Penatalaksanaan Trombositosis
Penatalaksanaan trombositosis akan bergantung pada etiologi yang mendasari dan keparahan gejala. Pada pasien yang asimptomatik dan stabil, pemantauan berkala tanpa intervensi medis dapat dilakukan. Sementara itu, pada pasien dengan gejala, pasien perlu menjalani terapi sesuai penyebab terjadinya trombositosis.
Penggunaan antiplatelet, seperti aspirin, masih bersifat kontroversial dan umumnya tidak diperlukan pada trombositosis sekunder dengan risiko kejadian trombosis yang rendah. Aspirin dosis rendah dapat dipertimbangkan untuk mencegah terbentuknya bekuan darah pada pasien risiko tinggi, misalnya jika hitung platelet sangat ekstrim.
Pada kasus trombositemia esensial, medikamentosa dapat digunakan untuk mensupresi produksi platelet oleh sumsum tulang. Contoh obat yang dapat digunakan adalah hydroxyurea, anagrelide, ataupun interferon.
Dalam kasus trombositosis yang berat dan mengancam nyawa, mungkin perlu dilakukan plateletpheresis segera untuk menurunkan kadar platelet ke rentang aman.[2,4-7,11,12]
Trombositosis Reaktif (Sekunder)
Pada trombositosis reaktif, pengobatan didasarkan pada etiologi atau penyebab trombositosis itu sendiri. Pemberian aspirin, terapi sitoreduktif, dan plateletpheresis untuk trombositosis reaktif masih menuai perdebatan karena belum ada bukti kuat terkait manfaatnya pada setting klinis ini. Suplementasi zat besi dapat diberikan pada pasien trombositosis akibat inflammatory bowel disease atau anemia defisiensi besi.
Penggunaan aspirin sendiri masih kontroversial. Biasanya, terapi antiplatelet seperti aspirin tidak diindikasikan karena risiko trombosis sangat rendah. Jika hitung trombosit pasien mencapai >1,000,000/μL, aspirin 65 mg dapat dipertimbangkan untuk mengurangi risiko stroke ataupun trombosis. Plateletpheresis dapat dipertimbangkan pada pasien dengan bukti trombosis dan perdarahan aktif.[5,11,12]
Jika pasien mengalami trombositosis persisten atau memburuk meskipun telah mendapat terapi untuk penyakit penyebab secara adekuat, maka penyebab lain perlu dipertimbangkan. Jika terjadi perdarahan, maka lakukan terapi sesuai keparahan dan lokasinya sebagaimana dilakukan pada pasien umumnya. Begitu pula jika terjadi trombosis, maka pemberian antikoagulan, trombolisis, atau intervensi lain dilakukan sesuai protokol seperti pada pasien umumnya.[2]
Trombositosis Esensial (Primer)
Pada trombositosis esensial atau autonom (primer), perawatan diberikan berdasarkan faktor risiko trombosis ataupun perdarahan. Faktor risikonya meliputi:
- Usia 60 tahun atau lebih tua
- Riwayat trombosis sebelumnya
- Hitung trombosit di atas 1,5 juta/µL (1500×109/L)
- Obesitas
- Faktor risiko kardiovaskular seperti merokok, hipertensi, dan hiperkolesterolemia
- Penanda hiperkoagulabilitas, seperti faktor V Leiden dan antibodi antifosfolipid
- Mutasi Janus kinase 2 (JAK2) atau myeloproliferative leukemia virus oncogene (MPL)
Aspirin
Penggunaan aspirin pada terapi trombositosis masih kontroversial/ Pada pasien dengan risiko yang sangat rendah yang tidak memiliki salah satu faktor risiko di atas, terapi yang direkomendasikan cukup observasi saja. Pada pasien risiko rendah dengan faktor risiko mutasi JAK2 atau MPL, pemberian terapi aspirin dosis rendah (100 mg) 2 kali sehari dapat dipertimbangkan. Selain itu, aspirin dosis rendah mungkin berguna dalam mengobati pasien dengan gejala oklusi mikrovaskular, misalnya eritromelalgia.
Terapi Sitoreduktif
Terapi sitoreduktif diberikan untuk menurunkan jumlah trombosit pada pasien berisiko tinggi dan mengurangi risiko perdarahan pada pasien dengan jumlah trombosit >1 juta/μL. Terapi sitoreduktif lini pertama adalah hydroxyurea. Sedangkan untuk lini kedua terdiri atas busulfan, anagrelide, alfa interferon, dan ruxolitinib. Pada kasus-kasus sulit yang dikelola oleh agen tunggal, kombinasi agen sitoreduktif mungkin diperlukan.
Plateletpheresis
Manfaat plateletpheresis dalam terapi trombositosis juga masih diperdebatkan. Dalam keadaan gawat darurat, seperti trombosis yang berat atau instabilitas hemodinamik, yang memerlukan penurunan jumlah trombosit segera, terapi plateletpheresis dapat dipertimbangkan.[4]