Diagnosis Multiple Myeloma
Diagnosis multiple myeloma dimulai dengan mencari tanda dan gejala klinis akibat lesi tulang, abnormalitas hematopoietik, gangguan ginjal, dan gangguan neurologi. Pasien dapat mengalami nyeri tulang, fraktur patologis, perdarahan, anemia, neuropati, dan penurunan fungsi ginjal.
Pada pasien yang manifestasi klinisnya dicurigai sebagai multiple myeloma, diperlukan tes untuk deteksi protein M, misalnya serum protein electrophoresis (SPEP), serum immunofixation (SIFE), atau serum free light chain (SFLC). Namun, beberapa pasien mungkin tidak terdeteksi protein M. Biopsi sumsum tulang bisa membantu diagnosis dan perlu melibatkan fluorescent in situ hybridization (FISH) untuk deteksi abnormalitas genetik yang mungkin berkaitan dengan multiple myeloma.[1-4]
Anamnesis
Pasien bisa dijumpai dalam keadaan asimtomatik. Namun, pada pasien simtomatik, multiple myeloma umumnya bermanifestasi sebagai gangguan pada tulang, sistem hematopoietik, sistem saraf, dan juga ginjal. Keterlibatan tulang dalam kasus ini berperan penting untuk diagnosis.
Dari anamnesis, dokter dapat menemukan keluhan umum seperti penurunan berat badan, malaise, nyeri tulang, dan fraktur patologis. Perlu juga digali riwayat perdarahan dan riwayat infeksi berulang, terutama pneumonia dan infeksi saluran kemih. Risiko meningitis juga dilaporkan meningkat pada pasien multiple myeloma.
Pasien juga dapat mengeluhkan keluhan yang lebih jarang, seperti paresthesia, sefalgia, dyspnea, dan pandangan kabur. Waspadai keluhan neurologis yang bisa berkaitan dengan kompresi korda spinalis, misalnya nyeri punggung, kelemahan, numbness, atau disesthesia pada ekstremitas.[1-4]
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan pada area kepala terutama pada konjungtiva mata dapat menunjukkan anemia. Selain itu, pemeriksaan mata lebih lanjut mungkin menunjukkan exudative macular detachment, perdarahan retina, atau cotton-wool spots.
Pada tubuh, dokter mungkin menemukan ekimosis dan purpura. Pemeriksaan abdomen mungkin menunjukkan splenomegali. Selain itu, pada ekstremitas, dokter mungkin menemukan lesi tulang yang nyeri atau menemukan fraktur patologis. Fraktur lebih sering ditemukan pada ekstremitas bawah daripada atas.
Gejala-gejala neurologis juga dapat ditemukan, misalnya perubahan sensori (seperti hilangnya sensasi di bawah dermatom yang sesuai level kompresi spinal), neuropati, dan Carpal tunnel syndrome. Carpal tunnel syndrome bisa diperiksa dengan Tinel sign atau Phalen sign.[1-4]
Diagnosis Banding
Diagnosis banding multiple myeloma antara lain Waldenstrom’s macroglobulinemia dan monoclonal gammopathy of undetermined significance (MGUS).
Waldenstrom's Macroglobulinemia
Pada Waldenstrom’s macroglobulinemia, tipe protein M yang ditemukan adalah IgM. Waldenstrom’s macroglobulinemia adalah limfoma sel B langka yang ditandai dengan produksi berlebihan IgM monoklonal oleh sel-sel limfoplasmasitoid, yang sering mengarah pada hiperviskositas darah, anemia, dan pembesaran kelenjar getah bening serta limpa.[3]
Monoclonal Gammopathy of Undetermined Significance (MGUS)
Kondisi premaligna ini ditandai dengan tidak adanya kerusakan organ, kadar serum monoklonal protein <3 g/dl serta klon sel plasma sumsum tulang berjumlah <10%. Pada MGUS, protein M ditemukan dalam darah tetapi tanpa disertai gejala klinis yang signifikan, seperti yang umum ditemukan pada multiple myeloma. Pada MGUS, kadar protein M rendah dan tidak ada tanda-tanda kerusakan organ.[3]
Smoldering Multiple Myeloma
Smoldering multiple myeloma artinya myeloma asimtomatik, sehingga tidak ditemukan kerusakan organ, tetapi kadar protein monoklonal 3 g/dl atau lebih. Dari pemeriksaan sumsum tulang, klon sel plasma mencapai 10–59%.[3]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang lebih spesifik untuk multiple myeloma mencakup pemeriksaan protein M, biopsi sumsum tulang, dan skeletal survey. Beberapa pemeriksaan lain yang bersifat tidak spesifik, misalnya pemeriksaan darah lengkap dan apusan darah tepi, dapat bermanfaat sebagai pembantu diagnosis.[2,3,7]
Pemeriksaan Protein M
Keberadaan protein M dapat diperiksa dengan kombinasi tes seperti serum protein electrophoresis (SPEP), serum immunofixation (SIFE), dan serum free light chain (SFLC) assay. Namun, sebagian kecil pasien (sekitar 2%) mungkin tidak menunjukkan bukti adanya protein M. Protein M dapat diukur jika nilainya ≥1 g/dl dalam serum atau ≥200 mg/hari dalam urine.
Pemeriksaan SPEP terhadap serum digunakan untuk menentukan tipe setiap protein yang ada dan mengindikasikan karakteristik curve atau spike tertentu pada multiple myeloma. Selain itu, electrophoresis juga bisa dilakukan terhadap urine untuk identifikasi protein Bence Jones dalam urine. Pemeriksaan SIFE berguna untuk identifikasi subtipe protein.[2,4]
Pemeriksaan SPEP dan FLC assay juga bisa bermanfaat untuk memantau respons terhadap terapi. Pemeriksaan FLC terutama berguna untuk pasien yang protein M sulit terukur. Sementara itu, electrophoresis urine juga bermanfaat untuk menilai komplikasi ginjal. Pemeriksaan imunoglobulin kuantitatif juga dapat bermanfaat untuk memantau respons terapi, di mana pada multiple myeloma, imunoglobulin non-myelomatous umumnya tersupresi.[2,4]
Biopsi Sumsum Tulang
Aspirasi sumsum tulang serta biopsi dilakukan untuk menilai jumlah dan gambaran sel plasma di sumsum tulang, serta keberadaan sel kanker di sumsum tulang. Gambaran positif bila ditemukan klon sel plasma >10%.[2,4,7]
Pemeriksaan Sitogenetik
Pemeriksaan sitogenetik pada sumsum tulang untuk menilai ada tidaknya delesi pada onkogen 17p13. Kelainan ini berhubungan dengan angka harapan hidup yang lebih pendek, kejadian hiperkalsemia, dan berhubungan dengan penyakit ekstramedular lainnya.[2]
Fluorescent in situ hybridization (FISH) untuk deteksi abnormalitas genetik yang berkaitan dengan multiple myeloma dapat dilakukan. Pedoman National Comprehensive Cancer Network (NCCN) juga merekomendasikan penggunaan uji rantai ringan bebas serum dan plasma cell FISH untuk amplifikasi del 13, del 17p13, t(4;14), t(11;14), 1q21 sebagai bagian dari pemeriksaan diagnostik awal.[2,3]
Skeletal Survey
Skeletal survey, atau rontgen serial untuk seluruh tulang, bermanfaat untuk mendeteksi lesi tulang pada multiple myeloma. Gambaran yang umum ditemukan adalah lesi litik, osteopenia difus, atau fraktur, terutama pada tulang yang aktif dalam hematopoiesis. Contohnya adalah vertebra, tengkorak, rusuk, pelvis, humerus, dan femur proximal. Pada pasien yang dicurigai multiple myeloma dengan hasil skeletal survey negatif dari rontgen, dapat dilanjutkan dengan Magnetic Resonance Imaging (MRI).
MRI dapat mendeteksi lesi difus atau fokal pada sumsum tulang belakang. MRI terutama bermanfaat pada pasien suspek multiple myeloma yang tampak normal dari hasil rontgen. Studi menunjukkan bahwa lesi tulang dapat ditemukan melalui pemeriksaan MRI pada sekitar 50% kasus skeletal survey negatif.[3,7]
Pemeriksaan Lain yang Tidak Spesifik
Pada pemeriksaan darah lengkap dapat ditemukan anemia, terutama tipe normokrom normositer, selain itu dapat pula ditemukan kondisi leukopenia dan trombositopenia. Dari apusan darah tepi, didapatkan gambaran latar pewarnaan serta formasi rouleaux yang meningkat. Selain itu laju endap darah juga ditemukan meningkat pada pasien multiple myeloma.
Kelainan yang dapat ditemukan pada pemeriksaan kimia darah antara lain adalah kondisi hiperkalsemia, peningkatan asam urat, peningkatan Blood Urea Nitrogen (BUN) dan peningkatan kreatinin (ditemukan pada 50% pasien).[2,3]
Pemeriksaan C-reactive protein (CRP) dan beta-2 microglobulin (B2M) berperan sebagai “surrogate” markers (CRP merupakan surrogate marker untuk IL-6) untuk memperkirakan beban tumor dalam tubuh dan membantu memperkirakan prognosis. Peningkatan kadar lactate dehydrogenase (LDH) juga merupakan prediktor untuk prognosis yang lebih buruk.
Pemeriksaan kadar viskositas darah ditujukan pada pasien dengan gejala sistem saraf pusat atau epistaksis. Selain itu pemeriksaan ini juga diindikasikan pada pasien dengan hasil pemeriksaan protein M yang tinggi.[2]
Kriteria Diagnosis Multiple Myeloma
Berikut adalah kriteria diagnosis untuk MGUS, smoldering multiple myeloma, dan multiple myeloma.[4]
MGUS
Pasien yang termasuk dalam IgM monoclonal gammopathy of undetermined significance (MGUS) harus memenuhi ketiga kriteria berikut:
- Serum IgM monoklonal protein <3 g/dl
- Infiltrasi limfoplasmasitik sumsum tulang <10%
- Tidak ada bukti anemia, gejala konstitusional, hiperviskositas, limfadenopati, atau hepatosplenomegali yang dapat dikaitkan dengan gangguan limfoproliferatif[4]
Smoldering Multiple Myeloma
Pasien yang termasuk dalam smoldering multiple myeloma harus memenuhi kedua kriteria berikut:
- Serum monoklonal protein (IgG or IgA) ≥3 g/dl, atau protein monoklonal urine ≥500 mg per 24 jam dan/atau sel plasma sumsum tulang klon 10-60%
- Tidak ada MDE (myeloma defining events) atau amyloidosis[4]
Multiple Myeloma
Sementara itu, pasien yang bisa didiagnosis sebagai multiple myeloma harus memenuhi kedua kriteria berikut:
- Sel plasma sumsum tulang klon ≥10% atau ada plasmacytoma bony atau extramedullary yang terbukti biopsi
- Ada ≥1 MDE (myeloma defining events)
MDE mencakup hal-hal berikut:
- Bukti kerusakan end-organ yang bisa dikaitkan dengan gangguan proliferatif sel plasma, yaitu: (1) hiperkalsemia dengan kadar serum kalsium >11 mg/dL; (2) insufisiensi renal dengan klirens kreatinin <40 mL/menit atau kreatinin serum >2 mg/dL; (3) anemia dengan hemoglobin <10 g/dL; (4) ada ≥1 lesi tulang osteolitik pada pencitraan
- Persentase sel plasma sumsum tulang klon ≥60%
- Rasio involved:uninvolved serum free light chain (FLC) ≥100 (involved FLC harus ≥100 mg/L)
- Ada >1 lesi fokal pada MRI yang minimal berukuran 5 mm[4]
Staging Multiple Myeloma
Terdapat beberapa sistem staging yang berbeda, misalnya Salmon-Durie staging system, International Staging System (ISS), dan Revised International Staging System (R-ISS) Saat ini, sistem yang umumnya digunakan adalah ISS dan R-ISS.[2-4]
Tabel 1. Derajat Keparahan Multiple Myeloma Menurut International Staging System
Stage 1 | Stage 2 | Stage 3 |
Kadar B2M ≤3,5 g/dL dan albumin ≥3,5 g/dL | Kadar B2M ≥3,5 hingga < 5,5 g/dL, atau | Kadar B2M 5,5 g/dL atau lebih |
CRP ≥4,0 mg/dL | ||
Indeks pelabelan sel plasma <1% | ||
Tidak ada delesi kromosom 13 | Kadar B2M <3,5 g/dL dan albumin < 3,5 g/dL | |
Kadar IL-6 reseptor serum rendah | ||
Durasi fase plateau awal yang lama. |
Sumber: dr. Felicia Sutarli, Alomedika, 2024.[2]
Tabel 2. Derajat Keparahan Multiple Myeloma Menurut Revised International Staging System
Stage 1 | Stage 2 | Stage 3 |
ISS stage I | Semua kondisi lain yang tidak termasuk dalam stage I atau stage III | ISS stage III dan |
Abnormalitas kromosom berisiko standar berdasarkan FISH, tidak berisiko tinggi | Abnormalitas kromosom berisiko tinggi berdasarkan FISH, misalnya ada del(17p) dan/atau translokasi t(4;14) dan/atau translokasi t(14;16)) atau | |
Serum LDH pada batas atas nilai normal atau sedikit di bawahnya | Serum LDH sudah melebihi batas atas nilai normal |
Sumber: dr. Felicia Sutarli, Alomedika, 2024.[2,3]
Penulisan pertama oleh: dr. Reren Ramanda