Penatalaksanaan Gastroparesis
Penatalaksanaan gastroparesis harus mencakup evaluasi dan koreksi status nutrisi, pengurangan gejala, perbaikan pengosongan lambung, dan kontrol glikemik pada pasien diabetes mellitus. Status nutrisi pasien sebaiknya diperbaiki dengan modifikasi diet oral. Jika asupan oral tidak adekuat, maka nutrisi enteral melalui selang jejunostomi dapat dipertimbangkan.
Opsi terapi lain adalah prokinetik, antiemetik, dan gastric electrical stimulation (GES). Namun, perlu diketahui bahwa efikasi dan keamanan dari kesemua modalitas ini masih memerlukan data ilmiah lebih lanjut.
Tindakan bedah, seperti gastrektomi parsial dan pyloroplasti, jarang diperlukan.[7]
Modifikasi Diet
Modifikasi diet menjadi hal yang esensial dalam penatalaksanaan gastroparesis. Diet sebaiknya dimodifikasi menjadi makanan dalam porsi yang kecil dengan frekuensi yang lebih sering (4-5 kali sehari). Konsistensi diet yang disarankan adalah konsistensi cair hingga lunak. Hindari makanan-makanan yang bersifat tinggi lemak dan produk susu. Alkohol dan merokok juga harus dihindari karena dapat memperlambat kontraksi antral.[1,2]
Pada pasien yang memiliki kesulitan dalam konsumsi nutrisi oral, nutrisi enteral perlu dipertimbangkan. Pemberian nutrisi melalui selang nasojejunum menjadi pilihan utama, apabila tidak dapat dilakukan jejunotomi. Pemasangan selang nasogastrik ataupun pemasangan gastrotomi tidak direkomendasikan karena gejala gastroparesis tidak akan membaik dan risiko aspirasi lebih tinggi.
Nutrisi enteral sebaiknya diberikan 25-50 mL per jam dengan kandungan 1,5 kalori per mL. Pemberian nutrisi enteral tersebut dapat ditingkatkan bertahap. Pemberian nutrisi enteral harus lebih diprioritaskan dibandingkan nutrisi total parenteral. Pemberian nutrisi total parenteral hanya dipilih apabila sudah terjadi dismotilitas pada usus kecil.[1,2,4]
Kontrol Glikemik
Kontrol gula darah juga merupakan komponen penting dalam penatalaksanaan gastroparesis. Kadar gula darah yang tinggi berpengaruh terhadap motilitas lambung karena dapat menghambat pengosongan lambung. Pada pasien dengan gastroparesis diabetik, sebaiknya perubahan diet mengacu pada normalisasi kadar gula darah di tubuh.[1,2,4]
Farmakoterapi
Farmakoterapi mencakup agen prokinetik, agonis motilin, 5HT4- receptor agonist, dan terapi simptomatik.
Obat-obatan untuk gastroparesis telah ditinjau efikasi dan keamanannya dalam artikel terpisah.
Agen Prokinetik
Terapi medikamentosa yang utama digunakan untuk gastroparesis ini adalah golongan prokinetik. Antidopaminergik, seperti metoklopramid, telah disetujui sebagai bagian dari pengobatan gastroparesis.Metoklopramid memiliki efek antiemetik dan prokinetik.[1,2]
Saat ini, metoklopramid masih menjadi satu-satunya obat golongan antidopaminergik yang disetujui oleh FDA dalam penatalaksanaan gastroparesis. Metoklopramid dapat diberikan dengan dosis 5 mg sebanyak 3 kali per hari, dengan dosis maksimal 40 mg per hari. Penggunaan metoklopramid perlu pengawasan klinis yang ketat karena efek samping piramidal yang sering terjadi. Metoklopramid sebaiknya digunakan tidak lebih dari 12 minggu.[1,2,4]
Selain metoklopramid, domperidone juga dapat menjadi pilihan tata laksana pilihan gastroparesis. Domperidone memiliki risiko efek samping piramidal lebih ringan dibandingkan dengan metoklopramid, namun memiliki efek ke irama jantung yang lebih besar. Hingga kini, penggunaan domperidone untuk gastroparesis belum disetujui FDA.[1]
Agonis Motilin
Penatalaksanaan lainnya adalah dengan reseptor motilin. Motilin merupakan suatu hormon peptida yang mengaktivasi otot polos. Antibiotik golongan makrolid memiliki efek agonis terhadap reseptor motilin dan dapat membantu pengosongan lambung.
Erythromycin terbukti memiliki efek positif sebagai prokinetik, juga memiliki efek dalam meregulasi kontraksi antrum dan mengatur koordinasi antroduodenal, serta mengurangi resistensi pada bagian fundus. Sudah terdapat studi yang menunjukkan bahwa pemberian erythromycin dapat membantu pengosongan lambung pada pasien dengan gastroparesis idiopatik dan gastroparesis diabetik. Selain erythromycin, azithromycin juga memiliki efek positif dalam meningkatkan kontraktilitas dari antral lambung. Namun, perlu diperhatikan adanya risiko efek samping takifilaksis, ototoksisitas, dan pemanjangan interval QT.[1,2,4,5]
5HT4- Receptor Agonist
Pengobatan dengan 5HT4- receptor agonist juga sering menjadi tata laksana pilihan. Contoh obat yang sering digunakan adalah tegaserod. Namun, ketersediaan obat terbatas.[1]
Terapi Simptomatik
Antiemetik sering diperlukan karena gejala yang paling banyak muncul pada gastroparesis adalah mual dan muntah. Obat-obatan yang dapat digunakan misalnya prometazin dan ondansetron.[1,2,4]
Gastric Electrical Stimulator (GES)
Penggunaan gastric electrical stimulator (GES) direkomendasikan apabila gastroparesis tidak membaik dengan terapi medikamentosa ataupun terapi nutrisi yang sudah diberikan. Alat ini memiliki elektroda yang ditempatkan pada dinding anterior dari lambung dan memberikan stimulus-stimulus untuk memicu motilitas. [1,2,4] Penggunaan GES dilaporkan mampu meringankan gejala, utamanya mual-muntah, dan mengurangi kebutuhan suplementasi nutrisi. Implantasi alat ini memerlukan tindakan bedah, baik dengan laparoskopi ataupun laparotomi.[5]
Stent Transpylorus
Pemasangan stent transpylorus umumnya dikerjakan secara endoskopi. Setelah stent dipasang, akan dilanjutkan dengan penjahitan untuk memfiksasi posisi stent tersebut.[2]
Dilatasi Pilorus
Dilatasi pilorus dilakukan menggunakan balon dengan diameter sebesar 20 mm dan sepanjang 5 cm. Teknik ini dikerjakan secara endoskopi. Balon yang telah dipasang diharap dapat tetap membuka jalur pergerakan makanan dari lambung ke duodenum tanpa mempengaruhi gerakan peristaltik.[1,2]
Pembedahan
Terapi pembedahan adalah pilihan terakhir dalam tata laksana gastroparesis. Pembedahan dapat dipertimbangkan pada pasien gastroparesis yang tidak mengalami perbaikan dengan semua pilihan tata laksana noninvasif. Tujuan dari terapi pembedahan ini adalah mengurangi resistensi pada saat pengosongan lambung dan diharapkan dapat mengurangi keluhan
Terapi, pembedahan pada gastroparesis mencakup pyloroplasti, gastrektomi parsial, dan gastrektomi total. Pyloroplasti dilaporkan efektif dalam mengurangi keluhan yang dialami. Umumnya setelah tindakan dilakukan, akan dilanjutkan dengan pemasangan selang jejunostomi untuk pemberian nutrisi.[1,2,4]