Epidemiologi Kardiomiopati
Berdasarkan data epidemiologi, tipe kardiomiopati yang paling jarang dijumpai adalah kardiomiopati restriktif. Predominasi berdasarkan jenis kelamin berbeda-beda. Pada kardiomiopati dilatasi dan kardiomiopati hipertrofi, prevalensi lebih tinggi pada laki-laki, sedangkan kardiomiopati restriktif idiopatik dan Takotsubo syndrome lebih sering terjadi pada perempuan.
Global
Data epidemiologi menunjukkan bahwa prevalensi kardiomiopati dilatasi pada dewasa yaitu 1 kasus per 2500 orang, dan lebih sering terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan. Kardiomiopati merupakan salah satu penyebab utama gagal jantung. Pada pasien pediatrik, kardiomiopati dilatasi mencakup 60% dari seluruh kasus kardiomiopati.[8]
Prevalensi kardiomiopati hipertrofi diperkirakan sebanyak 0,05–0,2% pada populasi umum, dan lebih umum pada pasien laki-laki. Prevalensi yang lebih tinggi ditemukan pada pasien rawat jalan yang menjalani pemeriksaan elektrokardiografi (EKG), yaitu sebanyak 0,5%. Sekitar 25% kasus kardiomiopati hipertrofi berhubungan dengan riwayat penyakit yang sama pada keluarga derajat pertama.[7]
Kardiomiopati restriktif adalah tipe terjarang dari kardiomiopati, persentase nya adalah sekitar 5% dari seluruh kasus kardiomiopati. Sebagian besar kardiomiopati restriktif merupakan didapat/acquired. Penyebab yang cukup sering dijumpai adalah amyloidosis dan sarkoidosis.[3,9,17]
Prevalensi kardiomiopati aritmogenik bervariasi, antara 1:1.000–5.000. Variasi ini mungkin diakibatkan manifestasi klinis yang sering terjadi adalah henti jantung mendadak, sehingga diagnosis kardiomiopati terlewat pada 30% kasus. Kardiomiopati aritmogenik menjadi penyebab dalam 20–31% kasus henti jantung mendadak di Eropa dan Amerika Serikat.[11,18]
Takotsubo syndrome diperkirakan terjadi pada 1–2% pasien yang diduga mengalami sindrom koroner akut. Pada pasien rawat inap, prevalensinya diperkirakan sebanyak 0,02%. Sindrom ini sering terjadi pada wanita, terutama postmenopause. Rerata usia terjadinya Takotsubo syndrome adalah 66,4 tahun.[11,15]
Indonesia
Belum ada data epidemiologi kardiomiopati di Indonesia. Namun, prevalensi gagal jantung di Indonesia diperkirakan sebesar 5% atau lebih. Kardiomiopati diketahui cukup erat berhubungan dengan terjadinya gagal jantung.[19]
Mortalitas
Kardiomiopati restriktif merupakan kardiomiopati dengan tingkat mortalitas tertinggi di antara tipe kardiomiopati lainya. Survival rate pada tahun ke-2 dan ke-5 adalah 50% dan 70%. Survival rate yang lebih buruk ditemukan pada pasien pediatrik, terutama perempuan.[11,17,20]
Tingkat mortalitas kardiomiopati dilatasi adalah 2–4% per tahun. Kematian biasanya disebabkan karena gagal jantung atau aritmia. Bila tidak dilakukan transplantasi jantung, survival rate pada kardiomiopati dilatasi kurang baik.[11,21]
Kardiomiopati hipertrofi diperkirakan menyebabkan mortalitas sekitar 1% per tahun, sedangkan kardiomiopati aritmogenik diperkirakan menyebabkan kematian mendadak pada 5–10% pasien yang berusia di bawah 65 tahun. Tingkat mortalitas Takotsubo syndrome pada masa follow up 2,9 tahun adalah 6,9%.[13,22,23]
Direvisi oleh: dr. Livia Saputra