Epidemiologi Sindrom Brugada
Epidemiologi sindrom Brugada dari berbagai data menunjukkan lebih sering ditemukan pada laki-laki, usia 40‒50 tahun, dan pada masyarakat di daerah Asia Tenggara.[1,2]
Global
Rerata prevalensi sindrom Brugada di seluruh dunia adalah 0,4%, dengan prevalensi paling tinggi di Asia (0,9%) dan paling rendah di Amerika Utara (0,2%). Sindrom Brugada paling sering ditemukan di Asia Tenggara, kemudian diikuti oleh Asia Tengah, Asia Timur, Eropa, dan Amerika Utara. Thailand merupakan negara dengan morbiditas sindrom Brugada paling tinggi, yaitu 15 kali lebih tinggi dibandingkan rerata prevalensi seluruh dunia.
Sindrom Brugada lebih sering ditemukan pada pria (0,9%) dari pada wanita (0,1%), dan sering terdiagnosis pada kelompok usia 40‒50 tahun. Serangan aritmia jarang ditemukan pada pasien anak atau lansia. Pasien sindrom Brugada berusia lanjut yang asimtomatik memiliki risiko kecil untuk mengalami serangan aritmia di kemudian hari.[1,2,9-11]
Indonesia
Belum ada data prevalensi kasus sindrom Brugada di Indonesia.
Mortalitas
Dua dari tiga pasien sindrom Brugada tidak memiliki gejala atau asimtomatik. Registry FINGER melaporkan 64% pasien sindrom Brugada di Prancis, Italia, Belanda, dan Jerman tidak menunjukkan gejala. Sementara, registry PRELUDE menemukan 79% pasien sindrom Brugada asimtomatik.[1,4,10]
Risiko terjadinya aritmia pada pasien asimtomatik berkisar 3,8% dalam 5 tahun, dan 4,6% dalam 15 tahun. Insidensi aritmia yang mengancam nyawa pada pasien sindrom Brugada sebesar 13,5% per tahun pada pasien dengan riwayat henti jantung mendadak, 3,2% per tahun pada pasien dengan riwayat sinkop, dan 1% per tahun pada pasien asimptomatik. Insidensi ventricular fibrillation (VF) pada pasien sindrom Brugada terjadi pada rerata usia 41±15 tahun, terjadi biasanya pada saat pasien sedang beristirahat atau tidur. Hanya sebagian kecil pasien yang terdiagnosa sindrom Brugada memiliki riwayat henti jantung, yaitu 6% di Eropa dan 18% di Jepang.[1,4,10]