Patofisiologi Kardiomiopati
Berdasarkan patofisiologinya, kardiomiopati dibedakan menjadi kardiomiopati dilatasi, kardiomiopati hipertrofi, kardiomiopati aritmogenik, kardiomiopati restriktif dan Takotsubo syndrome. Semua jenis kardiomiopati yang dibiarkan tanpa penatalaksanaan adekuat, pada akhirnya akan berujung menjadi gagal jantung.
Kardiomiopati Dilatasi
Patofisiologi kardiomiopati dilatasi awalnya diyakini terkait dengan adanya riwayat infeksi virus pada jantung sebelumnya, atau paparan cardiac toxin, seperti alkohol, kokain, amfetamin, atau obat kemoterapi, misalnya fluorouracil, yang menyebabkan kerusakan sel-sel miokard. Kerusakan sel-sel miokard ini lama-kelamaan memicu reaksi imun aberan terhadap sel miokard host itu sendiri. Reaksi autoimun ini menyebabkan terjadinya disfungsi ventrikel dan dilatasi ventrikel di kemudian hari.[2,10]
Namun, terdapat lebih dari 50% kasus kardiomiopati dilatasi tidak terkait hal tersebut, sehingga dianggap idiopatik. Sekitar 35% dari kasus idiopatik diperkirakan terkait genetik, dan sisanya merupakan kardiomiopati sekunder akibat penyakit sistemik lainnya, misalnya Duchenne muscular dystrophy, serta kelainan mitokondrial, metabolik, atau endokrin.[2,10]
Berbagai studi sudah menunjukkan bahwa kardiomiopati dilatasi berhubungan dengan mutasi berbagai gen. Studi berbasis populasi keluarga menunjukkan 15–30% pasien kardiomiopati dilatasi memiliki keluarga dengan kondisi yang sama. Beberapa gen yang kerap dihubungkan dengan kardiomiopati dilatasi, antara lain LMNA, MYH7, TNNT2, TTN, RBM20, dan BAG3.[8]
Gen TTN diduga berperan dalam 25% kasus kardiomiopati dilatasi familial dan pada 18% kasus sporadis. Mutasi pada gen TTN, yang berfungsi mengkode protein titin, menyebabkan perubahan viskoelastisitas miokard. Mutasi pada gen ini diduga berhubungan dengan konsumsi alkohol berlebihan dan infeksi virus, misalnya human immunodeficiency virus (HIV).[8,11]]
Kardiomiopati Hipertrofi
Pada kardiomiopati hipertrofi, terdapat gradien tekanan yang dinamis pada left ventricular outflow tract (LVOT). Penyempitan outflow semakin terlihat pada fase sistolik. Obstruksi LVOT dapat dijumpai pada 75% pasien kardiomiopati hipertrofi. Kelainan katup jantung, khususnya regurgitasi katup mitral dapat terjadi akibat obstruksi LVOT.
Obstruksi LVOT disebabkan oleh katup mitral yang tertarik ke arah septum saat muskulus papilaris berkontraksi. Hal ini diakibatkan lokasi katup yang abnormal dan adanya hipertrofi septum. Katup mitral akan terdorong ke arah septum akibat posisinya yang abnormal pada jalur outflow, serta karena adanya tekanan yang lebih rendah saat darah dipompa dengan kecepatan tinggi melalui jalur outflow yang menyempit.
Sebagian pasien dengan kardiomiopati hipertrofi memiliki fungsi diastolik yang abnormal, meskipun gradien tekanan normal. Hal ini mengganggu proses pengisian ventrikel dan meningkatkan tekanan pengisian. Pasien akan memiliki kadar kinetik kalsium yang tinggi dan iskemia subendokardial, yang menyebabkan hipertrofi semakin parah dan terjadinya proses miopatik.[7,12,13]
Kardiomiopati Aritmogenik
Kardiomiopati aritmogenik dapat bermanifestasi sebagai kardiomiopati ventrikel kiri atau kanan, amyloidosis jantung, sarkoidosis, penyakit Chagas, dan nonkompaksi ventrikel kiri. Manifestasi kelainan ini serupa dengan kardiomiopati dilatasi, yaitu adanya gejala klinis aritmia akibat dilatasi ventrikel atau gangguan fungsi sistolik.
Miokard akan digantikan dengan jaringan fibrotik dan lemak, dimulai dari epikardium hingga transmural, dan terbentuk aneurisma. Lokasi kelainan biasanya pada dysplasia triangle, yaitu apeks, jalur influks, dan jalur outflow pada ventrikel kanan dan kiri pada 76% kasus. Genetik diduga memegang peranan pada kardiomiopati aritmogenik. Beberapa gen yang diduga berperan, antara lain JUP, SDP, PKP2, DSG2, dan DSC2.[2,10,11]
Kardiomiopati Restriktif
Patofisiologi kardiomiopati restriktif didasarkan pada kekakuan ventrikel yang menyebabkan disfungsi diastolik, peningkatan tekanan end-diastolic dan dilatasi atrium. Kekakuan ventrikel ini dapat diakibatkan kelainan genetik secara langsung, misalnya mutasi gen troponin I TNNI3, ataupun akibat penyakit sistemik lainnya, misalnya penyakit infiltratif amyloidosis.
Pada amyloidosis, adanya deposit protein amyloid pada ruang ekstrasel menyebabkan otot miokard menjadi kaku. Hal ini dapat meningkatkan tekanan intraventrikel dan gangguan hemodinamik, sehingga volume diastolik dapat berkurang dan fungsi sistolik akan terganggu.[2,7]
Kardiomiopati Takotsubo
Kardiomiopati Takotsubo dikenal juga sebagai Takotsubo syndrome atau kardiomiopati akibat stres. Pada sindrom ini, ditemukan disfungsi transien ventrikel kiri pada sistolik dan diastolik. Jika dilakukan pemeriksaan elektrokardiografi (EKG), dan enzim jantung, akan ditemukan hasil yang serupa dengan infark miokard akut, padahal tidak terjadi penyakit jantung koroner.
Disfungsi ventrikel biasanya terjadi secara mendadak akibat stres psikologis. Sindrom ini cukup banyak terjadi pada wanita postmenopause. Takotsubo syndrome dapat menyebabkan komplikasi, seperti syok kardiogenik atau gagal jantung.[11,14]
Direvisi oleh: dr. Livia Saputra