Masuk atau Daftar

Alo! Masuk dan jelajahi informasi kesehatan terkini dan terlengkap sesuai kebutuhanmu di sini!
atau dengan
Facebook
Masuk dengan Email
Masukkan Kode Verifikasi
Masukkan kode verifikasi yang telah dikirimkan melalui SMS ke nomor
Kami telah mengirim kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Kami telah mengirim ulang kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Terjadi kendala saat memproses permintaan Anda. Silakan coba kembali beberapa saat lagi.
Selanjutnya

Tidak mendapatkan kode? Kirim ulang atau Ubah Nomor Ponsel

Mohon Tunggu dalam Detik untuk kirim ulang

Apakah Anda memiliki STR?
Alo, sebelum melanjutkan proses registrasi, silakan identifikasi akun Anda.
Ya, Daftar Sebagai Dokter
Belum punya STR? Daftar Sebagai Mahasiswa

Nomor Ponsel Sudah Terdaftar

Nomor yang Anda masukkan sudah terdaftar. Silakan masuk menggunakan nomor [[phoneNumber]]

Masuk dengan Email

Silakan masukkan email Anda untuk akses Alomedika.
Lupa kata sandi ?

Masuk dengan Email

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk akses Alomedika.

Masuk dengan Facebook

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk verifikasi akun Alomedika.

KHUSUS UNTUK DOKTER

Logout
Masuk
Download Aplikasi
  • CME
  • Webinar
  • E-Course
  • Diskusi Dokter
  • Penyakit & Obat
    Penyakit A-Z Obat A-Z Tindakan Medis A-Z
Penatalaksanaan Sindrom Mielodisplasia annisa-meidina 2025-03-03T08:37:28+07:00 2025-03-03T08:37:28+07:00
Sindrom Mielodisplasia
  • Pendahuluan
  • Patofisiologi
  • Etiologi
  • Epidemiologi
  • Diagnosis
  • Penatalaksanaan
  • Prognosis
  • Edukasi dan Promosi Kesehatan

Penatalaksanaan Sindrom Mielodisplasia

Oleh :
dr. Utari Nur Alifah
Share To Social Media:

Penatalaksanaan sindrom mielodisplasia dilakukan berdasarkan gejala dan potensi morbiditas yang disebabkan oleh penyakit tersebut. Pada tidak selalu memerlukan pengobatan apabila tidak bergejala. Sebagian besar terapi sindrom mielodisplasia bersifat suportif seperti transfusi darah atau transfusi trombosit secara berkala.[1,11,13]

Terapi Suportif

Terapi suportif yang dapat dilakukan adalah transfusi darah atau transfusi trombosit secara berkala sesuai indikasi, gejala klinis, dan nilai laboratorium pasien. Pada individu dengan risiko rendah, faktor pertumbuhan hematopoiesis dapat digunakan. Pada pasien tersebut, kadar eritropoietin harus diukur.[1,2]

Apabila eritropoietin kurang dari 500mU/mL, agen stimulasi eritropoiesis seperti eritropoietin rekombinan atau darbepoetin dapat digunakan dengan atau tanpa granulocyte colony-stimulating factors (G-CSF).

Azacitidine dan decitabine merupakan analog pirimidin yang diklasifikasikan sebagai agen hipometilasi atau pengubah epigenetik. Dosis rendah obat-obatan ini telah terbukti membantu dalam diferensiasi sel blast menjadi sel dewasa. Agen-agen ini dapat diberikan per bulan, kemudian respon terapi dinilai setelah beberapa bulan.[1]

Terapi Spesifik

Salah satu terapi spesifik yang bersifat kuratif untuk sindrom mielodisplasia adalah transplantasi sel hematopoietik alogenik. Transplantasi sel hematopoietik alogenik memberikan manfaat berupa peningkatan kelangsungan hidup pada pasien dengan sindrom mielodisplasia tingkat lanjut atau risiko tinggi. Risiko terkait transplantasi sel hematopoietik alogenik adalah toksisitas akut, risiko terkait fase aplasia seperti infeksi dan perdarahan, risiko penyakit imun, dan risiko kekambuhan.[2,11]

Terapi Sindrom Mielodisplasia Risiko Tinggi

Pada pasien yang memiliki risiko tinggi untuk berkembang menjadi leukemia mieloid akut (AML) dan memiliki harapan hidup yang lebih pendek, pilihan pengobatan mencakup allogeneic stem cell transplantation (allo-SCT), hypomethylating agents (HMAs), dan kemoterapi intensif. Dalam kebanyakan kasus, terapi lini pertama yang direkomendasikan adalah HMA, seperti azacitidine, terutama untuk pasien tanpa komorbiditas yang tidak memenuhi syarat untuk allo-SCT.[13]

Azacitidine

Azacitidine digunakan sebagai pilihan pada pasien risiko tinggi yang tidak memenuhi syarat untuk allo-SCT. Penggunaan azacitidine dianggap lebih baik dibandingkan dengan alternatif HMA seperti decitabine. Penggunaan azacitidine dapat memperpanjang kesintasan hingga median 15-24 bulan. Azacitidine diberikan dalam setidaknya enam siklus dengan dosis 75 mg/m² selama tujuh hari berturut-turut, diberikan setiap 28 hari.[13]

Kemoterapi Intensif

Kemoterapi yang digunakan disebut sebagai AML-like chemotherapy, yang merupakan regimen kemoterapi intensif dengan kombinasi antrasiklin (seperti idarubicin) dan cytarabine, terutama pada pasien yang memiliki kariotipe normal dan berusia < 70 tahun serta memiliki > 10% sel blast di sumsum tulang. Namun, pengobatan ini hanya efektif untuk pasien tanpa kelainan sitogenetik yang buruk.

Dalam beberapa uji klinis, regimen kemoterapi intensif menunjukkan hasil yang kurang optimal dibandingkan terapi HMA. Meski demikian, kemoterapi intensif bisa menjadi pilihan sementara untuk menurunkan jumlah blast sebelum allo-SCT dilakukan.[13]

Allogeneic Stem Cell Transplantation (allo-SCT)

Allo-SCT tetap menjadi satu-satunya pengobatan yang berpotensi bersifat definitif pada pasien risiko tinggi. Namun, tantangan utama terapi ini adalah faktor usia, karena banyak pasien sindrom mielodisplasia berusia lebih dari 70 tahun, serta adanya komorbiditas yang dapat mempengaruhi kelayakan transplantasi.

Pemilihan donor juga merupakan faktor penting. Donor terbaik berasal dari saudara kandung yang HLA-identik atau individu yang tidak ada hubungan darah tetapi memiliki kecocokan HLA. Pada beberapa pasien, penggunaan donor haploidentikal atau darah tali pusat juga bisa dipertimbangkan.

Keberhasilan allo-SCT juga bergantung pada regimen conditioning yang digunakan, apakah reduced-intensity conditioning (RIC) atau pendekatan myeloablative. Risiko kekambuhan setelah RIC lebih tinggi, sehingga pada pasien di bawah 55 tahun tanpa komorbiditas, myeloablative SCT lebih disarankan.[13]

Terapi Sindrom Mielodisplasia Risiko Rendah

Pendekatan terapi untuk sindrom mielodisplasia risiko rendah difokuskan pada pengelolaan anemia, yang sering menjadi masalah utama pada pasien. Meskipun risiko perkembangan menjadi leukemia mieloid akut lebih rendah, sekitar setengah dari pasien lansia meninggal akibat penyebab lain, sehingga prioritas pengobatan difokuskan pada peningkatan kualitas hidup dan pengobatan sitopenia.

Untuk anemia, transfusi dapat dipertimbangkan sebagai pengobatan tunggal. Namun, perlu diperhatikan bahwa transfusi berulang dapat menyebabkan beban besi yang berlebih dan komplikasi lain. Erythropoiesis-stimulating agents (ESA), seperti epoetin alfa atau darbepoetin alfa, merupakan terapi pertama untuk pasien risiko rendah tanpa del(5q), dengan respons eritroid yang dapat dicapai dalam 8-12 minggu. Jika dosis awal dari ESA tidak berhasil, terapi dapat ditingkatkan dengan menambahkan granulocyte colony-stimulating factor (G-CSF).

Pada pasien risiko rendah yang memiliki del(5q), anemia dapat diobati dengan lenalidomide, yang efektif pada sekitar 60-65% pasien dan dapat mengurangi kebutuhan transfusi. Lenalidomide juga terbukti efektif pada pasien dengan kromosom abnormal lain, meskipun resistensi terhadap lenalidomide sering dikaitkan dengan mutasi TP53.

Pada pasien yang tidak merespon ESA, pengobatan lini kedua seperti anti-thymocyte globulin (ATG), HMA, atau lenalidomide dapat dipertimbangkan walaupun efektivitasnya terbatas.[13]

Referensi

1. Dotson JL, Lebowicz Y. Myelodysplastic Syndrome. 2022 Jul 18. In: StatPearls. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2025 Jan–. PMID: 30480932.
2. Nachtkamp K, Kobbe G, Gattermann N, Germing U. Myelodysplastic Syndromes: New Methods of Diagnosis, Prognostication, and Treatment. Dtsch Arztebl Int. 2023 Mar 24;120(12):203-210. doi: 10.3238/arztebl.m2023.0005.
11. Daver NG, Maiti A, Kadia TM, Vyas P, Majeti R, Wei AH, Garcia-Manero G, Craddock C, Sallman DA, Kantarjian HM. TP53-mutated myelodysplastic syndrome and acute myeloid leukemia: biology, current therapy, and future directions. Cancer discovery. 2022 Nov 2;12(11):2516-29.
13. Fenaux P, Haase D, Santini V, Sanz GF, Platzbecker U, Mey U; ESMO Guidelines Committee. Myelodysplastic syndromes: ESMO Clinical Practice Guidelines for diagnosis, treatment and follow-up†☆. Ann Oncol. 2021 Feb;32(2):142-156. doi: 10.1016/j.annonc.2020.11.002.

Diagnosis Sindrom Mielodisplasia
Prognosis Sindrom Mielodisplasia

Artikel Terkait

  • Interpretasi Hitung Jenis Leukosit - Shift to the Left pada Neutrofil
    Interpretasi Hitung Jenis Leukosit - Shift to the Left pada Neutrofil
  • Pengaruh Usia Donor Transplantasi Sel Punca Hemopoietik pada Kasus Leukemia Akut
    Pengaruh Usia Donor Transplantasi Sel Punca Hemopoietik pada Kasus Leukemia Akut
Diskusi Terkait
Anonymous
Dibuat 29 Agustus 2024, 08:36
Terapi bronkopneumonia pada pasien ALL/acute lymphoid leukimia
Oleh: Anonymous
0 Balasan
Alo dokter Izin bertanya dok, untuk kasus bronkopneumonia pada pasien ALL apakah tatalaksananya sama seperti bronkopneumonia biasa? Kemudian apabila anak...
Anonymous
Dibalas 24 Oktober 2023, 19:02
Membedakan pasien CML fase krisis dengan AML
Oleh: Anonymous
2 Balasan
Alo dok, izin bertny dok pasien CML fase krisis blas bagaimana membedakan dg AML dan apa terapinya?
Anonymous
Dibalas 16 Februari 2023, 09:23
Bisitopenia et leukositosis dengan curiga AIHA
Oleh: Anonymous
1 Balasan
Saya mendapatkan laki laki usia 59thn pre-op hernia inguinalis, ternyata hasil lab didapatkan seperti ini. Klinis splenomegali schufner 2-3. Pemeriksaan...

Lebih Lanjut

Download Aplikasi Alomedika & Ikuti CME Online-nya!
Kumpulkan poin SKP sebanyak-banyaknya!

  • Tentang Kami
  • Advertise with us
  • Syarat dan Ketentuan
  • Privasi
  • Kontak Kami

© 2024 Alomedika.com All Rights Reserved.