Prognosis Kardiomiopati
Prognosis kardiomiopati secara umum kurang baik. Prognosis paling buruk kemungkinan ditemukan pada kardiomiopati restriktif, dengan tingkat mortalitas dalam 5 tahun mencapai 70%. Prognosis yang lebih baik ditemukan pada kardiomiopati hipertrofi. Salah satu komplikasi akibat kardiomiopati adalah gagal jantung.
Komplikasi
Komplikasi dari semua jenis kardiomiopati bila tidak mendapat penatalaksanaan adekuat adalah gagal jantung, bahkan tidak jarang pasien kardiomiopati datang sudah dalam kondisi gagal jantung. Selain itu, beberapa jenis kardiomiopati, misalnya hipertrofi atau dilatasi juga dapat menyebabkan fibrilasi ventrikel, yang dapat menyebabkan kematian jantung mendadak/sudden cardiac death.[2,3]
Kardiomiopati hipertrofi dapat mengakibatkan terjadinya aritmia ventrikular atau supraventrikular, endokarditis, dan atrial fibrilasi disertai pembentukan trombus. Pada kardiomiopati restriktif, komplikasi dapat berupa tromboembolisme dan sirosis jantung. Takotsubo syndrome dapat mengakibatkan komplikasi seperti syok kardiogenik.[7,20,30]
Prognosis
Kardiomiopati restriktif memiliki prognosis yang paling buruk di antara kardiomiopati tipe-tipe lain. Survival rate hanya dilaporkan selama 2–5 tahun, dan diperkirakan 70% pasien meninggal pada tahun ke-5. [9,20]
Pada kardiomiopati dilatasi, prognosis juga kurang baik. Sebanyak 50% pasien meninggal dalam 5 tahun. Sebagian besar pasien akan mengalami gagal jantung kronis dan membutuhkan transplantasi jantung. Prognosis lebih buruk didapatkan pada pasien yang memiliki gejala saat beristirahat atau tidak dapat berolahraga sama sekali. Prognosis lebih baik didapatkan pada pasien dengan nilai maximum oxygen consumption (VO2) yang tinggi.[8,24]
Prognosis pada kardiomiopati hipertrofi tergolong cukup baik di antara tipe kardiomiopati lainnya. Namun, prognosis bisa menjadi kurang baik pada pasien anak-anak. Prognosis yang lebih buruk juga ditemukan jika pasien mengalami atrial fibrilasi, atrial flutter, ventricular tachycardia, dan ventricular fibrillation.[13]
Kardiomiopati aritmogenik juga memiliki prognosis yang lebih baik, sejak ditemukan magnetic resonance imaging (MRI) jantung dan computed tomography (CT) scan jantung. Pemeriksaan-pemeriksaan tersebut membantu diagnosis dilakukan lebih dini, dan berguna untuk skrining pada keluarga. Prognosis yang kurang baik ditemukan pada pasien dengan usia di atas 50 tahun saat diagnosis. Biasanya, risiko aritmia lebih tinggi pada pasien kelompok usia ini.[22,31]
Prognosis Takotsubo syndrome juga termasuk cukup baik, sebab biasanya gejala dan abnormalitas lainnya akan mengalami remisi dalam 1 bulan. Prognosis dapat menjadi lebih buruk bila penyebab Takotsubo syndrome berkaitan dengan kelainan fisik, misalnya infeksi, pasien di atas 70 tahun, penyandang diabetes mellitus, fraksi ejeksi ventrikel kiri <30%, dan mengalami syok kardiogenik saat datang ke rumah sakit.[32]
Direvisi oleh: dr. Livia Saputra