Masuk atau Daftar

Alo! Masuk dan jelajahi informasi kesehatan terkini dan terlengkap sesuai kebutuhanmu di sini!
atau dengan
Facebook
Masuk dengan Email
Masukkan Kode Verifikasi
Masukkan kode verifikasi yang telah dikirimkan melalui SMS ke nomor
Kami telah mengirim kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Kami telah mengirim ulang kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Terjadi kendala saat memproses permintaan Anda. Silakan coba kembali beberapa saat lagi.
Selanjutnya

Tidak mendapatkan kode? Kirim ulang atau Ubah Nomor Ponsel

Mohon Tunggu dalam Detik untuk kirim ulang

Apakah Anda memiliki STR?
Alo, sebelum melanjutkan proses registrasi, silakan identifikasi akun Anda.
Ya, Daftar Sebagai Dokter
Belum punya STR? Daftar Sebagai Mahasiswa

Nomor Ponsel Sudah Terdaftar

Nomor yang Anda masukkan sudah terdaftar. Silakan masuk menggunakan nomor [[phoneNumber]]

Masuk dengan Email

Silakan masukkan email Anda untuk akses Alomedika.
Lupa kata sandi ?

Masuk dengan Email

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk akses Alomedika.

Masuk dengan Facebook

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk verifikasi akun Alomedika.

KHUSUS UNTUK DOKTER

Logout
Masuk
Download Aplikasi
  • CME
  • Webinar
  • E-Course
  • Diskusi Dokter
  • Penyakit & Obat
    Penyakit A-Z Obat A-Z Tindakan Medis A-Z
Diagnosis Gastroparesis general_alomedika 2025-02-05T11:10:23+07:00 2025-02-05T11:10:23+07:00
Gastroparesis
  • Pendahuluan
  • Patofisiologi
  • Etiologi
  • Epidemiologi
  • Diagnosis
  • Penatalaksanaan
  • Prognosis
  • Edukasi dan Promosi Kesehatan

Diagnosis Gastroparesis

Oleh :
dr. Audrey Amily
Share To Social Media:

Diagnosis gastroparesis perlu dicurigai pada pasien yang mengeluhkan gejala gastrointestinal (seperti mual, muntah, begah, dan nyeri perut), serta memiliki faktor risiko seperti diabetes mellitus atau riwayat pembedahan. Perlu diperhatikan bahwa kemungkinan obstruksi pada saluran pencernaan harus disingkirkan terlebih dahulu sebelum dapat mendiagnosis gastroparesis.[1-4]

Anamnesis

Gejala gastroparesis disebabkan oleh keterlambatan pengosongan lambung. Gejala dapat mencakup mual, muntah, hilangnya nafsu makan, rasa cepat lapar dan juga cepat kenyang, begah, distensi abdomen, hingga nyeri perut. Gejala lain yang mungkin dikeluhkan pasien adalah konstipasi ataupun gangguan defekasi.

Rasa lapar yang sering dan begah merupakan keluhan tersering pada gastroparesis pasca pembedahan. Pada kasus ini, mayoritas pasien mengalami resolusi setelah 1 tahun pasca tindakan.[1,2]

Pada anamnesis juga perlu ditanyakan riwayat penyakit dahulu yang diderita pasien. Riwayat penyakit dahulu yang perlu mendapat perhatian antara lain diabetes mellitus, riwayat penyakit jaringan ikat (seperti skleroderma dan sindrom Sjogren), myopati, ataupun riwayat operasi abdomen maupun operasi regio thoraks. Kondisi-kondisi ini dapat menyebabkan kerusakan pada nervus vagus yang diduga berkaitan dengan terjadinya gastroparesis.

Selain riwayat penyakit dahulu, riwayat pengobatan juga perlu ditanyakan lebih detail. Pasien yang rutin mengkonsumsi analgesik opioid, menjalani pengobatan golongan antikolinergik, ataupun penggunaan cannabinoid terkait erat dengan terjadinya gastroparesis.[2-4]

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik gastroparesis umumnya tidak menunjukkan hasil yang bermakna. Meski demikian, perlu dilakukan pemeriksaan terkait status hidrasi dan nutrisi pasien. Selain itu, pemeriksaan fisik juga dilakukan untuk mencari tanda adanya penyakit yang berhubungan dengan gastroparesis, misalnya penyakit jaringan ikat yang dapat ditandai dengan mikrostomia, telangiektasis, ataupun sklerodaktili.[2]

Diagnosis Banding

Beberapa kondisi dapat menyerupai gejala gastroparesis karena penyakit ini tidak memiliki karakteristik klinis yang khas. Mual dan muntah yang merupakan gejala yang paling utama pada gastroparesis dapat timbul pada berbagai kondisi klinis lain.

Obstruksi Mekanis

Sebelum mendiagnosis gastroparesis, adanya obstruksi mekanik pada saluran cerna perlu disingkirkan. Obstruksi mekanik, utamanya pada gastric outlet, akan menunjukkan gejala yang sangat mirip dengan gastroparesis. Pemeriksaan pencitraan dan endoskopi dapat membedakan kedua kondisi ini.[2,3,5]

Sindrom Muntah Siklik

Pada sindrom muntah siklik, gejala mual muntah yang dikeluhkan pasien akan bersifat siklik dan rekuren. Episode mual-muntah dapat berlangsung selama beberapa jam atau hari, diikuti dengan periode bebas gejala dan periode rekurensi.[5]

Gangguan Psikiatri

Gejala gastroparesis juga dapat ditemukan pada berbagai kondisi psikiatri, seperti gangguan cemas dan gangguan makan. Berbagai obat yang digunakan pada pasien dengan gangguan psikiatri juga dapat menyebabkan perlambatan pengosongan lambung. Oleh karena itu, perlu dilakukan pemeriksaan psikiatri dan penunjang yang detail untuk membedakan kedua kondisi ini.[5]

Pemeriksaan Penunjang

Adapun pemeriksaan penunjang yang sering dilakukan untuk menegakkan diagnosis gastroparesis, yaitu pemeriksaan scintigraphy, wireless motility capsule (WMC), dan carbon breath testing. Pemeriksaan scintigraphy menjadi pemeriksaan paling umum dan menjadi pemeriksaan baku emas untuk menegakkan diagnosis gastroparesis.[1,2]

Pemeriksaan Laboratorium

Pada pasien dengan gejala yang mengarah ke gastroparesis, sebaiknya dilakukan pemeriksaan skrining terhadap diabetes, fungsi tiroid, penyakit neurologi, riwayat operasi bariatrik sebelumnya, dan penyakit autoimun. Pemeriksaan laboratorium dipilih sesuai indikasi berdasarkan data yang didapat dari anamnesis dan pemeriksaan fisik.[1,2,4]

Esofagogastroduodenoskopi

Pemeriksaan endoskopi ini dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan penyebab obstruksi dari saluran pencernaan. Selain itu, endoskopi juga dapat menemukan adanya sisa-sisa makanan pada lambung yang mengindikasikan pengosongan lambung yang berjalan lambat. Meski demikian, hal ini tidak dapat serta merta menegakkan diagnosis gastroparesis.[1,2,4]

Double-Contrast Upper Gastrointestinal Radiography

Gambaran yang mungkin menandakan adanya gastroparesis berdasarkan pemeriksaan radiografi kontras ini, yaitu berkurangnya atau hilangnya gerakan peristaltik, dilatasi gaster, adanya retensi dari isi gaster, serta terlambatnya pengosongan lambung dengan barium. Namun pemeriksaan ini tetap tidak lebih superior dibanding pemeriksaan scintigraphy, dikarenakan barium tidak memiliki karakteristik kimia yang menyerupai makanan.[1,2,4]

Gastric Emptying Scintigraphy (GES)

Pemeriksaan gastric emptying scintigraphy (GES) menjadi pemeriksaan baku emas dari penegakkan diagnosis gastroparesis. Pada pemeriksaan scintigraphy, pasien wajib dipuasakan di malam hari sebelum pemeriksaan dan sebaiknya pemeriksaan dilakukan di pagi hari. Merokok juga harus dihentikan sebelum pemeriksaan dilakukan.

Pemeriksaan dilakukan menggunakan makanan padat yang mengandung technetium (TC)-99m sulfur colloid radiolabeled sebagai radiotracer. Radiotracer ini sebaiknya menempel dengan 2 butir telur, 2 slice roti tawar dengan selai, dan air. Perlu diperhatikan bahwa riwayat alergi terhadap bahan makanan yang digunakan adalah suatu kontraindikasi.

Makanan sebaiknya dihabiskan secara cepat dalam 10 menit, apabila tidak bisa dihabiskan, minimal harus dikonsumsi 50% dari porsi yang diberikan. Pemeriksaan tidak bisa dilakukan jika makanan yang dikonsumsi kurang dari 50% porsi yang diberikan.

Setelah mengonsumsi makanan tersebut, maka akan dilakukan pemeriksaan radiografi pada jam ke-0, 1, 2, dan 4 setelah menelan. Keterlambatan pengosongan lambung dinilai apabila makanan yang tersisa > 90% pada 1 jam pertama; > 60% pada 2 jam; dan > 10% setelah 4 jam.

Pada pasien diabetes, lakukan pemeriksaan kadar glukosa puasa terlebih dahulu. Hasil yang diharapkan adalah < 275 g/dl.

Obat-obatan yang termasuk dalam golongan prokinetik, seperti metoklopramid dan domperidone, sebaiknya dihentikan dahulu 2 hari sebelum pemeriksaan dilakukan.[1,2,4,6]

Gastric Emptying Breath Test (GEBT)

Gastric emptying breath test (GEBT) adalah pemeriksaan alternatif dari GES yang memiliki konsep seperti urea breath test pada infeksi Helicobacter pylori. Pemeriksaan GEBT menggunakan makanan senilai 238 kcal yang terdiri dari C-Spirulina platensis, telur, 6 potong makanan ringan, dan 180 ml air. Pasien akan makan makanan tersebut setelah 8 jam puasa, kemudian akan diminta untuk menghembuskan nafas pada alat spirometri dan dinilai pada menit ke-0, 45, 90, 120, 150, 180, dan 240.

Melalui pemeriksaan ini, akan dilihat kadar karbon yang diekspirasi oleh pasien. Kadar karbon yang diekspirasikan berbanding proporsional dengan laju pengosongan lambung. Namun, kekurangan dari pemeriksaan GEBT adalah hanya dapat menilai laju pengosongan lambung secara indirek karena kadar karbon yang diekspirasikan juga bergantung pada laju pencernaan dan penyerapan makanan di usus. Oleh karenanya, pasien dengan insufisiensi pankreas, malabsorpsi, dan penyakit paru kronik tidak sesuai untuk menjalani pemeriksaan ini.[1,2,4]

Wireless Motility Capsule

Wireless motility capsule merupakan sebuah pemeriksaan yang menggunakan kapsul sebesar 2,6 mm diameter yang dapat ditelan. Kapsul ini dapat digunakan untuk mengukur suhu, kadar pH, dan tekanan.

Kapsul tersebut akan keluar sendirinya melalui feses dalam 2-5 hari dan data yang terekam akan dianalisis. Waktu kapsul tersebut berada dalam lambung didefinisikan sebagai waktu retensi dengan menilai kadar perubahan pH pada saat kapsul berada di antrum gaster dan berpindah ke duodenum. Apabila waktu retensi di lambung lebih dari 5 jam, maka dapat disimpulkan adanya keterlambatan pengosongan lambung.[1,2]

Elektrogastrografi

Elektrogastrografi digunakan untuk merekam aktivitas pergerakan lambung menggunakan elektroda yang diposisikan di lokasi lambung. Elektroda sebaiknya sudah dipasangkan 45–60 menit sebelum makan, kemudian setelah itu pasien diminta makan makanan senilai 500 kcal  sembari dilakukan perekaman.

Elektrogastrografi akan mengevaluasi ritme peristaltik lambung dan akan menilai siklus peristaltik tersebut per menit ya. Nilai peristaltik lambung yang diharapkan adalah 2,4 hingga 3,6 siklus per menit. Apabila didapatkan hasil diluar nilai tersebut, maka dapat disimpulkan terjadi disritmia yang terkait dengan gastroparesis.[1,2]

Referensi

1. Liu N, Abell T. Gastroparesis Updates on Pathogenesis and Management. Gut Liver. 2017; 11(5): 579-589
2. Satta P, Bellini M, Morelli O, Geri F, Lai M, Bassotti G. Gastroparesis: New insights into an old disease. World Journal of Gastroenterology. 2020; 26(19): 2333-2348
3. Bielefeldt K. Gastroparesis: concepts, controversies, and challenges. Scientifica (Cairo). 2012;2012:424802. doi: 10.6064/2012/424802. Epub 2012 Aug 8. PMID: 24278691; PMCID: PMC3820446.
4. Benjamin S, Kelly E, Brian L. Gastroparesis: A Review of Current Diagnosis and Treatment Options. Journal of Clinical Gastroenterology. 2015; 49(7): 550-558.
5. Reddivari AKR, Mehta P. Gastroparesis. In: StatPearls. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing. 2022. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK551528/
6. Farrell MB. Gastric Emptying Scintigraphy. Journal of Nuclear Medicine Technology. 2019; 47(2): 111-118.

Epidemiologi Gastroparesis
Penatalaksanaan Gastroparesis

Artikel Terkait

  • Red Flag Dispepsia
    Red Flag Dispepsia
  • Efikasi dan Keamanan Obat-Obatan untuk Gastroparesis – Telaah Jurnal Alomedika
    Efikasi dan Keamanan Obat-Obatan untuk Gastroparesis – Telaah Jurnal Alomedika
Diskusi Terbaru
dr. Siti Wahida Aminina
Dibalas 10 jam yang lalu
Sertifikat dr alomedika di tolak di plafom skp
Oleh: dr. Siti Wahida Aminina
2 Balasan
Izin bertanya, adakah sertifikat dokter dokter di tolak dr flatfom skp, kenapa ya? Apa salah masukkan data apa gimana?
dr. Eunike
Dibalas 5 jam yang lalu
Tinea di groin yang berulang - ALOPALOOZA Dermatologi
Oleh: dr. Eunike
2 Balasan
Alo Dok. Pasien perempuan 40 tahun dengan keluhan gatal dan rash di selangkangan berulang, apakah perlu salep antijamur kombinasi dengan steroids, ya, karena...
dr.Eurena Maulidya Putri P
Dibalas 5 jam yang lalu
Ikuti Webinar ber-SKP Kemkes - Cegah Preeklamsia dengan Suplementasi Kalsium - Selasa, 27 Mei 2025, Pukul 11.00 – 12.30 WIB
Oleh: dr.Eurena Maulidya Putri P
3 Balasan
ALO Dokter!Ikuti Webinar Alomedika ber-SKP Kemkes "Cegah Preeklamsia dengan Suplementasi Kalsium" untuk mempelajari seberapa efektif kalsium dalam mencegah...

Lebih Lanjut

Download Aplikasi Alomedika & Ikuti CME Online-nya!
Kumpulkan poin SKP sebanyak-banyaknya!

  • Tentang Kami
  • Advertise with us
  • Syarat dan Ketentuan
  • Privasi
  • Kontak Kami

© 2024 Alomedika.com All Rights Reserved.