Diagnosis Trombositosis
Diagnosis trombositosis dapat ditegakkan jika seseorang memiliki hasil hitung platelet di atas 450.000/µL (450 x 109/L). Bagian yang penting dari diagnosis adalah mencari tahu penyebab yang mendasari timbulnya trombositosis.
Terdapat 2 jenis trombositosis, yaitu trombositosis reaktif atau sekunder dan trombositosis autonom atau primer. Trombositosis reaktif merupakan diagnosis klinis berdasarkan temuan laboratorium, sedangkan diagnosis trombositosis autonom merupakan diagnosis eksklusi.[2,6]
Anamnesis
Pasien dengan trombositosis bisa asimptomatik. Apabila gejala muncul, maka dapat mencakup lebam pada kulit, perdarahan pada regio oral, epistaksis, dan perdarahan saluran cerna.
Karena adanya platelet yang berlebih, pasien juga bisa mengalami pembekuan darah abnormal. Hal ini dapat mengakibatkan gejala stroke, infark miokard, dan trombus di abdomen. Beberapa pasien juga mengalami eritromelalgia yang ditandai dengan nyeri, bengkak, dan kemerahan pada tangan dan kaki.
Selain gejala dari trombositosis, anamnesis juga perlu menggali berbagai kondisi medis yang mungkin menjadi etiologi atau komplikasi dari trombositosis. Tanyakan adanya riwayat trauma atau operasi baru-baru ini, riwayat splenektomi, riwayat perdarahan kronis atau kekurangan zat besi, serta riwayat trombosis arteri atau vena. Tanyakan pula adanya konsumsi obat, merokok, konsumsi alkohol, dan riwayat gangguan hematologi kronis. Gali kemungkinan gejala yang mengarah pada keganasan, seperti penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya.[1,2,6]
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik perlu dilakukan evaluasi tanda-tanda perdarahan atau memar pada kulit atau mukosa. Evaluasi pula adanya limfadenopati, hepatosplenomegali, dan temuan sugestif trombosis arteri atau vena.
Pada 40-50% pasien trombositosis autonom (trombositosis primer atau esensial), dapat ditemukan adanya splenomegali dan 20% dengan hepatomegali. Pada trombositosis sekunder, temuan pemeriksaan fisik menggambarkan kondisi penyakit yang mendasarinya, misalnya penyakit Celiac, inflammatory bowel disease, atau anemia defisiensi besi.[2,4,5]
Diagnosis Banding
Pada pasien dengan trombositosis, perlu dibedakan apakah trombositosis merupakan kejadian primer atau sekunder. Trombositosis sekunder atau reaktif disebabkan oleh adanya penyakit yang mendasari di luar megakariosit, misalnya anemia hemolitik, pemulihan dari trombositopenia, infeksi,arteritis temporal, atau obat seperti vincristine dan asam retinoat. Trombositosis sekunder juga dapat timbul pasca splenektomi.
Trombositosis primer atau autonom disebabkan oleh mekanisme intrinsik sel, seperti pada polisitemia vera atau mielofibrosis primer. Kemungkinan tromobositosis primer akan lebih tinggi jika pasien mengalami manifestasi klinis berikut:
- Gejala vasomotor yang tidak dapat dijelaskan, gejala konstitusional, atau splenomegali.
- Trombosis di tempat yang tidak biasa, misalnya, vena hepatik, vena cava inferior, vena porta, dan vena limpa.
- Trombosis di beberapa tempat atau trombosis pada pasien berusia <45 tahun
- Apusan darah yang menunjukkan blas leukemia, gambaran leukoeritroblastik, atau bukti lain leukemia atau keganasan hematologi terkait
- Riwayat keluarga dengan trombositosis yang tidak dapat dijelaskan[2,3,6]
Trombositemia Esensial
Trombositemia esensial umumnya menunjukkan gejala vasogenik, seperti flushing dan eritromelalgia. Pasien juga bisa mengalami komplikasi trombohemoragik. Trombositemia esensial berkaitan dengan mutasi dari Janus kinase 2 (JAK2), calreticulin (CALR) atau myeloproliferative leukemia virus oncogene (MPL).[2,7]
Polisitemia Vera
Polisitemia vera ditandai dengan peningkatan hemoglobin dan hematokrit, yang dapat disertai trombositosis. Pasien bisa mengalami komplikasi trombohemoragik, splenomegali, pruritus, flushing, dan eritromelalgia. Pasien juga bisa mengalami gejala konstitusional, seperti demam berkeringat, dan penurunan berat badan.[2]
Mielofibrosis Primer
Mielofibrosis primer ditandai dengan fibrosis sumsum tulang dan apusan darah leukoeritroblastik. Pasien juga dapat mengalami trombositosis, splenomegali, dan komplikasi trombohemoragik.[2]
Leukemia Mieloid Kronis
Leukemia mieloid kronis jarang menunjukkan adanya trombositosis tanpa kelainan lain. Pasien dengan kondisi ini umumnya juga mengalami peningkatan sel mieloid imatur dan splenomegali.[2]
Trombositosis Familial
Trombositosis familial ditandai dengan adanya trombositosis, tanpa leukositosis atau polisitemia.[2]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang inisial yang dapat mengidentifikasi adanya trombositosis adalah hitung platelet. Pemeriksaan penunjang lain dapat dilakukan untuk mengevaluasi kemungkinan etiologi atau komplikasi.
Pemeriksaan Darah Lengkap
Pemeriksaan darah lengkap dengan hitung diferensial, akan mencakup hitung platelet, leukosit, hemoglobin, dan hematokrit. Pemeriksaan ini dapat dilakukan berulang untuk mengonfirmasi tingkat trombositosis, etiologi, dan respon terhadap terapi.
Pada kasus trombositosis akan didapatkan hitung platelet di atas 450.000/µL (450 x 109/L). Temuan lain akan bergantung pada kondisi medis yang mendasari. Sebagai contoh, pada pasien anemia defisiensi besi akan ditemukan penurunan hemoglobin dan eritrosit mikrositik; sedangkan neutrofilia bisa disebabkan oleh infeksi atau kondisi inflamasi lain.
Apusan Darah
Pemeriksaan ini dilakukan untuk menilai morfologi trombosit, menemukan adanya abnormalitas hematologi lain, dan mengeksklusi spurious thrombocytosis (pseudothrombocytosis).
Temuan apusan darah yang bermanfaat dalam evaluasi trombositosis meliputi:
- Abnormalitas trombosit: mencakup trombosit besar (hingga sebesar ukuran eritrosit normal) dapat mengindikasikan adanya proses keganasan; trombosit muda terkait dengan proses reaktif (destruksi trombosit berlebihan); atau gangguan trombosit familial
- Trombosit raksasa (lebih besar daripada eritrosit normal): dapat terlihat pada gangguan keganasan atau familial, dan lebih jarang pada keadaan trombositosis reaktif
- Badan Howell-Jolly atau eritrosit berinti dapat ditemukan pada asplenia
- Gangguan myelophthisic sering ditemukan pada gambar apusan darah leukoeritroblastik dengan eritrosit berbentuk tetesan air mata, eritrosit berinti, dan granulosit yang belum matang. Gambar ini menunjukkan adanya proses infiltratif di sumsum tulang
- Temuan leukosit yang belum matang dapat terlihat pada leukemia mieloid kronis atau neoplasma mieloproliferatif lain
- Neutrofil displastik atau anomali Pelger-Huet menunjukkan adanya sindrom mielodisplastik
Profil Besi
Pemeriksaan zat besi yang mencakup serum feritin, serum zat besi, dan kapasitas pengikatan besi (iron binding capacity) mungkin diperlukan. Pasien dengan defisiensi zat besi dan anemia biasanya memiliki eritrosit mikrositik dan hipokromik. Peningkatan feritin mencerminkan kondisi inflamasi atau kelebihan zat besi.
Penanda Inflamasi
Pada pasien yang diduga mengalami proses inflamasi tapi tidak ada temuan neutrofilia, neutrofil dengan granulasi toksik, ataupun badan Dohle, dapat dilakukan pemeriksaan penanda inflamasi seperti laju endap darah (LED) atau C-reactive protein (CRP). Nilai LED atau CRP dapat normal pada trombositosis autonom inkomplikata, serta umumnya akan meningkat pada pada kasus trombositosis reaktif. Nilai LED atau CRP yang normal tidak mengecualikan adanya proses reaktif.
Pemeriksaan Penunjang Lain
Pemeriksaan penunjang lain dilakukan sesuai indikasi medis. Beberapa pemeriksaan yang mungkin diperlukan antara lain analisis sitogenetik, alkali fosfatase leukosit, vitamin B12, antinuclear antibody (ANA), dan rheumatoid factor (RF). Jika pemeriksaan-pemeriksaan di atas belum dapat mengonfirmasi atau mengecualikan diagnosis, maka perlu melakukan pemeriksaan selanjutnya, seperti aspirasi dan biopsi sumsum tulang.[2,4,5]