Penatalaksanaan Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)
Strategi penatalaksanaan acute respiratory distress syndrome (ARDS) berfokus pada perbaikan fraksi shunt, peningkatan pengantaran (delivery) oksigen, pengurangan kebutuhan oksigen, dan penghindaran terhadap kerusakan yang lebih parah. Secara umum, penatalaksanaan ARDS meliputi manajemen ventilasi, manajemen cairan, dan medikamentosa.[1-3,9,10,12]
Manajemen Ventilasi
Pilihan ventilasi pada ARDS dapat berupa ventilasi non-invasif dan invasif. Volume tidal rendah 4-8 ml/kg sebaiknya dilakukan pada seluruh pasien ARDS. Rata-rata volume tidal rendah yang digunakan adalah 6 mg/kg. Limitasi tekanan inspiratorik plateau < 30cm H2O juga dapat dilakukan.
Ventilasi Non-Invasif
Ventilasi non-invasif merupakan ventilasi tanpa intubasi endotrakeal, seperti non-invasive positive-pressure ventilation (NIPPV), continuous positive airway pressure (CPAP), bi-level airway pressure (BiPAP), dan high-flow nasal cannula (HFNC). Ventilasi non-invasif digunakan pada ARDS ringan hingga sedang.
Ventilasi non-invasif memiliki keunggulan berupa tidak diperlukannya tindakan pemasangan selang endotrakeal dan mengurangi risiko komplikasi ventilasi invasif, seperti infeksi nosokomial dan barotrauma. Teknik ventilasi non-invasif novel juga sedang dikembangkan, termasuk airway pressure release ventilation (APRV) dan high-frequency oscillation ventilation.
HFNC merupakan metode pemberian oksigen yang telah mengalami penghangatan dan humidifikasi menggunakan kanul nasal ukuran besar. HFNC biasanya lebih dapat ditoleransi oleh pasien bila dibandingkan dengan NIPPV yang menggunakan sungkup. Rekomendasi mengenai metode ventilasi non-invasif mana yang paling mampu menurunkan risiko intubasi masih kurang kuat. Namun, penggunaan ventilasi non-invasif lebih unggul dibandingkan pemberian oksigen konvensional dalam penurunan risiko intubasi.[1-3,9,10,12]
Ventilasi Invasif
Ventilasi invasif adalah ventilasi yang memerlukan pemasangan selang endotrakeal yang terhubung dengan ventilator mekanik. Tujuan ventilasi invasif adalah oksigenasi dengan mencegah toksisitas oksigen dan komplikasi ventilasi mekanik. Target saturasi oksigen berkisar pada 85% - 90% dengan upaya menurunkan fraksi oksigen (FiO2) menjadi kurang dari 65% dalam 24 - 48 jam pertama.
Dalam upaya menurunkan mortalitas pasien ARDS selain COVID-19 yang terventilasi invasif, berbagai pedoman merekomendasikan penggunaan volume tidal yang rendah pada 4-8 ml/kg. Nilai positive end-expiratory pressure (PEEP) yang digunakan pada pasien ARDS dapat rendah maupun tinggi sesuai dengan nilai FiO2 yang digunakan, di mana pada FiO2 100%, nilai PEEP dapat mencapai 24 cmH2O. Belum ada rekomendasi kuat terkait metode penggunaan nilai maupun titrasi nilai PEEP tertentu pada ARDS.[1-3,9,10,12]
Manajemen Cairan
Belum ada standar tertentu dalam manajemen cairan untuk penatalaksanaan ARDS. Namun, diperlukan pemantauan keseimbangan cairan yang baik untuk mencegah overload yang dapat meningkatkan risiko edema paru. Di satu sisi, meskipun overload cairan yang terjadi ringan, risiko edema paru dan eksaserbasi hipoksemia pada pasien dapat terjadi akibat permeabilitas mikrovaskular paru yang meningkat. Di sisi lain, resusitasi cairan mungkin diperlukan pada kondisi penyakit etiologi ARDS tertentu, termasuk sepsis dan syok septik.
Berbagai pedoman mengeluarkan rekomendasi kondisional mengenai manajemen restriktif terhadap konsumsi cairan pasien ARDS. Untuk mencegah kurang maupun lebihnya cairan pada pasien, berbagai pemantauan dapat dilakukan, seperti pemantauan hemodinamik menggunakan metode invasif, termasuk pemantauan tekanan vena sentral, pemantauan output urin, hingga penggunaan modalitas pencitraan echocardiography.[1-3,9,10,12]
Medikamentosa
Pemberian medikamentosa tertentu pada pasien ARDS disesuaikan dengan penyakit etiologi, misalnya pemberian antibiotik pada pasien sepsis. Pasien ARDS sebagai pasien sakit kritis (critically ill) memiliki risiko trombosis vena yang lebih tinggi, sehingga pemberian profilaksis berupa antikoagulan mungkin diperlukan. Selain itu, pasien ARDS juga dapat diberikan profilaksis gastrointestinal, misalnya proton pump inhibitor (PPI), karena adanya peningkatan risiko perdarahan gastrointestinal.
Pada ARDS yang disebabkan oleh penyakit sensitif steroid, misalnya pneumonia eosinofilik akut, sepsis berulang, maupun pneumonia komunitas, pemberian glukokortikoid dapat memberikan manfaat. Pemberian glukokortikoid juga dapat memberikan manfaat pada pasien dengan ARDS persisten atau refrakter. Namun, pemberian glukokortikoid sebaiknya dihindari pada pasien ARDS dengan keparahan ringan, persisten lebih dari 14 hari, dan dengan penyakit etiologi infeksi virus.[1-3,9,10,12]
Terapi Suportif
Terapi suportif ARDS dapat berupa nutrisi hingga posisi pasien. Pemberian nutrisi bagi pasien ARDS sebaiknya dilakukan melalui enteral dengan menggunakan nasogastric tube. Pemberian nutrisi dapat dilakukan melalui intravena pada kondisi tertentu, seperti akut abdomen dan perdarahan gastrointestinal. Diet pasien ARDS sebaiknya berupa formula rendah karbohidrat, tinggi lemak dengan kandungan eicosapentaenoic acid dan linoleic acid.
Pada pasien ARDS sedang dan berat yang terintubasi, posisi pronasi ditemukan bermanfaat terhadap pasien. Posisi pronasi dapat meningkatkan oksigenasi dan menurunkan mortalitas. Perlakuan posisi pronasi sebaiknya dilakukan segera setelah intubasi dengan waktu tiap sesi yang lebih panjang setidaknya 16 jam.[1-3,9,10,12]
Penulisan pertama oleh: dr. Josephine Darmawan