Patofisiologi Gangguan Perdarahan Nonhemofilia
Patofisiologi gangguan perdarahan nonhemofilia dapat dibedakan berdasarkan penyebab gangguan perdarahan tersebut. Secara garis besarnya, patofisiologi gangguan perdarahan nonhemofilia dapat dikelompokkan menjadi kelainan pada sistem vaskular, trombosit, dan pembekuan darah.[5,6]
Sistem Vaskular
Sistem vaskular memiliki peran dalam mencegah perdarahan dengan vasokonstriksi dan aktivasi trombosit dan faktor pembekuan darah. Gangguan pada sistem vaskular akan menyebabkan gangguan perdarahan.[5,6]
Penyakit Von Willebrand (VWD)
Faktor Von Willebrand berperan dalam adhesi antar platelet pada pembuluh darah yang cedera dan menstabilkan ikatan antar faktor VIII. Faktor von Willebrand adalah sebuah glikoprotein yang diproduksi oleh sel endotelial dan megakariosit. Pada penyakit Von Willebrand (VWD), terjadi defisiensi atau disfungsi dari faktor VWD.[4,7]
Anomali Vaskular dengan Abnormalitas Jaringan Ikat
Anomali vaskular dapat menimbulkan gangguan perdarahan, terutama pada anak-anak. Dua penyakit bawaan yang terkait dengan gangguan pada jaringan ikat hingga menimbulkan gangguan perdarahan, yaitu sindrom Marfan dan sindrom Ehlers-Danlos.
Sindrom Marfan disebabkan oleh mutasi dari gen FBN1 yang berperan pada aktivitas matriks ekstraselular. Sedangkan, sindrom Ehlers-Danlos disebabkan oleh mutasi dari gen COL3A1 yang berperan dalam sintesis kolagen.
Sindrom Ehlers Danlos ditandai dengan kelainan jaringan ikat yang bermanifestasi sebagai hiperekstensibilitas kulit, penyembuhan luka yang lama, hipermobilitas sendi, dan mudah terjadi perdarahan. Ehlers-Danlos dapat menyebabkan gangguan perdarahan karena adanya abnormalitas platelet dan faktor koagulasi yang ditandai dengan defisiensi faktor IX, XI, dan XIII.
Selain itu, contoh anomali vaskular lain yang dapat menimbulkan gangguan perdarahan adalah hereditary hemorrhagic telangiectasia, vaskulitis, dan tumor vaskular.
Sindrom Waterhouse-Friderichsen
Sindrom ini memiliki karakteristik berupa demam yang mendadak, petekie, arthralgia, kelemahan, myalgia, perdarahan akut pada kelenjar adrenal, dan disfungsi dari sistem kardiovaskular.[8]
Sindrom Wiskott Aldrich
Sindrom ini merupakan sindrom bawaan yang diturunkan melalui kromosom X. Sindrom Wiskott Aldrich ditandai oleh dermatitis, purpura trombositopenia, dan infeksi piogenik berulang.[8]
GangguanTrombosit
Trombosit berperan dalam stabilisasi vaskular. Selain itu, trombosit juga berperan dalam pembentukan bekuan darah melalui proses adhesi trombosit, agregasi trombosit, dan reaksi pelepasan. Kelainan trombosit dapat menyebabkan gangguan perdarahan.[5]
Trombositopenia Neonatus
Trombositopenia neonatus umumnya disebabkan suatu proses autoimun. Pada neonatus dapat terjadi neonatal alloimmune thrombocytopenia (NAITP). Antigen yang terkandung pada platelet janin diturunkan dari ayah. Ibu dapat membentuk antibodi antiplatelet yang bisa melewati sawar plasenta dan menyerang platelet janin, sehingga menyebabkan terjadinya trombositopenia pada neonatus.
Trombositopenia pada neonatus umumnya terjadi <72 jam setelah lahir (early neonatal thrombocytopenia), namun juga dapat terjadi setelah 72 jam sejak lahir (late neonatal thrombocytopenia). Trombositopenia neonatus dapat sembuh sendiri dalam waktu 7-10 hari.[8]
Abnormalitas Fungsi Platelet
Abnormalitas fungsi platelet umumnya merupakan gangguan perdarahan yang didapat. Penyebab tersering dari terjadinya abnormalitas pada fungsi platelet adalah penggunaan obat-obatan.
Obat-obatan yang dapat menyebabkan gangguan fungsi platelet antara lain obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS), aspirin, asam valproat, antibiotik beta laktam, dan selective serotonin reuptake inhibitors (SSRI).
Selain dari obat-obatan, gangguan fungsi platelet juga dapat disebabkan oleh gangguan fungsi ginjal, penyakit hepar, ataupun keganasan.[8]
Defek pada Reseptor Platelet
Sindrom Bernard-Soulier, dimana didapatkan adanya defisiensi dari protein GPIb-X-V, dapat menyebabkan defek pada agregasi platelet karena platelet menjadi tidak dapat berikatan dengan faktor Von Willebrand. Tanda khas dari sindrom Bernard-Soulier ini adalah adanya abnormalitas dari bentuk platelet yang besar dan didapati trombositopenia.
Selain itu, juga terdapat penyakit Glanzmann trombastenia, dimana terjadi defisiensi pada αIIbß3 yang juga berperan dalam agregasi platelet. Protein ini bekerja untuk membentuk ikatan antara platelet dengan fibrinogen, kolagen, faktor von Willebrand, fibronektin, dan vitronektin.[2]
Disseminated Intravascular Coagulation
Disseminated intravascular coagulation (DIC) adalah suatu sindrom yang ditandai dengan perubahan proses koagulasi karena destruksi pembuluh darah yang terjadi secara bersamaan dan menyeluruh, dapat terkait dengan proses penyakit seperti trauma, sepsis, toxic shock syndrome, pelepasan endotoksin, ataupun kelainan pada kehamilan.
DIC dapat terjadi secara progresif akibat adanya defek pada protein C dan antitrombin yang menyebabkan kegagalan proses koagulasi. Namun, gangguan juga bisa terjadi pada proses fibrinolisis karena adanya peningkatan inhibitor plasminogen.
Penyakit yang mendasari juga menyebabkan pelepasan sitokin proinflamasi yang memiliki aktivitas antikoagulan. Semua sebab multifaktorial itu akan menyebabkan koagulopati konsumtif yang membuang banyak fibrinogen dan platelet, sehingga bermanifestasi sebagai perdarahan yang masif hingga kegagalan fungsi organ.[8]
Sistem Pembekuan Darah
Proses pembekuan darah terkait dengan protein plasma sebagai faktor pembekuan darah. Gangguan perdarahan akibat sistem pembekuan darah tersebut akan dijabarkan lebih lengkap di bawah ini.[5]
Gangguan Fibrinogen
Gangguan fibrinogen dapat bersifat kuantitatif ataupun kualitatif. Gangguan yang bersifat kuantitatif disebut juga afibrinogenemia, dimana didapati defisiensi atau tidak ada produksi dari fibrinogen.
Sedangkan, gangguan yang bersifat kualitatif disebut disfibrinogenemia, yaitu adanya defek struktural pada fibrinogen yang mengganggu konversi fibrinogen menjadi fibrin. Keduanya dapat terjadi secara kongenital maupun didapat.[8]
Defisiensi Protein C, Protein S, dan Antitrombin III
Protein C, protein S, dan antitrombin III merupakan komponen yang esensial terhadap proses koagulasi. Antitrombin III akan berikatan dengan permukaan sel endotel saat terjadi cedera, sedangkan protein C dan S berperan dalam aktivasi thrombin agar dapat bekerja pada sel endotel yang cedera.
Defisiensi pada protein ini bisa disebabkan adanya mutasi gen yang terkait dengan kelainan bawaan. Manifestasi klinis yang ditimbulkan disebut sebagai trombofilia.[7]
Defisiensi Faktor V
Faktor V dapat berperan sebagai prokoagulan dan antikoagulan. Faktor V yang teraktivasi menstimulasi pembentukan dari thrombin. Di lain pihak, faktor V juga berperan dalam degradasi factor VIII/VIIIa yang mengurangi pembentukan thrombin.
Defisiensi faktor V adalah kelainan yang diturunkan dan bersifat autosomal resesif. Gejala paling sering adalah perdarahan, dimana pada kondisi berat dapat menyebabkan perdarahan gastrointestinal dan perdarahan sistem saraf pusat yang mengancam nyawa.[7]
Defisiensi Faktor VII dan Faktor X
Defisiensi faktor VII dapat terjadi secara bawaan sebagai kelainan autosomal resesif, namun juga dapat disebabkan sebaga kelainan yang didapat, sebagai akibat dari defisiensi vitamin K, sepsis, ataupun kondisi autoimun.[7]
Direvisi oleh: dr. Gabriela Widjaja