Edukasi dan Promosi Kesehatan Multiple Myeloma
Edukasi dan promosi kesehatan tentang multiple myeloma perlu mencakup informasi tentang karakteristik multiple myeloma sebagai keganasan yang bisa mempengaruhi tulang, darah, sistem saraf, dan ginjal. Pasien diinformasikan untuk menghindari obat yang nefrotoksik dan juga diedukasi terkait manfaat dan risiko kemoterapi serta opsi transplantasi sel punca jika memenuhi syarat.[1-3,7]
Edukasi Pasien
Multiple myeloma dapat mempengaruhi fungsi ginjal, sehingga pasien perlu diedukasi tentang menjaga kesehatan ginjal, termasuk tentang menghindari obat nefrotoksik. Contohnya adalah menghindari penggunaan obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS), diuretik, dan obat golongan aminoglikosida. Pasien diberikan edukasi mengenai perbandingan manfaat dan risiko obat dalam kondisi ini.
Selain itu, kemoterapi juga dijelaskan manfaat dan risikonya bagi pasien multiple myeloma. Informasikan kemungkinan komplikasinya. Bila kadar sistem imun pasien sudah sangat rendah, pasien harus mengetahui bahwa dirinya sangat rentan mengalami infeksi. Pasien sebaiknya menghindari kontak dengan orang yang sedang terkena penyakit infeksi.
Multiple myeloma sangat tinggi kemungkinannya untuk terjadi relaps. Oleh sebab itu, pasien perlu menjalani pemantauan secara berkala saat induksi terapi dan setelah induksi terapi, yang bertujuan untuk menilai respons terapi serta kemungkinan efek toksik regimen yang timbul.[1-3,7]
Upaya Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
Untuk memantau respons pasien terhadap terapi dan progresi penyakit, pemeriksaan laboratorium seperti darah lengkap, fungsi ginjal, kadar serum beta-2 microglobulin (B2M) dan lactate dehydrogenase (LDH), serta pemeriksaan kadar protein M di serum dan urine dilakukan berkala. Pemeriksaan setidaknya 1 bulan sekali. Bila pasien terbukti stabil, frekuensi pemantauan bisa dikurangi menjadi sekali per 3 bulan.[1-3,7]
Karena lebih tingginya risiko infeksi pada pasien multiple myeloma, vaksinasi untuk berbagai penyakit viral maupun bakterial dapat dianjurkan, umumnya pada masa remisi. Namun, studi tentang waktu terbaik untuk pemberian berbagai vaksin sebenarnya masih terbatas. Vaksin yang umumnya lebih dianjurkan adalah vaksin yang bukan live-attenuated. Vaksinasi yang dapat diberikan untuk mencegah infeksi berat antara lain vaksin inactivated poliovirus (IPV), whole cell pertussis (whooping cough), dan vaksin hepatitis A.[13]
Penulisan pertama oleh: dr. Reren Ramanda