Edukasi dan Promosi Kesehatan Drug-Induced Liver Injury (DILI)
Edukasi pasien dan promosi kesehatan pada Drug-Induced Liver Injury (DILI) melibatkan penjelasan mengenai pentingnya menghindari penggunaan obat yang diketahui atau dicurigai sebagai penyebab, serta memberikan informasi tentang potensi risiko hepatotoksisitas dari obat dan suplemen herbal yang dikonsumsi pasien.
Pada pasien yang mengonsumsi obat yang berpotensi menyebabkan DILI, pasien harus diberi tahu untuk segera melaporkan gejala awal hepatotoksisitas seperti ikterus, kelelahan berlebihan, atau nyeri perut atas. Sebelum meresepkan obat, dokter sebaiknya juga mengecek obat apa saja yang sudah dikonsumsi pasien, atau melakukan pengukuran parameter fungsi hati sebelum memulai pemberian obat baru.[2-4]
Edukasi Pasien
Pasien perlu diberi penjelasan mengenai obat atau suplemen yang menjadi penyebab, termasuk mekanisme potensial hepatotoksisitas dan mengapa penggunaan harus dihentikan. Di Indonesia, edukasi mengenai DILI perlu dilakukan secara rutin pada pasien yang memulai terapi antituberkulosis karena DILI merupakan efek samping yang umum ditemukan.
Pasien juga harus memahami pentingnya mengikuti instruksi medis dengan ketat dan melaporkan segera jika ada gejala baru atau memburuk. Pasien perlu diberi tahu tentang tanda dan gejala yang harus diwaspadai jika terjadi perburukan, seperti peningkatan ikterus, kelelahan berlebihan, nyeri perut bagian atas, dan perubahan warna urine atau feses.
Selain itu, penting untuk menginformasikan pasien mengenai perlunya pemantauan fungsi hati secara berkala melalui tes laboratorium untuk menilai pemulihan dan mendeteksi adanya komplikasi lebih awal. Jelaskan juga terapi yang diperlukan pada pasien. Bila pasien mengalami gagal hati akut, jelaskan kemungkinan perlunya transplantasi hati.[2-4]
Upaya Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
Hal terpenting dalam pencegahan hepatotoksisitas yang signifikan secara klinis akibat DILI adalah deteksi dini kejadian DILI sebelum bergejala atau menjadi parah. Oleh karena itu, pada pasien yang mengonsumsi agen dengan potensi sedang hingga tinggi menyebabkan DILI, pemantauan berkala dan terprogram sebaiknya dilakukan.[2,3]
Pengawasan Oleh Petugas Kesehatan
Sebelum pemberian obat baru, dokter harus teliti dalam menilai dan mengidentifikasi faktor risiko potensial untuk DILI atau pasien yang berisiko. Pertimbangkan sepenuhnya manfaat dan risiko, serta hindari peresepan obat hepatotoksik jika memungkinkan.
Interaksi obat yang berbahaya harus diketahui dan dideteksi. Sebagai contoh, kombinasi obat inhibitor CYP3A4, seperti erythromycin dan itraconazole, dapat menyebabkan peningkatan kadar obat dalam darah dan meningkatkan risiko DILI.
Selain itu, untuk obat dengan indeks terapeutik yang sempit atau obat tertentu yang berisiko tinggi, pemantauan peresepan obat sebaiknya dilakukan. Sebagai contoh, selama terapi dengan vancomycin dan antiepilepsi lamotrigine, pemantauan obat dapat mengurangi toksisitas yang disebabkan oleh penggunaan obat yang tidak rasional.[2,3,5]
Edukasi Mengenai Beberapa Jenis Makanan yang Mempengaruhi Farmakokinetik Obat
Selain itu, dokter dan petugas kesehatan lain juga perlu memberikan edukasi untuk berbagai jenis makanan yang bisa mempengaruhi aspek farmakokinetik obat. Sebagai contoh, katekol dan kafein dalam minuman teh dan kopi dapat menyebabkan peningkatan konsentrasi obat yang dimetabolisme oleh CYP2E1, seperti acyclovir dan kuinolon. Jus jeruk bali juga dapat meningkatkan konsentrasi imunosupresan, statin, dan obat lain yang dimetabolisme oleh CYP3A4.[2,3,5]