Etiologi Clostridium Difficile Colitis
Etiologi dari clostridiosis adalah infeksi bakteri Clostridium difficile. Meskipun bakteri ini terdiri dari 400 strain tetapi hanya strain yang dapat menghasilkan toksin yang dapat menimbulkan penyakit. Infeksi Clostridium difficile yang termasuk dalam strain toksigenik juga masih mungkin dialami secara asimptomatik dikarenakan adanya pengaruh dari faktor host.[1,2]
Spora C. difficile dapat bertahan pada lingkungan selama beberapa bulan. Transmisi spora dapat terjadi ke pasien melalui kontak langsung petugas medis. Maka dari itu, mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir serta penggunaan sarung tangan dapat mencegah penularan.[1,2]
Clostridium difficile menghasilkan 2 jenis toksin, yaitu enterotoksin (toksin A) dan sitotoksin (toksin B). Enterotoksin (toksin A) akan mengganggu ikatan sel mukosa kolon terhadap membran basal dan merusak vili yang terdapat di lumen kolon. Sitotoksin (toksin B) akan menyebabkan apoptosis dari sel.
Kedua toksin ini akan menstimulasi monosit dan makrofag untuk menghasilkan interleukin yang mengakibatkan infiltrasi jaringan oleh neutrofil dan sel imun lainnya, dan berdampak pada inflamasi di mukosa kolon.[1,2]
Faktor Risiko
Faktor risiko utama terjadinya clostridiosis adalah penggunaan antibiotik yang sering atau jangka waktu lama. Faktor risiko lainnya dapat berupa populasi lansia terutama yang menetap di panti jompo, higienitas yang buruk, anak-anak pada populasi daycare, dan riwayat rawat inap di rumah sakit yang sering atau lama, inflammatory bowel disease, riwayat operasi gastrointestinal, riwayat keganasan atau neoplasma, riwayat imunosupresi atau penggunaan obat-obatan imunosupresan, dan penderita gagal ginjal kronik.[2,4,6]
Penggunaan Antibiotik yang Sering dan Lama
Hampir semua penggunaan antibiotik yang lama dan sering, dapat dikaitkan dengan terjadinya clostridiosis, termasuk metronidazole dan vancomycin yang menjadi penatalaksanaan dari clostridiosis ini. Paparan antibiotik golongan penisilin, sefalosporin, clindamycin, dan fluorokuinolon memiliki risiko lebih tinggi untuk terjadinya clostridiosis dibandingkan antibiotik jenis lain.
Kasus clostridiosis didapatkan 8-10 kali lebih tinggi pada saat terapi antibiotik tersebut dan 4 minggu setelahnya. Risiko ditemukan 3 kali lebih tinggi pada 2 bulan setelah penggunaan dari antibiotik.[2,3]
Usia Lansia
Risiko clostridiosis meningkat 5-10 kali lipat pada populasi usia >65 tahun dibandingkan populasi usia <65 tahun. Usia lansia juga memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami clostridiosis derajat berat dan angka mortalitas yang tinggi.[2,5,6]
Riwayat Rawat Inap
Pada hari pertama rawat inap, insiden clostridiosis berkisar 2.1-20%. Angka ini semakin meningkat seiring dengan durasi rawat inap. Dalam 1 bulan perawatan, risiko meningkat dari 20 menjadi 45.4% menurut penelitian Huang et al, atau dari 2.1 menjadi 50% menurut penelitian Clabots et al. Pada durasi rawat inap >1 bulan, risiko meningkat dari 1 menjadi 50%, menurut penelitian oleh Johnson, et al.[2]
Kondisi Komorbid
Faktor risiko lainnya adalah penyakit penyerta seperti inflammatory bowel disease, keganasan, transplantasi, penyakit ginjal kronis, dan penggunaan imunosupresan. Penekanan pada asam lambung dengan proton pump inhibitor juga meningkatkan risiko clostridiosis tetapi hal ini masih membutuhkan studi lebih lanjut.