Diagnosis Drug-Induced Liver Injury (DILI)
Diagnosis Drug-Induced Liver Injury (DILI) perlu dicurigai pada pasien yang mengalami gejala hepatotoksisitas setelah konsumsi obat, zat herbal, atau suplemen diet tertentu. Gejala dapat berupa ikterus, urin berwarna gelap, atau feses berwarna pucat. Pada pemeriksaan laboratorium, akan ditemui abnormalitas parameter fungsi hepar, seperti kadar alkalin fosfatase, albumin, dan bilirubin.[2-4,13]
Anamnesis
Temuan anamnesis pada DILI mencakup riwayat penggunaan obat-obatan dalam beberapa minggu hingga bulan sebelum onset gejala hepatotoksisitas. Penting untuk mendokumentasikan semua obat yang dikonsumsi pasien, termasuk obat resep, obat bebas, suplemen herbal, dan suplemen diet.
Gejala DILI dapat bervariasi dari asimtomatik hingga ikterus, mual, muntah, kelelahan, nyeri perut bagian atas, dan pruritus. Riwayat paparan terhadap obat yang diketahui memiliki potensi hepatotoksisitas adalah komponen penting. Contoh obat yang berpotensi hepatotoksik adalah paracetamol, amoxicillin klavulanat, cotrimoxazole, isoniazid, ketoconazole, phenytoin, lamotrigine, asam valproat, dan methotrexate.
Anamnesis juga harus mencakup faktor risiko pasien seperti usia, jenis kelamin, konsumsi alkohol, dan penyakit hati yang sudah ada sebelumnya. Penting untuk mengidentifikasi waktu antara mulai konsumsi obat dan munculnya gejala, serta perubahan dosis atau penggunaan obat baru, untuk membantu menilai hubungan kausal antara obat dan cedera hati.[2-4,9,14-17]
Pemeriksaan Fisik
Temuan pemeriksaan fisik pada DILI bisa sangat bervariasi tergantung pada tingkat keparahan dan jenis cedera hati. Pasien mungkin menunjukkan tanda-tanda ikterus seperti sklera ikterus dan jaundice pada kulit. Hepatomegali dapat ditemukan melalui palpasi abdomen.
Pada kasus yang lebih berat, dapat ditemukan tanda-tanda ensefalopati hepatik seperti perubahan status mental, asterixis, dan disorientasi. Pruritus yang terkait dengan peningkatan kadar bilirubin mungkin terlihat dengan adanya ekskoriasi kulit.
Selain itu, pasien dapat menunjukkan tanda-tanda umum lain seperti malaise, kelelahan, dan kehilangan berat badan. Pemeriksaan fisik juga harus mencakup penilaian untuk mengecualikan tanda-tanda penyakit hati kronis atau sirosis, seperti spider angioma, ginekomastia, dan edema.[2-4]
Diagnosis Banding
Diagnosis banding DILI antara lain hepatitis viral, cedera hepar iskemik, kolangiopati, dan koledokolitiasis.[2-4]
Hepatitis Viral
Untuk membedakan DILI dari hepatitis viral diperlukan anamnesis yang cermat mencakup riwayat penggunaan obat dalam beberapa minggu hingga bulan sebelum onset gejala, serta adanya faktor risiko paparan virus hepatitis seperti riwayat transfusi darah, penggunaan narkoba suntik, atau kontak dengan pasien hepatitis. Pemeriksaan laboratorium harus mencakup serologi virus hepatitis untuk mendeteksi infeksi aktif, seperti HBsAg, anti-HCV, dan anti-HAV IgM.[2-4]
Cedera Hepar Iskemik
Untuk membedakan DILI dari cedera hepar iskemik seperti sindrom Budd-Chiari akut, anamnesis, pemeriksaan fisik, dan penilaian pencitraan sangat penting. Anamnesis pada pasien dengan DILI biasanya menunjukkan riwayat penggunaan obat tertentu sebelum onset gejala, sementara pada sindrom Budd-Chiari akut, faktor risiko seperti gangguan koagulasi, neoplasma, atau riwayat trombosis lebih relevan.
Pemeriksaan fisik pada sindrom Budd-Chiari akut sering menunjukkan hepatomegali yang nyeri, asites, dan pembengkakan tungkai bawah akibat obstruksi vena hepatika. Pencitraan seperti ultrasonografi Doppler, CT scan, atau MRI abdomen dapat mengidentifikasi trombosis vena hepatika dan membantu menegakkan diagnosis sindrom Budd-Chiari akut.[2-4]
Kolangiopati
Pada DILI, riwayat penggunaan obat atau suplemen sebelum onset gejala adalah petunjuk penting, sementara kolangiopati sering berhubungan dengan penyakit autoimun seperti primary sclerosing cholangitis, infeksi, atau obstruksi bilier. Pencitraan seperti MRCP (magnetic resonance cholangiopancreatography) atau ERCP (endoscopic retrograde cholangiopancreatography) dapat mengidentifikasi kelainan struktural atau obstruksi saluran empedu, yang membantu dalam diagnosis kolangiopati.[2-4]
Koledokolitiasis
Koledokolitiasis biasanya terkait dengan riwayat nyeri perut kolik, demam, dan ikterus episodik, yang dikenal sebagai triad Charcot. Pemeriksaan fisik pada koledokolitiasis dapat menunjukkan nyeri tekan pada kuadran kanan atas dan tanda Murphy positif. Pencitraan seperti ultrasonografi abdomen, MRCP, atau ERCP dapat mengidentifikasi batu di saluran empedu dan tanda-tanda dilatasi bilier, yang mengkonfirmasi koledokolitiasis.[2-4]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang diperlukan untuk mengonfirmasi adanya disfungsi hepar. Ini biasanya ditandai oleh abnormalitas parameter fungsi hepar, seperti kadar alkalin fosfatase, albumin, dan bilirubin.[1-4]
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaaan laboratorium yang diperlukan untuk menunjang diagnosis DILI adalah pemeriksaan biokimia hepar, meliputi kadar kadar alanine aminotransferase (ALT), aspartate aminotransferase (AST), gamma-glutamyl transferase (GGT), kadar bilirubin, dan albumin. Peningkatan kadar ALT dan AST menandakan adanya cedera hepatoseluler. Pada kerusakan hepar, juga akan terjadi peningkatan bilirubin, albumin, dan International Normalized Ratio (INR).[2-4]
Pemeriksaan laboratorium lain bisa digunakan untuk mengeksklusi diagnosis banding. Contohnya adalah pemeriksaan serologi hepatitis untuk mengeksklusi disfungsi hepar akibat hepatitis viral, seperti IgM anti-HAV, HbsAg, HBV DNA, anti-HCV, dan HCV RNA.[2-4,13]
Pencitraan
Pencitraan juga dapat diperlukan untuk eksklusi diagnosis banding seperti kolelitiasis dan kolangiopati. Pencitraan dapat berupa ultrasonografi abdomen, CT scan abdomen, MRI abdomen, MRCP (magnetic resonance cholangiopancreatography), dan ERCP (endoscopic retrograde cholangiopancreatography).[2-4]
Biopsi Hepar
Biopsi hepar bisa diperlukan pada kondisi:
- Etiologi gangguan hepar tidak dapat dipastikan tanpa dilakukannya biopsi
- Peningkatan hasil pemeriksaan biokimia hepar yang persisten atau penurunan fungsi hepar setelah menghentikan obat yang dicurigai
- Kadar AST tidak menurun >50% pada 30-60 hari setelah menghentikan obat yang dicurigai
- Nilai biokimia hepar ditemukan abnormal >180 hari dengan adanya kecurigaan penyakit hepar kronik atau DILI kronik
- Kasus suspek DILI dengan penyakit hepar yang mendasari di mana etiologi DILI tidak dapat ditentukan
- Onset gangguan hepar terjadi setelah transplantasi organ
Sekitar sepertiga hingga setengah kasus DILI akan menimbulkan gambaran biopsi berupa cedera hepar hepatoseluler akut dan disertai jenis histologi nekro-inflamasi, yang mencakup hepatitis akut atau kronis dengan atau tanpa disertai kolestasis ringan. Pola histologis dapat mencakup berbagai tingkat peradangan lobular, peradangan portal, apoptosis, granuloma, nekrosis koagulatif, dan nekrosis konfluen.
Manifestasi histologis DILI yang kurang umum termasuk fatty liver disease, steatosis akibat obat, dan steatohepatitis akibat obat. DILI yang mengakibatkan cedera pembuluh darah dapat menyebabkan gambaran hiperplasia regeneratif nodular (NRH), venopati portal obliteratif (OPV), dan gambaran veno-oklusif.[2-4]
Kriteria Diagnosis
Pada prinsipnya, untuk bisa mendiagnosis DILI maka harus dipastikan bahwa pemberian obat berkaitan dengan gejala disfungsi hepar yang timbul. Menurut American Association for the Study of Liver Diseases, DILI sebagian besar merupakan diagnosis klinis eksklusi yang mengandalkan riwayat medis terperinci termasuk paparan obat, pola dan hasil tes biokimia hati sebelum dan sesudah penghentian obat, serta eksklusi penyebab penyakit hati lainnya.
DILI yang signifikan secara klinis umumnya didefinisikan sebagai salah satu dari berikut ini:
- AST atau ALT serum > 5 kali batas atas normal atau alkaline fosfatase (ALP) > 2 kali batas atas normal (atau nilai awal sebelum pengobatan jika nilai dasar tidak normal) pada dua kesempatan terpisah dengan jarak setidaknya 24 jam
- Bilirubin serum total > 2,5 mg/dl disertai peningkatan kadar AST, ALT, atau ALP serum, atau
- INR > 1,5 dengan peningkatan AST, ALT, atau ALP serum.
Hal ini tentu harus didukung dengan temuan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang mengindikasikan adanya hubungan kausal antara konsumsi obat dengan terjadinya gejala cedera hepar. Penyebab gangguan hepar lain, seperti hepatitis viral atau obstruksi bilier, juga harus dieksklusi.[3]