Patofisiologi Multiple Myeloma
Patofisiologi multiple myeloma umumnya melibatkan adanya monoclonal gammopathy of undetermined significance (MGUS) terlebih dulu. MGUS merupakan suatu kondisi prakanker yang terjadi ketika sel plasma mengalami mutasi. Multiple myeloma juga telah dikaitkan dengan ekspresi berlebihan RANKL oleh stroma sumsum tulang.[7-9]
Patologi Terbentuknya Sel Myeloma
Patofisiologi multiple myeloma diketahui berasal dari sel plasma premaligna asimtomatik yang bernama monoclonal gammopathy of undetermined significance (MGUS). Sel plasma sendiri berasal dari limfosit B yang nantinya secara normal akan membentuk immunoglobulin yang berperan dalam imunitas.
Sel myeloma, sebagai klon abnormal sel plasma, berasal dari post-germinal center plasma cell di nodus kelenjar limfa, yang nantinya akan bermuara ke sumsum tulang. Jadi secara umum, patofisiologi multiple myeloma dapat dibagi menjadi dua fase, yaitu fase terbentuknya MGUS dan fase perubahan menjadi sel multiple myeloma (MM).[3,7]
Fase Terbentuknya MGUS
MGUS diduga terbentuk akibat terjadinya respons abnormal saat terjadi reaksi antigenik sehingga terbentuk sitogen abnormal yang menghasilkan imunoglobulin monoklonal. Ciri khasnya adalah proliferasi tak terkontrol dan mampu menghindari apoptosis dan sistem imun.
MGUS ditemukan pada >3% orang di atas usia 50 tahun. Sel plasma MGUS inilah yang nantinya akan berkembang menjadi sel myeloma dengan probabilitas 1% per tahunnya. Pada beberapa orang, dengan kondisi intermediate (smoldering atau asymptomatic myeloma), probabilitas transformasi menjadi sel myeloma ganas meningkat menjadi 10% per tahun pada 5 tahun pertama, 3% per tahun pada 5 tahun berikutnya, dan akhirnya menjadi 1% per tahun untuk 10 tahun selanjutnya.
Abnormalitas inisial sitogenetik yang terjadi antara lain translokasi yang menyebabkan posisi onkogen menjadi berdampingan, seperti cyclin D1 pada 11q13, cyclin D3 pada 6q21 dan MMSE pada 4p16.3, pada rantai berat imunoglobulin di kromosom 14.[3,7,8]
Fase Perubahan MGUS
Perubahan MGUS menjadi MM dijelaskan berdasarkan hipotesis “second hit”. Menurut hipotesis ini, perubahan sel MGUS menjadi MM disebabkan oleh lesi sitogenetik berulang yang terjadi pada klon sel plasma abnormal, yang diakibatkan ketidakstabilan genetik atau lingkungan mikro hematopoietik pada klon sel.
Abnormalitas lanjutan tersebut contohnya terjadi pada del 17p13 (pada lokus p53), yang menyebabkan terjadinya mutasi Ras, aktivasi NFκB (Nuclear Factor Kappa B) serta pengeluaran berlebihan BCL-2 yang menyebabkan sel dapat menghindari reaksi apoptosis.[3,7]
Patofisiologi Munculnya Gejala
Imunoglobulin monoklonal yang merupakan imunoglobulin abnormal serta disfungsional yang dibentuk oleh sel myeloma, memiliki peran penting pada manifestasi klinis multiple myeloma. Imunoglobulin disfungsional yang terbentuk mensupresi globulin normal, menyebabkan leukopenia serta menyebabkan limfosit berfungsi secara abnormal, sehingga meningkatkan risiko infeksi rekuren.
Imunoglobulin yang diproduksi terus-menerus dalam jumlah besar juga menyebabkan terjadinya hiperviskositas (dengan gejala berupa sefalgia dan pandangan kabur), neurologic derangement, disfungsi trombosit sehingga pasien mudah mengalami perdarahan, dan kerusakan tubulus renalis yang berujung pada gagal ginjal.[3]
Imunoglobulin disfungsional ini tidak memiliki manfaat untuk menjaga daya tahan tubuh, justru mengganggu kerja sistem imun dengan supresi globulin normal, mengganggu kerja limfosit, dan menyebabkan leukopenia. Semua hal ini akan menyebabkan imunoparesis, sehingga pasien mudah mengalami infeksi rekuren.[3,9]
Sementara itu, infiltrasi klon sel myeloma maligna di sumsum tulang menekan pembentukan sel-sel darah baru sehingga bermanifestasi sebagai anemia, trombositopenia, dan leukopenia. Pada tulang, sel maligna ini juga berperan dalam menginhibisi osteoblas dan menstimulasi osteoklas, sehingga terbentuk lesi litik pada tulang.[3,7]
Penulisan pertama oleh: dr. Reren Ramanda