Epidemiologi Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)
Data epidemiologi menunjukkan bahwa acute respiratory distress syndrome (ARDS) terjadi pada hingga 10% pasien di ruang rawat intensif. Angka kejadian lebih tinggi pada pasien yang menjalani intubasi atau menggunakan ventilator.[1,7-9]
Global
Angka insiden ARDS dapat terlihat lebih rendah pada lokasi atau negara yang tidak melakukan intubasi secara rutin terhadap gagal napas hipoksemia karena kurangnya sumber daya. Penggunaan rutin ventilasi dengan volume tidal tinggi dapat meningkatkan angka insiden ARDS
Pada sebuah studi di 50 negara pada 2016 yang melibatkan 29.144 pasien sebagai subjek penelitian, prevalensi ARDS pada pasien yang dirawat di ICU berada pada 10%. ARDS ditemukan pada sekitar 23% subjek yang terintubasi dan menggunakan ventilator. Berbagai studi lainnya di Eropa menemukan angka prevalensi ARDS pada 7% hingga 25,5%.[1,7-9]
Indonesia
Belum ada data epidemiologi ARDS di Indonesia.
Mortalitas
Pada sebuah studi yang melibatkan 50 negara pada 2016, mortalitas ARDS ringan ditemukan sebesar 34,9%. Angka ini meningkat pada ARDS sedang menjadi sebesar 40% dan ARDS berat sebesar 46,1%. Berbagai studi lain yang dilakukan pada tahun 2004 dan 2005 menemukan angka mortalitas ARDS dengan seluruh derajat keparahan pada 40% hingga 57,9%. Pada akhir 1990-an, mortalitas ARDS dapat mencapai 59%.[1,7-9]
Mortalitas ARDS meningkat secara signifikan pada pandemi COVID-19. Mortalitas ARDS terkait COVID-19 bervariasi antar studi, seperti 61,5 - 88,3% pada studi di Tiongkok, dan sekitar 26 - 36% di beberapa negara Eropa. Selain akibat patogenesis yang disebabkan oleh SARS-CoV-2, angka mortalitas ARDS terkait COVID-19 yang tinggi juga dipengaruhi oleh ketidakseimbangan sumber daya kesehatan.[1,8]
Penulisan pertama oleh: dr. Josephine Darmawan