD Dokter Soedarso Kalimantan Barat. Jurnal Sains Farmasi & Klinis. 2019; 6(3):274.

Epidemiologi Drug-Induced Liver ...
Penatalaksanaan Drug-Induced Liv...

Artikel Terkait

  • Waspada Suplemen Herbal dapat Merusak Hati!
    Waspada Suplemen Herbal dapat Merusak Hati!
Diskusi Terkait
Anonymous
Dibalas 13 Mei 2024, 09:01
Peningkatan enzim liver tanpa gejala klinis
Oleh: Anonymous
2 Balasan
Ijin diskusi, pasien anak 1 tahun 3 bulan dengan penigkatan SGOT (1100) SGPT (900) tanpa adanya gejala klinis yang muncul seperti jaundice, ikterik, tidak...
dr.Agaprita Eunike Sirait
Dibalas 20 September 2021, 08:02
Pasien perempuan, usia 14 tahun dengan keluhan perut sakit, mata dan kulit menguning, nafsu makan hilang, lemas, mata gatal
Oleh: dr.Agaprita Eunike Sirait
5 Balasan
Alo, dokter. Saya izin berdiskusi. Saya mendapatkan user yg menanyakan mengenai kerabatnya, perempuan, usia 14 th.Keluhannya perut sakit, mata dan kulit...

Download Aplikasi Alomedika & Ikuti CME Online-nya!
Kumpulkan poin SKP sebanyak-banyaknya!

  • Tentang Kami
  • Advertise with us
  • Syarat dan Ketentuan
  • Privasi
  • Kontak Kami

© 2024 Alomedika.com All Rights Reserved.