Diagnosis Kardiomiopati
Diagnosis kardiomiopati diawali dari kecurigaan adanya gejala gangguan jantung pada anamnesis, misalnya sesak atau nyeri dada, dan temuan pemeriksaan fisik, seperti murmur jantung atau ronki pada basal paru. Konfirmasi diagnosis dilakukan menggunakan pemeriksaan penunjang, seperti elektrokardiografi dan ekokardiografi.
Anamnesis
Anamnesis yang harus digali pada kecurigaan kardiomiopati meliputi eksplorasi gejala yang diderita serta adanya faktor risiko kardiomiopati. Beberapa gejala kardiomiopati, antara lain paroxysmal nocturnal dyspnea, napas tersengal-senga saat beraktivitasl, nyeri dada, lemas, kaki bengkak dan sinkop. Gejala lain dapat berupa angina, palpitasi, toleransi olahraga menurun, serta gejala nonspesifik, seperti fatigue dan malaise.
Dokter juga perlu menanyakan tentang riwayat penyalahgunaan alkohol, kokain, dan amfetamin, serta apakah pasien menjalani kemoterapi untuk mencari tahu adanya paparan toksin jantung. Riwayat keluarga juga perlu diketahui, misalnya penyakit neuromuskular, seperti Duchenne muscular dystrophy, riwayat penyakit kardiovaskular, seperti aritmia atau gagal jantung, serta riwayat henti jantung mendadak pada keluarga yang berusia di bawah 50 tahun.[2–4,35]
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang harus diperhatikan pada kecurigaan kardiomiopati pada dasarnya serupa dengan gagal jantung. Antar tipe kardiomiopati akan ditemukan hasil pemeriksaan fisik yang berbeda-beda.
Kardiomiopati Dilatasi
Pada pemeriksaan fisik kardiovaskular akan ditemukan edema perifer, ronkhi pada basal paru, dan bunyi jantung S3 gallop. Point of maximum impulse (PMI) biasanya bergeser ke lateral. Selain itu, dapat juga ditemukan regurgitasi mitral atau trikuspid akibat pembesaran dan dilatasi ventrikel. Pada pemeriksaan leher, distensi dan peningkatan tekanan vena jugularis, serta hepatojugular reflux yang positif.[4,24]
Kardiomiopati Hipertrofi
Temuan pada pada kardiomiopati hipertrofi dapat berupa bunyi murmur pada sistolik, denyut karotis abnormal, dan bunyi jantung S4 atrial gallop. Murmur sistolik biasanya terdengar jelas pada linea sternalis kiri bawah.
PMI yang sangat menonjol dapat dijumpai pada palpasi, biasanya PMI akan bergeser ke lateral. Pemeriksaan fisik juga sebaiknya mencakup manuver valsava, dengan cara meminta pasien untuk berdiri setelah sebelumnya berada pada posisi jongkok. Pada pasien yang tidak mengalami obstruksi left ventricular outflow tract (LVOT), hasil pemeriksaan fisik mungkin akan normal.[13]
Kardiomiopati Aritmogenik
Pemeriksaan fisik pada kardiomiopati aritmogenik biasanya bersifat tidak spesifik. Pada inspeksi mungkin ditemukan jantung kiri yang lebih menonjol, akibat pembesaran ventrikel kanan. Diagnosis lebih mengandalkan pemeriksaan penunjang, misalnya ekokardiografi.[22]
Kardiomiopati Restriktif
Temuan pemeriksaan fisik generalisata pada kardiomiopati restriktif, antara lain pitting edema, asites, hepatomegali. Pada pemeriksaan kardiovaskular dapat dijumpai bunyi jantung S3 gallop, serta murmur akibat regurgitasi katup mitral dan trikuspid. Suara napas biasanya terdengar menurun. Pada pemeriksaan leher, dapat terlihat peningkatan tekanan vena jugularis.[20]
Takotsubo Syndrome
Temuan pemeriksaan fisik dapat berupa takiaritmia, bradiaritmia, mitral regurgitasi berat, atau bahkan henti jantung. Pada auskultasi dapat terdengar murmur sistolik akibat obstruksi LVOT. Tanda-tanda syok kardiogenik juga mungkin ditemukan pada 10% pasien, di antaranya sianosis, ekstremitas dingin, bunyi jantung melemah, dan suara napas rales.[14,25]
Diagnosis Banding
Diagnosis banding kardiomiopati adalah penyakit jantung koroner (iskemik/infark), athlete’s heart, atau perikarditis konstriktif.
Stenosis Aorta
Pada stenosis aorta juga terjadi obstruksi LVOT, sehingga gejalanya dapat menyerupai kardiomiopati hipertrofi. Terkadang, dapat ditemukan riwayat penyakit jantung reumatik pada pasien stenosis aorta, tetapi stenosis aorta juga dapat terjadi secara kongenital. Berbeda dengan kardiomiopati, pada ekokardiografi stenosis aorta dapat ditemukan kalsifikasi katup aorta.[26]
Athlete’s Heart
Athlete’s heart merupakan kondisi dilatasi fisiologis ventrikel kiri, disertai penurunan left ventricle ejection fraction (LVEF), mirip dengan kardiomiopati dilatasi. Untuk membedakan dengan kardiomiopati dapat dilakukan dengan pemeriksaan penunjang. Pada athlete’s heart hasil elektrokardiografi (EKG) akan normal. Hasil ekokardiografi juga akan menunjukkan fungsi diastolik normal. Pada cardiopulmonary testing, didapatkan puncak VO2 tinggi.[27]
Perikarditis Konstriktif
Perikarditis konstriktif terjadi akibat pembentukan jaringan granulasi pada perikardium, sehingga elastisitas perikardium menurun dan terjadi restriksi pengisian ventrikel. Penyakit ini serupa dengan kardiomiopati restriktif, dan perlu dibedakan dengan ekokardiografi.
Pemeriksaan ekokardiografi dapat menunjukkan adanya pembesaran biatrial, volume ventrikel normal atau menurun, dinding ventrikel kiri normal, fungsi sistolik normal, gangguan pengisian ventrikel, disfungsi diastolik. Pada pemeriksaan magnetic resonance imaging (MRI) jantung, dapat ditemukan penebalan perikardium >4 mm pada gambaran T2-weighted black blood.[28]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada kardiomiopati berperan penting dalam diagnosis penyakit dan menyingkirkan diagnosis banding. Pemeriksaan penunjang yang sering digunakan, antara lain elektrokardiogram (EKG), ekokardiografi, computed tomography scan (CT scan), dan magnetic resonance imaging (MRI) jantung. Pemeriksaan laboratorium, misalnya troponin atau brain natriuretic peptide (BNP) juga dapat dilakukan.
EKG
Pemeriksaan EKG perlu dilakukan pada pasien yang dicurigai kardiomiopati. Pada kardiomiopati dilatasi, restriktif, dan hipertrofi dapat ditemukan left ventricular hypertrophy (LVH). Kompleks QRS lebar, Q patologis, T inversi biasa ditemukan pada kardiomiopati hipertrofi.
Pada kardiomiopati restriktif dapat ditemukan hasil EKG low voltage dengan LVH. Gangguan repolarisasi dan gelombang amplitudo kecil pada akhir kompleks QRS dapat dijumpai pada kardiomiopati aritmogenik. Pada Takotsubo syndrome dapat dijumpai elevasi segmen ST pada fase awal penyakit dan inversi gelombang T pada fase lebih lanjut. Kelainan pada EKG biasanya hanya sementara.[3,15]
Ekokardiografi
Pemeriksaan pencitraan lini pertama yang rutin dilakukan pada pasien kardiomiopati adalah ekokardiografi. Perbedaan hasil ekokardiografi untuk tiap jenis kardiomiopati dijabarkan dalam tabel 2.[3,15,29,30]
Tabel 2. Hasil Ekokardiografi Setiap Jenis Kardiomiopati
Jenis Kardiomiopati | Hasil Ekokardiografi |
Kardiomiopati Dilatasi | Pembesaran ruang ventrikel dengan ketebalan dinding ventrikel yang normal/berkurang, disertai disfungsi sistolik |
Kardiomiopati Hipertrofi | LVH tanpa etiologi yang jelas disertai penurunan volume ruang ventrikel |
Kardiomiopati Restriktif | Pembesaran biatrial, volume ventrikel normal/berkurang, ketebalan dinding ventrikel kiri normal, fungsi sistolik normal, penurunan pengisian ventrikel |
Kardiomiopati Aritmogenik | Kelainan dinding global/segmental dengan/tanpa gangguan motion |
Takotsubo Syndrome | Ditemukan systolic apical ballooning pada ventrikel kiri, depresi segmen mid dan apikal, serta hiperkinesis dinding basal jantung. |
Sumber: dr. Alexandra, Alomedika. 2019
MRI Jantung
MRI jantung sudah menjadi baku emas dalam menegakkan diagnosis kardiomiopati dilatasi. MRI dapat mengevaluasi pembesaran ventrikel dan menghitung fraksi ejeksi. Selain itu MRI dapat mengevaluasi fibrosis pada dinding jantung dengan gambaran late gadolinium enhancement (LGE), yang menandakan adanya area fibrosis yang menggantikan miokard normal.
MRI juga bermanfaat dalam membantu menegakkan diagnosis kardiomiopati aritmogenik dengan ditemukannya kriteria mayor dan minor pada MRI. Selain itu, MRI juga dapat membedakan kardiomiopati restriktif dari perikarditis konstriktif.[2,3,29]
CT Scan Jantung
CT scan jantung adalah pemeriksaan noninvasif yang efektif dalam mengevaluasi struktur jantung dan katupnya, tipe hipertrofi miokard (konsentrik atau eksentrik), menilai hemodinamik/aliran darah yang melalui katup jantung, ada-tidaknya regurgitasi atau stenosis katup, serta mengeksklusi etiologi sumbatan arteri koroner.
Pada kasus kardiomiopati dilatasi, CT scan jantung sering dilakukan untuk mengeksklusi etiologi penyakit jantung koroner. Sementara pada kardiomiopati hipertrofi, CT scan jantung digunakan untuk mengevaluasi hipertrofi miokard dan menilai obstruksi hemodinamik yang ditimbulkan.[3,9,30]
Pencitraan Nuklir
Pencitraan nuklir seperti positron emission tomography (PET) atau myocardial perfusion single photon emission computed tomography (SPECT) juga bermanfaat dalam mengkuantifikasi perfusi miokard untuk mengeksklusi etiologi iskemik. Selain itu, PET scan dengan ambilan analog glukosa F-fluorodeoxyglucose terjadi pada penyakit inflamasi dan neoplasma, sehingga diketahui kemungkinan adanya keterlibatan penyakit sistemik lain.[2,3,9,30]
Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang rutin dilakukan pada kasus kardiomiopati pada dasarnya sama dengan pemeriksaan laboratorium yang dilakukan pada gagal jantung:
- Troponin, untuk menilai adanya iskemia atau infark miokard
- Kimia darah, seperti urea, kreatinin, gula darah, albumin, transaminase
- Elektrolit, untuk menilai adanya ketidakseimbangan elektrolit yang dapat mengakibatkan gangguan irama jantung
Brain natriuretic peptide (BNP), untuk menilai ada/tidaknya gagal jantung[3,30]
Direvisi oleh: dr. Livia Saputra