Diagnosis Gastroparesis
Diagnosis gastroparesis perlu dicurigai pada pasien yang mengeluhkan gejala gastrointestinal (seperti mual, muntah, begah, dan nyeri perut), serta memiliki faktor risiko seperti diabetes mellitus atau riwayat pembedahan. Perlu diperhatikan bahwa kemungkinan obstruksi pada saluran pencernaan harus disingkirkan terlebih dahulu sebelum dapat mendiagnosis gastroparesis.[1-4]
Anamnesis
Gejala gastroparesis disebabkan oleh keterlambatan pengosongan lambung. Gejala dapat mencakup mual, muntah, hilangnya nafsu makan, rasa cepat lapar dan juga cepat kenyang, begah, distensi abdomen, hingga nyeri perut. Gejala lain yang mungkin dikeluhkan pasien adalah konstipasi ataupun gangguan defekasi.
Rasa lapar yang sering dan begah merupakan keluhan tersering pada gastroparesis pasca pembedahan. Pada kasus ini, mayoritas pasien mengalami resolusi setelah 1 tahun pasca tindakan.[1,2]
Pada anamnesis juga perlu ditanyakan riwayat penyakit dahulu yang diderita pasien. Riwayat penyakit dahulu yang perlu mendapat perhatian antara lain diabetes mellitus, riwayat penyakit jaringan ikat (seperti skleroderma dan sindrom Sjogren), myopati, ataupun riwayat operasi abdomen maupun operasi regio thoraks. Kondisi-kondisi ini dapat menyebabkan kerusakan pada nervus vagus yang diduga berkaitan dengan terjadinya gastroparesis.
Selain riwayat penyakit dahulu, riwayat pengobatan juga perlu ditanyakan lebih detail. Pasien yang rutin mengkonsumsi analgesik opioid, menjalani pengobatan golongan antikolinergik, ataupun penggunaan cannabinoid terkait erat dengan terjadinya gastroparesis.[2-4]
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik gastroparesis umumnya tidak menunjukkan hasil yang bermakna. Meski demikian, perlu dilakukan pemeriksaan terkait status hidrasi dan nutrisi pasien. Selain itu, pemeriksaan fisik juga dilakukan untuk mencari tanda adanya penyakit yang berhubungan dengan gastroparesis, misalnya penyakit jaringan ikat yang dapat ditandai dengan mikrostomia, telangiektasis, ataupun sklerodaktili.[2]
Diagnosis Banding
Beberapa kondisi dapat menyerupai gejala gastroparesis karena penyakit ini tidak memiliki karakteristik klinis yang khas. Mual dan muntah yang merupakan gejala yang paling utama pada gastroparesis dapat timbul pada berbagai kondisi klinis lain.
Obstruksi Mekanis
Sebelum mendiagnosis gastroparesis, adanya obstruksi mekanik pada saluran cerna perlu disingkirkan. Obstruksi mekanik, utamanya pada gastric outlet, akan menunjukkan gejala yang sangat mirip dengan gastroparesis. Pemeriksaan pencitraan dan endoskopi dapat membedakan kedua kondisi ini.[2,3,5]
Sindrom Muntah Siklik
Pada sindrom muntah siklik, gejala mual muntah yang dikeluhkan pasien akan bersifat siklik dan rekuren. Episode mual-muntah dapat berlangsung selama beberapa jam atau hari, diikuti dengan periode bebas gejala dan periode rekurensi.[5]
Gangguan Psikiatri
Gejala gastroparesis juga dapat ditemukan pada berbagai kondisi psikiatri, seperti gangguan cemas dan gangguan makan. Berbagai obat yang digunakan pada pasien dengan gangguan psikiatri juga dapat menyebabkan perlambatan pengosongan lambung. Oleh karena itu, perlu dilakukan pemeriksaan psikiatri dan penunjang yang detail untuk membedakan kedua kondisi ini.[5]
Pemeriksaan Penunjang
Adapun pemeriksaan penunjang yang sering dilakukan untuk menegakkan diagnosis gastroparesis, yaitu pemeriksaan scintigraphy, wireless motility capsule (WMC), dan carbon breath testing. Pemeriksaan scintigraphy menjadi pemeriksaan paling umum dan menjadi pemeriksaan baku emas untuk menegakkan diagnosis gastroparesis.[1,2]
Pemeriksaan Laboratorium
Pada pasien dengan gejala yang mengarah ke gastroparesis, sebaiknya dilakukan pemeriksaan skrining terhadap diabetes, fungsi tiroid, penyakit neurologi, riwayat operasi bariatrik sebelumnya, dan penyakit autoimun. Pemeriksaan laboratorium dipilih sesuai indikasi berdasarkan data yang didapat dari anamnesis dan pemeriksaan fisik.[1,2,4]
Esofagogastroduodenoskopi
Pemeriksaan endoskopi ini dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan penyebab obstruksi dari saluran pencernaan. Selain itu, endoskopi juga dapat menemukan adanya sisa-sisa makanan pada lambung yang mengindikasikan pengosongan lambung yang berjalan lambat. Meski demikian, hal ini tidak dapat serta merta menegakkan diagnosis gastroparesis.[1,2,4]
Double-Contrast Upper Gastrointestinal Radiography
Gambaran yang mungkin menandakan adanya gastroparesis berdasarkan pemeriksaan radiografi kontras ini, yaitu berkurangnya atau hilangnya gerakan peristaltik, dilatasi gaster, adanya retensi dari isi gaster, serta terlambatnya pengosongan lambung dengan barium. Namun pemeriksaan ini tetap tidak lebih superior dibanding pemeriksaan scintigraphy, dikarenakan barium tidak memiliki karakteristik kimia yang menyerupai makanan.[1,2,4]
Gastric Emptying Scintigraphy (GES)
Pemeriksaan gastric emptying scintigraphy (GES) menjadi pemeriksaan baku emas dari penegakkan diagnosis gastroparesis. Pada pemeriksaan scintigraphy, pasien wajib dipuasakan di malam hari sebelum pemeriksaan dan sebaiknya pemeriksaan dilakukan di pagi hari. Merokok juga harus dihentikan sebelum pemeriksaan dilakukan.
Pemeriksaan dilakukan menggunakan makanan padat yang mengandung technetium (TC)-99m sulfur colloid radiolabeled sebagai radiotracer. Radiotracer ini sebaiknya menempel dengan 2 butir telur, 2 slice roti tawar dengan selai, dan air. Perlu diperhatikan bahwa riwayat alergi terhadap bahan makanan yang digunakan adalah suatu kontraindikasi.
Makanan sebaiknya dihabiskan secara cepat dalam 10 menit, apabila tidak bisa dihabiskan, minimal harus dikonsumsi 50% dari porsi yang diberikan. Pemeriksaan tidak bisa dilakukan jika makanan yang dikonsumsi kurang dari 50% porsi yang diberikan.
Setelah mengonsumsi makanan tersebut, maka akan dilakukan pemeriksaan radiografi pada jam ke-0, 1, 2, dan 4 setelah menelan. Keterlambatan pengosongan lambung dinilai apabila makanan yang tersisa > 90% pada 1 jam pertama; > 60% pada 2 jam; dan > 10% setelah 4 jam.
Pada pasien diabetes, lakukan pemeriksaan kadar glukosa puasa terlebih dahulu. Hasil yang diharapkan adalah < 275 g/dl.
Obat-obatan yang termasuk dalam golongan prokinetik, seperti metoklopramid dan domperidone, sebaiknya dihentikan dahulu 2 hari sebelum pemeriksaan dilakukan.[1,2,4,6]
Gastric Emptying Breath Test (GEBT)
Gastric emptying breath test (GEBT) adalah pemeriksaan alternatif dari GES yang memiliki konsep seperti urea breath test pada infeksi Helicobacter pylori. Pemeriksaan GEBT menggunakan makanan senilai 238 kcal yang terdiri dari C-Spirulina platensis, telur, 6 potong makanan ringan, dan 180 ml air. Pasien akan makan makanan tersebut setelah 8 jam puasa, kemudian akan diminta untuk menghembuskan nafas pada alat spirometri dan dinilai pada menit ke-0, 45, 90, 120, 150, 180, dan 240.
Melalui pemeriksaan ini, akan dilihat kadar karbon yang diekspirasi oleh pasien. Kadar karbon yang diekspirasikan berbanding proporsional dengan laju pengosongan lambung. Namun, kekurangan dari pemeriksaan GEBT adalah hanya dapat menilai laju pengosongan lambung secara indirek karena kadar karbon yang diekspirasikan juga bergantung pada laju pencernaan dan penyerapan makanan di usus. Oleh karenanya, pasien dengan insufisiensi pankreas, malabsorpsi, dan penyakit paru kronik tidak sesuai untuk menjalani pemeriksaan ini.[1,2,4]
Wireless Motility Capsule
Wireless motility capsule merupakan sebuah pemeriksaan yang menggunakan kapsul sebesar 2,6 mm diameter yang dapat ditelan. Kapsul ini dapat digunakan untuk mengukur suhu, kadar pH, dan tekanan.
Kapsul tersebut akan keluar sendirinya melalui feses dalam 2-5 hari dan data yang terekam akan dianalisis. Waktu kapsul tersebut berada dalam lambung didefinisikan sebagai waktu retensi dengan menilai kadar perubahan pH pada saat kapsul berada di antrum gaster dan berpindah ke duodenum. Apabila waktu retensi di lambung lebih dari 5 jam, maka dapat disimpulkan adanya keterlambatan pengosongan lambung.[1,2]
Elektrogastrografi
Elektrogastrografi digunakan untuk merekam aktivitas pergerakan lambung menggunakan elektroda yang diposisikan di lokasi lambung. Elektroda sebaiknya sudah dipasangkan 45–60 menit sebelum makan, kemudian setelah itu pasien diminta makan makanan senilai 500 kcal sembari dilakukan perekaman.
Elektrogastrografi akan mengevaluasi ritme peristaltik lambung dan akan menilai siklus peristaltik tersebut per menit ya. Nilai peristaltik lambung yang diharapkan adalah 2,4 hingga 3,6 siklus per menit. Apabila didapatkan hasil diluar nilai tersebut, maka dapat disimpulkan terjadi disritmia yang terkait dengan gastroparesis.[1,2]