Penatalaksanaan Sindrom Brugada
Penatalaksanaan sindrom Brugada adalah strategi untuk mencegah kejadian henti jantung mendadak. Implantable Cardioverter-Defibrillator (ICD) merupakan penanganan yang terbukti berhasil mencapai tujuan tersebut. Edukasi faktor risiko dan modifikasi gaya hidup pasien juga memiliki peran penting dalam mencegah terjadinya serangan aritmia.[10,18]
Medikamentosa
Pemberian obat-obatan untuk pasien sindrom Brugada harus sangat hati-hati. Obat antiaritmia amiodarone dan golongan beta bloker tidak efektif untuk mencegah kejadian aritmia pada pasien sindrom Brugada. Sedangkan obat antiaritmia kelas 1A (procainamide) dan kelas 1C (propafenone atau flecainide) dapat mencetus aritmia pada pasien sindrom Brugada.[10,18]
Obat yang dapat diberikan untuk penderita sindrom Brugada adalah quinidine atau isoprotenol.
Quinidine
Quinidine merupakan obat yang menghambat arus keluar potasium (Ito), dapat diberikan pada pasien sindrom Brugada yang mengalami serangan aritmia seperti ventrikel takikardi atau ventrikel fibrilasi refrakter. Quinidine juga dapat diberikan pada pasien yang memenuhi kualifikasi untuk pemasangan ICD, tetapi saat ini menolak atau memiliki kontraindikasi tindakan. Quinidine juga dapat dipertimbangkan untuk pasien yang dengan aritmia supraventrikular. [1,4,6]
Efektifitas quinidine sebagai alternatif pemasangan ICD pada pasien sindrom Brugada risiko tinggi masih kontroversial. Penelitian yang dilakukan oleh Belhassen et al melaporkan quinidine efektif 90% mencegah fibrilasi ventrikel yang terinduksi, meskipun telah mendapatkan protokol ekstra stimulasi yang agresif pada studi elektrofisiologi.[1,6,10]
Penelitian lainnya melaporkan quinidine tidak sepenuhnya dapat mencegah kejadian aritmia pada pasien sindrom Brugada. Penelitian ini didukung argumentasi mekanisme kerja Quinidine yang bekerja menghambat arus potasium keluar (Ito), sementara patofisiologi sindrom Brugada dapat melibatkan defek pada arus natrium atau kalsium.[1,6,10]
Isoproterenol
isoproterenol merupakan obat yang meningkatkan arus kalsium tipe-L sehingga dapat bermanfaat untuk sindrom Brugada. Isoproterenol dapat digunakan pada kegawatdaruratan serangan aritmia berulang akibat sindrom Brugada. Kombinasi isoproterenol dan quinidine dapat membuat normal elevasi segmen ST, dan meredakan serangan aritmia. Pemberian isoproterenol merupakan indikasi kelas IIa pada pasien sindrom Brugada yang datang dengan serangan aritmia atau electrical storm.[1,4,9,10]
Implantable Cardioverter-Defibrillator (ICD)
Pemasangan Implantable Cardioverter-Defibrillator (ICD) merupakan terapi yang paling direkomendasikan pada pasien sindrom Brugada dengan risiko tinggi mengalami aritmia. ICD akan memantau detak jantung pasien, dan saat terdeteksi terjadi ventrikel takikardi atau ventrikel fibrilasi maka ICD mengirimkan impuls terkontrol disebut overdrive pacing. Apabila tidak berhasil, ICD akan melakukan shock atau kejutan jantung untuk memulihkan ritme menjadi normal. Perangkat ICD lebih baru juga dapat bekerja seperti alat pacu jantung jika bradikardi terjadi.[1,4,10]
Rekomendasi European Society of Cardiology (ESC) kelas I tahun 2015 untuk tata laksana aritmia ventrikel pada pasien sindrom Brugada adalah harus pemasangan ICD pada kondisi sebagai berikut:
- Pernah mengalami henti jantung mendadak
- Pernah terdokumentasi mengalami sustained ventricular tachycardia[1,4,10]
Selain itu, rekomendasi ESC Kelas IIa mempertimbangan pemasangan ICD pada pasien sindrom Brugada dengan kondisi berikut:
- EKG morfologi Brugada tipe 1 spontan dan memiliki riwayat sinkop
- Riwayat mengalami ventrikel fibrilasi saat dilakukan studi elektrofisiologi, yaitu programmed ventricular stimulation (PVS) pada dua atau tiga ekstra stimulus pada 2 daerah[1,4,9,10]
Pemasangan implantasi ICD dilakukan setelah evaluasi risiko dan manfaat yang akan dialami pasien. Komplikasi yang dapat dialami akibat pemasangan ICD adalah inappropriate shocks, malfunction lead, lead fracture, dan infeksi.[1,10]
Gambar 3. Implantable Cardioverter Defibrilator
Kateter Ablasi
Kateter ablasi pada daerah anterior right ventricular outflow tract (RVOT) merupakan terapi invasif yang diharapkan dapat mencegah serangan aritmia pada penderita sindrom Brugada dengan riwayat serangan aritmia berulang. Tindakan ini direkomendasikan untuk pasien yang mendapat shocks berulang dari alat ICD yang sudah berfungsi dengan baik. Ablasi pada epikardium anterior RVOT dapat mengembalikan elevasi segmen ST kembali menjadi normal dan mencegah serangan aritmia, dengan cara mengeliminasi daerah kaya akan arus kalium (Ito) pada RVOT.
Pedoman tata laksana aritmia ventrikular dan pencegahan henti jantung mendadak dari American Heart Association (AHA) pada tahun 2017 merekomendasikan terapi kateter ablasi pada pasien sindrom Brugada yang mengalami shocks ICD berulang akibat VT polimorfik. Dan pada pasien sindrom Brugada dengan EKG morfologi tipe-1 spontan simptomatik yang menolak ICD atau memiliki kontraindikasi pemasangan ICD.[1,4,16]