Penatalaksanaan Gagal Jantung Akut
Penatalaksanaan gagal jantung akut dilakukan dalam tiga fase, yaitu fase pre-hospital, in-hospital, dan pre-discharge. Penatalaksanaan gagal jantung akut bergantung pada gambaran klinisnya.
Pre-Hospital
Fase pre-hospital adalah fase di mana pasien mendapatkan pertolongan pertama kali hingga dibawa ke rumah sakit. Pada fase ini, pasien gagal jantung akut perlu mendapatkan pemantauan non-invasif, seperti pemantauan oksimetri, tekanan darah, denyut jantung melalui monitoring irama elektrokardiografi (EKG), dan laju napas.
Pemberian oksigenasi perlu dipertimbangkan berdasarkan penilaian klinis, kecuali pada pasien dengan saturasi oksigen kurang dari 90%, di mana oksigenasi wajib dilakukan. Pada pasien dengan distress pernapasan, di mana laju napas lebih dari 25 kali per menit dan saturasi oksigen kurang dari 90%, maka ventilasi non-invasif wajib dilakukan pada pasien. Tidak kalah penting, setiap persiapan pre-hospital tidak sampai menunda keberangkatan pasien ke rumah sakit.[1,3,7,10-12]
Intra-Hospital
Penatalaksanaan gagal jantung akut pada fase intra-hospital, mulai dari pasien diterima di rumah sakit hingga pasien menerima perawatan, dilakukan berdasarkan gambaran klinisnya, yaitu gagal jantung akut dekompensata, edema paru akut, isolated right ventricular ventricle, atau syok kardiogenik.
Oksigenasi
Setiap pasien gagal jantung akut perlu mendapatkan pemantauan ketat terhadap tanda vital dan perbaikan gejala yang dialami. Pertimbangan terhadap kebutuhan perawatan intensif juga perlu dilakukan. Inisiasi dan titrasi naik terapi medikamentosa dilakukan sesuai dengan pemantauan tanda vital dan gejala yang dialami pasien. Terapi oksigenasi direkomendasikan pada pasien dengan saturasi <90% atau PaO2 <60 mmHg.[1,3,7,10-12]
Diuretik
Setiap pasien dengan gagal jantung akut perlu mendapatkan loop diuretic, di mana terdapat dua kondisi pemberian, yaitu:
- Pasien yang telah mendapatkan furosemide oral sebelumnya: Diberikan furosemide secara intravena dengan dosis 1-2 kali dosis oral.
- Pasien yang belum pernah mendapatkan furosemide oral sebelumnya: Diberikan furosemide secara intravena dengan dosis 20-40 mg.
Pemberian furosemide intravena dapat dilakukan secara rutin setiap 12 jam dengan memantau urine output dengan target 100-150 ml/jam dan urinary spot sodium dengan target 50-70 mEq/L setiap 2-6 jam. Dosis intravena dapat dinaikkan 2 kali lipat hingga dosis maksimal apabila tidak ditemukan perbaikan kedua parameter tersebut.[1,3,7,10-12]
Inotropik atau Vasopresor
Pada kondisi tertentu, pemberian inotropik atau vasopresor diperlukan, berupa:
Dobutamine infus 2-20 μg/kgBB/menit
Dopamine infus 3-5 μg/kgBB/menit
Norepinephrine 0,2-1,0 μg/kgBB/menit
Epinephrine 0,05-0,5 μg/kgBB/menit.[1,3,7,10-12]
Profilaksis Tromboemboli
Profilaksis tromboemboli dengan low-molecular-weight heparin direkomendasikan pada pasien yang belum pernah mendapatkan maupun memiliki kontraindikasi terhadap terapi antikoagulan. Profilaksis tromboemboli diperlukan untuk mencegah risiko emboli paru dan deep vein thrombosis.[1,3,7,10-12]
Gagal Jantung Akut Dekompesata
Pada pasien dengan gagal jantung akut dekompensata, hal yang perlu dinilai pada pasien adalah adanya hipoperfusi. Bila tanda dan gejala hipoperfusi tidak ditemukan, pemberian loop diuretic perlu dilakukan. Bila pada pasien ditemukan tanda resistensi diuretik maupun gagal ginjal tahap akhir, maka terapi pengganti ginjal, seperti dialisis, hemofiltrasi, atau hemodiafiltrasi, perlu dilakukan terhadap pasien.
Bila ditemukan tanda dan gejala hipoperfusi pada pasien, maka pemberian loop diuretic perlu diberikan dengan pertimbangan pemberian inotropik maupun vasopresor. Bila ditemukan adanya hipoperfusi persisten hingga kerusakan organ setelah pemberian inotropik, penggunaan mechanical circulatory support (MCS) dengan atau tanpa terapi pengganti ginjal perlu dilakukan.[1,3,7,10-12]
Edema Paru Akut
Terapi oksigenasi perlu dilakukan segera pada pasien dengan kecurigaan edema paru akut. Ventilasi non-invasif dapat dilakukan dengan mempertimbangan kondisi klinis pasien.
Bila tekanan darah sistolik pasien setidaknya 110 mmHg, pemberian loop diuretic dengan atau tanpa vasodilator dengan nitrogliserin perlu dilakukan. Namun, pada pasien dengan tekanan darah sistolik di bawah 110 mmHg disertai adanya tanda dan gejala hipoperfusi, pemberian loop diuretic perlu diberikan bersama dengan inotropik atau vasopresor. Pemberian inotropik/vasopresor maupun vasodilator tidak diperlukan pada pasien dengan tekanan darah di bawah 110 mmHg tanpa hipoperfusi, di mana pemberian loop diuretic tetap diperlukan.
Terapi pengganti ginjal mungkin diperlukan bila tidak terdapat pengurangan kongesti setelah tata laksana.[1,3,7,10-12]
Isolated Right Ventricle Failure
Setiap pasien dengan isolated right ventricle failure perlu dipastikan tidak disertai adanya sindrom koroner akut maupun edema paru akut. Bila ditemukan, penatalaksanaan yang dilakukan spesifik terhadap kedua kondisi tersebut.
Bila isolated right ventricle failure ditemukan dengan tanda kongesti, maka diperlukan pemberian loop diuretic. Bila ditemukan adanya hipoperfusi perifer atau hipotensi persisten, maka pemberian vasopresor dengan atau tanpa inotropik perlu dilakukan. Terapi pengganti ginjal dan right ventricular assist device dilakukan terhadap pasien yang tidak menunjukkan respon terhadap penatalaksanaan.[1,3,7,10-12]
Syok Kardiogenik
Bila ditemukan kondisi khusus sebagai penyebab syok kardiogenik, seperti sindrom koroner akut maupun gangguan struktur jantung lainnya, penatalaksanaan spesifik diperlukan untuk mengatasi kondisi tersebut. Contohnya adalah percutaneus coronary intervention pada sindrom koroner akut.
Pemberian oksigen atau bantuan ventilasi perlu dipertimbangkan sesuai dengan klinis pasien. Selain itu, pertimbangan pemberian inotropik atau vasopresor juga perlu dilakukan. Bila tidak ditemukan perbaikan terhadap kondisi hipoperfusi hingga didapatkan tanda kerusakan organ, terapi pengganti ginjal atau mechanical circulatory support (MCS) perlu dilakukan terhadap pasien.[1,3,7,10-12]
Pre-Discharge
Setiap pasien gagal jantung akut yang akan lepas rawat inap perlu dievaluasi dengan teliti untuk menyingkirkan kemungkinan adanya tanda kongesti persisten. Kongesti persisten setelah lepas rawat inap terkait dengan peningkatan risiko rawat inap ulang dan mortalitas. Optimisasi terapi, terutama diuretik, diperlukan untuk mencegah munculnya kongesti pada pasien.[1,3,7,10-12,17]
Optimal Medical Therapy (OMT) Oral
Optimal medical therapy (OMT) oral perlu diberikan terhadap kondisi gagal jantung yang dialami pasien setelah rawat inap. Optimisasi terapi medikamentosa memiliki tujuan mengurangi kongesti, menangani komorbiditas, maupun memulai OMT oral dengan manfaat maksimal terhadap pasien. Medikamentosa yang menjadi bagian dari OMT oral dapat dilihat pada Tabel 2.[1,3,7,10-12,17]
Tabel 2. Medikamentosa Pada Gagal Jantung
Dosis awal | Dosis target/maksimal | |
ACE-inhibitor | ||
Captopril | 6,25 mg tiga kali sehari | 50 mg tiga kali sehari |
Enalapril | 2,5 mg dua kali sehari | 10 - 20 mg dua kali sehari |
Lisinopril | 2,5 - 5 mg sekali sehari | 20 - 35 mg sekali sehari |
Ramipril | 2,5 mg dua kali sehari | 5 mg dua kali sehari |
Trandolapril | 0,5 mg sekali sehari | 4 mg sekali sehari |
Angiotensin receptor - neprilysin inhibitor (ARNI) | ||
Sacubitril/valsartan | 49/51 mg dua kali sehari | 97/103 mg dua kali sehari |
Angiotensin receptor blocker (ARB) | ||
Candesartan | 4 mg sekali sehari | 32 mg sekali sehari |
Losartan | 50 mg sekali sehari | 150 mg sekali sehari |
Valsartan | 40 mg dua kali sehari | 160 mg dua kali sehari |
Beta-blocker | ||
Bisoprolol | 1,25 mg sekali sehari | 10 mg sekali sehari |
Carvedilol | 3,125 mg dua kali sehari | 25 mg dua kali sehari |
Metoprolol succinate | 12,5 - 25 mg sekali sehari | 200 mg dua kali sehari |
Nebivolol | 1,25 mg sekali sehari | 10 mg sekali sehari |
Mineralocorticoid receptor antagonist (MRA) | ||
Spironolactone | 25 mg sekali sehari | 50 mg sekali sehari |
Eplerenone | 25 mg sekali sehari | 50 mg sekali sehari |
SGLT2-inhibitor | ||
Dapaglifozin | 10 mg sekali sehari | 10 mg sekali sehari |
Empaglifozin | 10 mg sekali sehari | 10 mg sekali sehari |
Loop diuretic | ||
Bumeranide | 0,5 - 1 mg satu atau dua kali sehari | 10 mg per hari |
Furosemide | 20 - 40 mg satu atau dua kali sehari | 600 mg per hari |
Torsemide | 10 - 20 mg sekali sehari | 200 mg per hari |
Thiazide diuretic | ||
Chlorthiazide | 250 - 500 mg satu atau dua kali sehari | 1.000 mg per hari |
Chlorthalidone | 12,5 - 25 mg sekali sehari | 100 mg per hari |
Hydrochlorothiazide | 25 mg satu atau dua kali sehari | 200 mg per hari |
Indapamide | 2,5 mg sekali sehari | 5 mg per hari |
Metolazone | 2,5 mg sekali sehari | 20 mg per hari |
Lainnya | ||
Ivabradine | 5 mg dua kali sehari | 7,5 mg dua kali sehari |
Vericiguat | 2,5 mg sekali sehari | 10 mg sekali sehari |
Digoxin | 62,5 μg sekali sehari | 250 μg sekali sehari |
Hydralazine/ISDN | 37,5/20 mg tiga kali sehari | 75/40 mg tiga kali sehari |
Sumber: dr. Michael Sintong Halomoan, Alomedika, 2022.[1,3,7,10-12]
Penulisan pertama oleh: dr. Alexandra Francesca Chandra