Diagnosis Sindrom Koroner Akut
Pada diagnosis sindrom koroner akut (SKA), diagnosis kerja untuk membedakan ST-elevation myocardial infarction (STEMI), non ST-elevation myocardial infarction (NSTEMI), ataupun unstable angina (UA) harus ditegakkan sebelum ada hasil cardiac marker.
Pada setting emergensi, sebaiknya diagnosis banding lain yang sifatnya mengancam nyawa, seperti diseksi aorta, emboli paru, dan ruptur esofagus sebaiknya sudah dapat disingkirkan. Diagnosis ini dapat disingkirkan dari klinis dan pemeriksaan EKG pada saat kedatangan pasien di unit gawat darurat.[71]
Diagnosis sindrom koroner akut (SKA) di fasilitas pelayanan primer lazim ditegakkan dengan pemeriksaan resting EKG 12 lead segera saat pasien datang ke rumah sakit, maksimal 10 menit, dan pemeriksaan cardiac marker. Gold standard diagnosis pada SKA yang juga dapat dengan jelas memvisualisasikan gangguan pada arteri koroner adalah pemeriksaan angiografi koroner.[1,2,16]
Anamnesis
Keluhan klasik pada SKA adalah adanya nyeri dada retrosternal yang dapat digambarkan pasien sebagai nyeri seperti ditekan yang menjalar ke rahang atau lengan kiri.[1,2]
Pasien juga dapat melaporkan keluhan nonklasik seperti sensasi sulit bernapas, pusing/ merasa ringan seperti mau terjatuh atau lightheadedness, mual, nyeri ulu hati, keringat dingin atau diaphoresis, atau lemas. Gejala nonklasik ini juga lebih sering dialami oleh pasien berjenis kelamin wanita, pasien dengan komorbid diabetes mellitus, atau pasien lanjut usia.[1,2]
Riwayat penyakit komorbiditas yang paling umum menyertai SKA diantaranya adalah diabetes mellitus, hipertensi, dislipidemia, hiperurisemia, penyakit ginjal kronik, penyakit paru obstruktif kronik, penyakit serebrovaskuler, penyakit arteri perifer, serta gangguan psikiatri seperti anxietas dan depresi.[37-41]
Selain itu, pasien juga perlu ditanyakan mengenai kondisi klinis tertentu yang menjadi kontraindikasi pemberian trombolitik, seperti riwayat stroke hemoragik, stroke iskemik 3 bulan terakhir, perdarahan aktif, dan riwayat operasi serta cedera kepala leher dalam 3 bulan terakhir.[72]
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada SKA yang khas biasanya berhubungan dengan tanda iskemik, seperti adanya pucat, diaforesis, takipnea, hipertensi/hipotensi, peningkatan jugular venous pressure (JVP), bunyi jantung S3 atau S4, ronki basah halus pada basal paru, serta perabaan extremitas yang seringkali lebih dingin. Akan tetapi, perlu diperhatikan bahwa temuan klinis ini tidak selalu ditemukan pada pasien SKA.
Kondisi Umum
Pada kondisi umum, pasien seringkali tampak dispnea, malaise, pucat, dan tidak tenang. Selain itu, seringkali ditemukan gambaran diaforesis atau berkeringat dingin.[1,2]
Tanda Vital
Pada pemeriksaan tanda vital, laju pernapasan, nadi, dan tekanan darah dapat ditemukan normal, meningkat, atau menurun. Pada kondisi distress berat, takipnea, takikardi, dan hipertensi dapat terjadi karena rangsangan simpatomimetik dari hormon adrenalin.[1,2,11,12]
Sementara pada keadaan dimana sudah terjadi kegagalan fungsi pompa jantung atau pump failure dapat terjadi penurunan tekanan darah/ hipotensi, seperti syok kardiogenik, yang dapat disertai atau tanpa disertai penurunan frekuensi nadi. Selain itu, perbedaan sistol dan diastol atau pulse pressure juga dapat ditemukan normal atau menyempit. Bila menyempit atau <25% dari tekanan sistolik, maka dapat dikatakan sudah terjadi pump failure.[1,2,11,12,70]
Adanya bradikardi dan/atau hipotensi juga dapat ditemukan pada pasien dengan infark inferior. Pada keadaan ini, arteri koronaria dekstra yang memberikan suplai ke nodus sinoatrial mengalami gangguan perfusi, sehingga terjadi bradikardi.[73]
Saturasi Oksigen
Pemeriksaan saturasi oksigen diperiksa dengan pulse oximeter pada pasien SKA dapat menunjukkan angka <95% atau normal. Kurangnya perfusi akibat SKA dapat menyebabkan hipoksia jaringan. Akan tetapi, hal ini tidak selalu terjadi pada semua pasien dengan SKA. Pemeriksaan saturasi oksigen ini menjadi patokan pemberian terapi oksigen pada pasien SKA.[13]
Pemeriksaan Leher
Pemeriksaan pada bagian leher dapat memperlihatkan kenaikan jugular venous pressure (JVP) bila terjadi kegagalan fungsi ventrikel kanan akibat infark miokardium. Kenaikan JVP diatas nilai normal, yaitu 6-8 cm H2O menandakan adanya gangguan pompa miokardium di ventrikel kanan dan dikaitkan dengan peningkatan risiko mortalitas.[14,42]
Pemeriksaan Jantung
Pada pemeriksaan auskultasi jantung dapat ditemukan S3 gallop maupun murmur. Gallop terjadi karena pada saat rapid ventricular filling, dimana pada saat ini terjadi disfungsi sistolik ventrikel kiri, sedangkan murmur terjadi karena regurgitasi katup. Pada perkusi jantung dapat ditemukan melebarnya batas jantung yang menandakan kardiomegali sebagai manifestasi faktor risiko SKA, seperti hipertensi lama.[1,2]
Walaupun demikian, pemeriksaan fisik jantung dapat pula dalam batas normal meskipun pemeriksaan penunjang mengkonfirmasi kecurigaan SKA. Pada palpasi nadi, perbedaan kekuatan perabaan nadi perifer dapat mengindikasikan terjadinya diseksi aorta sebagai salah satu diagnosis banding SKA.[1,2]
Pemeriksaan Paru
Pada pemeriksaan paru, inspeksi dapat menunjukkan retraksi interkostal dan subkostal, serta otot-otot aksesorius seperti otot sternocleidomastoideus, sebagai tanda distress pernapasan pada pasien yang memiliki keluhan SKA nonklasik, yaitu ‘sulit bernapas’.
Pada auskultasi paru dapat ditemukan suara ronki basah halus yang letaknya terutama pada basal paru bila terjadi infark miokardium yang menyebabkan kegagalan fungsi ventrikel kiri.[43]
Pemeriksaan Ekstremitas
Pada pemeriksaan fisik di extremitas perlu dilakukan identifikasi adanya hipoperfusi akibat pump failure yang mungkin ditemukan pada SKA. Tanda hipoperfusi antara lain seperti capillary refill time (CRT)>2 detik dan dingin pada palpasi.[69]
Pemeriksaan Status Neurologis
Pemeriksaan status neurologis pada pasien dengan SKA dilakukan untuk melihat adanya lesi fokal dan gangguan kognitif yang mungkin dapat menjadi salah satu tanda kontraindikasi pemberian trombolitik.[71]
Diagnosis Banding
Diagnosis banding pada SKA meliputi perikarditis akut, miokarditis akut, stenosis aorta, emboli paru, esophagitis, gastroenteritis, pankreatitis akut, diseksi aorta, pleuritis serta gangguan cemas.[1,2,15]
Pada pasien yang datang ke IGD dengan keluhan utama nyeri dada, diagnosis akhir SKA tercatat sebanyak 31%. Selanjutnya, pasien dengan keluhan utama nyeri dada memiliki diagnosis akhir gastroesophageal reflux disease atau GERD (30%), costochondritis (28%), pneumonia dan pleuritis (2%), emboli paru (2%), diseksi aorta (1%), serta herpes zoster (0,5%).[1,47]
Emboli Paru Akut
Emboli paru akut seringkali sulit dibedakan dengan penyebab nyeri dada akut pada sindroma koroner akut (SKA) karena gejala penyertanya yang hampir sama, yaitu dyspnea, takikardia, desaturasi progresif, syncope atau presyncope, bunyi S3 pada auskultasi jantung, dan tanda gagal jantung kanan yang merupakan salah satu komplikasi SKA, seperti distensi vena jugularis.[1,2,69]
Akan tetapi, pada emboli paru seringkali ditemukan adanya nyeri saat inspirasi, hemoptisis dan tanda EKG yang khas, yaitu SIQIIITIII, P pulmonale, deviasi aksis ke kanan dan right bundle branch block (RBBB). Gambaran EKG SIQIIITIII adalah gelombang S yang prominen di lead I, gelombang Q pada lead III, dan T terbalik pada lead III.[69]
Selain itu, pada emboli paru yang terjadi akibat deep vein thrombosis (DVT) juga sering ditemukan edema tungkai unilateral, eritema, dan hangat pada palpasi. Skor Wells dapat digunakan untuk membantu diagnosis emboli paru.[1,2]
Gagal Jantung Akut
Pada gagal jantung akut, pasien juga seringkali datang dengan sesak seperti pada SKA dan dapat terjadi bersamaan dengan serangan SKA. Sesak pada gagal jantung akut biasanya dipengaruhi aktivitas. Keadaan ini dapat terjadi akut saat pasien baru datang ke IGD, atau perburukan dari gagal jantung kronik yang ada sebelumnya.
Pada keadaan akut, dapat ditemukan gejala edema paru dan syok kardiogenik. Sedangkan apabila didasari dengan gagal jantung kronis, biasanya sudah ada tanda kongesti dan retensi cairan, seperti edema perifer, sesak saat beraktifitas, atau orthopnea yang sudah terjadi beberapa hari sampai minggu sebelum pasien datang ke rumah sakit. Pada keadaan ini pula, pasien biasanya datang dengan penurunan cardiac output dan fraksi ejeksi <40%.[74]
Diseksi Aorta
Pada diseksi aorta, juga ditemukan nyeri dada, hipotensi, dan murmur seperti pada SKA. Pasien juga seringkali memiliki gejala syncope akibat hipovolemia yang terjadi. Akan tetapi, nyeri dada khas pada diseksi aorta seringkali mendadak dan hebat, seperti tersobek, dan menjalar ke punggung atau abdomen.
Gejala khas lain adalah pulse deficit atau perbedaan denyut jantung dan nadi perifer karena jantung kontraksi tapi tidak tersalurkan ke perifer. Selain itu dapat ditemukan juga parestesi dan perbedaan tekanan darah pada kedua lengan. Pasien juga seringkali memiliki riwayat penyakit jaringan penyambung seperti sindrom Marfan.[56,69]
Perikarditis Akut
Perikarditis akut memiliki keluhan utama yang mirip dengan sindrom koroner akut (SKA) yakni berupa nyeri dada. Akan tetapi, nyeri yang dirasakan adalah pleuritic chest pain yang tajam, disertai dengan perburukan nyeri saat inspirasi dalam dan posisi berbaring. Selain itu, pada pemeriksaan fisik seringkali ditemukan demam dan pericardial friction rub.[69]
Pemeriksaan EKG pada perikarditis memunculkan elevasi segmen ST atau depresi segmen PR yang luas dengan atau tanpa tanda efusi perikardium, sementara pada SKA tipe STEMI, elevasi segmen ST ditemukan di beberapa lead saja.[52]
Miokarditis Akut
Nyeri dada dan sesak pada miokarditis akut dapat menyerupai SKA. Akan tetapi, miokarditis dapat terjadi pada semua usia dan seringkali disebabkan oleh infeksi virus dan disertai gejala gagal jantung dan sistemik, seperti demam. Demam juga dapat muncul pada 1 sampai 2 minggu sebelum keluhan nyeri dada muncul sebagai gejala prodromal. Gejala prodromal lain yang dapat muncul adanya gejala flu-like symptoms dan gejala gastrointestinal.[53,69,75]
Pleuritis
Pleuritis memiliki keluhan utama mirip dengan perikarditis akut, yakni berupa nyeri dada tajam yang terlokalisir dan diperberat dengan gerakan tubuh, seperti batuk, bersin, inspirasi dalam.
Pada pemeriksaan auskultasi, dapat terdengar pleural friction rub maupun penurunan suara napas. Pleuritis seringkali merupakan suatu gejala dari underlying cause patologi pada paru.[59]
Stenosis Aorta
Nyeri dada yang terjadi pada stenosis aorta biasanya lebih seperti perasaan tightness yang meningkat dengan aktivitas fisik. Hal ini karena miokardium harus bekerja lebih berat untuk memompa darah lewat aorta, tapi suplai darah yang didapat berkurang seiring dengan bertambah beratnya stenosis.
Perbedaan nyeri dada akibat SKA murni dengan stenosis aorta adalah didapatinya murmur ejeksi midsistolik di intercostal space (ICS)-2 yang menjalar ke daerah leher kanan.[54]
Pankreatitis Akut
Nyeri pada pankreatitis akut hampir mirip dengan nyeri SKA, yaitu di ulu hati. Akan tetapi, nyeri yang dirasakan lebih sering berupa nyeri yang mendadak kemudian intensitasnya meningkat progresif, tajam dan dapat disertai mual atau anoreksia. Nyeri juga dapat radiasi ke punggung serta membaik saat duduk dan membungkuk ke depan.
Pankreatitis akut seringkali ditemukan pada mereka yang mengalami alcohol abuse dan kolelitiasis. Pemeriksaan nyeri tekan pada abdomen positif dan dapat terdapat grey turner sign atau cullen sign bila terdapat perdarahan. Selain itu, pemeriksaan lipase atau amilase darah meningkat hingga tiga kali lipat kadar normal.[55]
Gastroesophageal Reflux Disease (GERD)
Gastroesophageal reflux disease (GERD) memiliki keluhan utama berupa nyeri retrosternal seperti SKA. Akan tetapi, karakteristik nyeri pada GERD seringkali digambarkan seperti ‘rasa terbakar’ atau heartburn. Nyeri tersebut dapat menjalar ke daerah leher dan terutama terjadi setelah makan atau saat berbaring.[48]
Esofagitis
Esofagitis memiliki keluhan nyeri epigastrium maupun retrosternal seperti pada beberapa kasus SKA. Akan tetapi, nyeri pada esofagitis seringkali berat, seperti terbakar atau heartburn. Pasien biasanya juga mengalami odinofagia dan disfagia. Gejala penyerta lain yang juga dapat ditemukan adalah nyeri dan batuk kronik. Esofagitis sering akibat komplikasi GERD yang telah melukai lapisan mukosa esophagus, obat-obatan seperti aspirin, infeksi dan efek samping radioterapi.[49]
Costochondritis Akut
Costochondritis merupakan reaksi inflamasi yang terjadi pada kartilago kosta, sehingga nyeri yang dirasakan pasien dapat berlokasi di dekat sternum. Kondisi ini dapat terjadi dengan didahului riwayat trauma atau tidak sebelumnya.
Perbedaan dengan nyeri dada akibat sindrom koroner akut (SKA) adalah sifat nyeri yang tajam dan diperberat dengan pergerakan tubuh dan inspirasi saat bernapas. Costochondritis seringkali menjadi diagnosis terakhir ketika seluruh diagnosis banding nyeri dada yang lebih mengancam nyawa telah disingkirkan dari hasil pemeriksaan.[57]
Precordial Catch Syndrome
Precordial catch syndrome (PCS) memiliki gejala nyeri dada yang mirip dengan SKA. Nyeri yang dirasakan juga biasanya tiba-tiba, terlokalisir, biasanya terjadi saat istirahat dan memberat dengan inspirasi dalam. Akan tetapi, durasi nyeri biasanya 30 detik sampai 3 menit dan terjadi pada anak-anak sampai dewasa muda. Nyeri PCS adalah nyeri non-kardiak dan tidak mengancam nyawa.[76]
Gangguan Cemas dan Gangguan Panik
Nyeri dada sering muncul sebagai gejala somatis dari gangguan cemas dan gangguan panik. Nyeri yang dikeluhkan pasien pada keadaan ini dapat menyerupai SKA. Akan tetapi, nyeri ini bersifat non kardiak dan biasanya EKG maupun cardiac marker didapatkan hasil normal.[58]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang utama pada pasien SKA adalah resting EKG 12 lead yang harus dilakukan dalam 10 menit kedatangan. Gold standard diagnosis SKA pemeriksaan EKG 12 lead serial, cardiac marker, dan angiografi koroner pada kondisi tertentu.
Elektrokardiografi (EKG)
Pemeriksaan elektrokardiografi (EKG) 12 lead harus dilakukan dalam 10 menit pasien datang ke instalasi gawat darurat (IGD). Pemeriksaan EKG dapat diulang pada keadaan dimana terjadi nyeri dada ulang atau perburukan klinis. Bila EKG awal normal, tapi gejala khas, mungkin terjadi okulasi di arteri sirkumfleksa kiri sehingga terjadi iskemia tapi di dinding posterior. Pada keadaan ini, sebaiknya dilakukan pemeriksaan EKG posterior.[69]
Pada SKA, dapat terjadi perubahan gelombang EKG berupa elevasi segmen ST (STEMI), depresi segmen ST, munculnya gelombang Q patologis, T inversi, atau left bundle branch block (LBBB) baru. Adanya STEMI maupun depresi segmen ST dilihat dari J-point pada minimal 2 lead yang bersebelahan. Pada keadaan ini, EKG serial dapat dilakukan per 8 jam dalam 1 hari, kemudian per hari sesuai klinis.[96,78]
Elektrokardiografi (EKG) dapat membantu membedakan apakah pasien mengalami STEMI, NSTEMI, atau angina tidak stabil (unstable angina). Pemeriksaan EKG-stress test juga dapat dilakukan bila nyeri dada yang dirasakan pasien hilang timbul dan tidak terdapat abnormalitas pada resting EKG.[1,2]
Tabel 1. Perbedaan EKG dan Cardiac Marker pada UA, NSTEMI, dan STEMI
Unstable Angina (UA) | Non-ST Elevation Myocardial Infarction (NSTEMI) | ST Elevation Myocardial Infarction (NSTEMI) |
● Inversi gelombang T atau ● Depresi segmen ST atau ● Gelombang Q yang menetap ● atau ● Non diagnostik (LBBB/ RBBB/ aritmia lain) atau ● Normal | ● Inversi gelombang T atau ● Depresi segmen ST atau ● Gelombang Q yang menetap ● atau ● Non diagnostik (LBBB/RBBB/aritmia lain) atau ● Normal | Elevasi segmen ST |
Troponin dan CKMB | ||
Tidak terdapat peningkatan troponin dan CKMB
| Terdapat peningkatan troponin dan CKMB
| Terdapat peningkatan troponin dan CKMB
|
Sumber: PERKI, 2018.[17]
Cardiac Marker
Pemeriksaan cardiac marker seperti troponin dan rasio CKMB terhadap total CK dapat melihat adanya tanda nekrosis jaringan miokardium, sehingga membantu membedakan antara NSTEMI dan UA. Pada kedua keadaan ini, dapat ditemukan manifestasi EKG yang sama, seperti T invesi, depresi segmen ST, maupun gelombang yang relatif normal.[17]
Pemeriksaan high sensitivity troponin (hs-troponin) lebih superior dibanding pemeriksaan troponin I dan T, karena dapat mengidentifikasi troponin pada kadar yang lebih rendah, sehingga diagnosis dapat ditegakkan lebih awal. Selain itu, Akan tetapi, troponin I dan T lebih sensitif dibanding CK-MB.[17]
Akan tetapi, pemeriksaan hs-troponin di Indonesia masih belum banyak dilakukan, hal ini karena kurangnya ketersediaan sumber daya dan kurang cost effective. Pemeriksaan hs troponin juga dapat memberikan hasil positif palsu, terutama pada penyakit ginjal kronis, sehingga kadar >20% dari baseline baru dapat membantu diagnosis SKA pada PGK, terutama tahap akhir.
Maka dari itu, pemeriksaan yang lebih banyak dilakukan adalah troponin I dan T serta CK-MB. Troponin I lebih spesifik daripada troponin T, terutama pada gangguan ginjal. Sedangkan pada keadaan dimana pemeriksaan troponin tidak dimungkinkan, alternatif lain adalah pemeriksaan CK-MB.[17]
High Sensitivity Troponin (Hs-Troponin):
Peningkatan hs-troponin terutama terjadi dalam waktu 1 sampai 3 jam setelah terjadi infark. Kemungkinan adanya NSTEMI pada pasien dapat disingkirkan bila konsentrasi hs-troponin sangat rendah atau tidak terdapat peningkatan konsentrasi hs-troponin yang signifikan dalam 1 jam.[17,71]
Khusus pada pasien yang datang dengan awitan nyeri dada <1 jam, pemeriksaan ulang hs-troponin tidak dilakukan dalam 1 jam berikutnya namun dalam 3 jam berikutnya karena pelepasan troponin ke dalam darah membutuhkan waktu.[17,71]
Troponin I dan T:
Pemeriksaan troponin I dan T dapat menunjukkan hasil yang normal pada saat onset infark, sehingga dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan serial dalam jarak 4 sampai 6 jam.[17,61]
Meskipun tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada troponin T dan troponin I karena sama-sama dihasilkan oleh miokardium, penelitian menyebutkan bahwa troponin I bersifat lebih sensitif terhadap nekrosis miokardium. Sensitivitas pemeriksaan troponin dalam mendiagnosis infark miokardium mencapai 100% ketika dilakukan 6 jam setelah onset gejala pertama kali dirasakan pasien.[61]
Rontgen Toraks
Pemeriksaan rontgen toraks dapat membantu membedakan nyeri dada akut yang dialami disebabkan akibat SKA atau diagnosis banding SKA seperti pneumothoraks, pleuritis, atau diseksi aorta. Selain itu, pemeriksaan ini juga dapat membantu melihat adanya keadaan lain yang overlapping dengan SKA, seperti gagal jantung.[1,2]
Pemeriksaan Darah Lainnya
Pemeriksaan darah yang relevan untuk dilakukan diantaranya adalah hitung darah lengkap, elektrolit, kimia darah seperti kadar gula, kolesterol total, serta asam urat darah.[1,2]
Adanya anemia dapat memperparah infark miokard, sehingga transfusi darah sesuai indikasi pada keadaan ini diperlukan. Fungsi ginjal juga perlu diperiksa, untuk melihat adanya penyakit ginjal yang sudah ada sebelumnya, maupun mengidentifikasi adanya gagal ginjal akut yang dapat menjadi komplikasi SKA. Selain itu, gangguan fungsi ginjal dapat menjadi faktor yang mempengaruhi pemeriksaan cardiac marker.[69,71]
Pemeriksaan enzim pankreas, seperti amilase dan lipase, dan pemeriksaan fungsi hati perlu dilakukan untuk membantu membedakan diagnosis non-kardiak seperti pankreatitis akut maupun kolesistitis akut. Hepar merupakan salah satu organ yang sensitif pada keadaan penurunan cardiac output (CO), karena seperempat dari total CO disalurkan ke hepar. Rasio AST/ALT ≥ 2,0 berhubungan dengan oklusi arteri koroner.[1,2,77]
Angiografi Koroner Invasif/ Kateterisasi Jantung
Pemeriksaan angiografi koroner atau kateterisasi jantung harus dilakukan secepatnya pada pasien STEMI, sedangkan pada NSTEMI dan UA pemeriksaan ini dapat ditunda 24 sampai 48 jam. Pemeriksaan angiografi koroner invasif memvisualisasi obstruksi di arteri koroner, lokasi dan derajat obstruksinya, serta aliran darah koroner.[69]
Revaskularisasi diindikasikan bila pada pemeriksaan angiografi didapatkan stenosis ≥70% yang tidak termasuk sirkulasi koroner sebelah kiri dan ≥50% sirkulasi koroner kiri, yaitu arteri circumflexa sinistra atau arteri desenden anterior kiri (left anterior descending artery).[69,78]
Semakin awal dilakukan angiografi, semakin rendah risiko iskemia rekurens pada miokardium dan semakin pendek durasi rawat inap pasien di rumah sakit. Pasien yang mendapatkan manfaat dari pemeriksaan angiografi terutama adalah mereka yang memiliki skor thrombolysis in myocardial infarction (TIMI) <3 poin. Skor TIMI terutama diperlukan pada NSTEMI dan Unstable Angina.[2,16]
Coronary Computed Tomography Angiography (CCTA)
Pemeriksaan coronary computed tomography angiography (CCTA) bersifat non invasif karena mesin CT scan 64-slice dapat menghasilkan gambar detail dari arteri koroner dalam 10 detik. Teknologi pemeriksaan ini memungkinkan terapi definitif lebih awal dilakukan sebelum oklusi arteri bertambah berat. Pemeriksaan CCTA dapat dilakukan dengan kontras intravena untuk menentukan stent atau graft yang telah terpasang masih terbuka atau telah menutup.[2,16]
Pemeriksaan CCTA saat ini menjadi pemeriksaan alternatif untuk pemeriksaan non invasif pada nyeri dada dibanding dengan pemeriksaan stress test, seperti excercise stress test dengan EKG dan stress echocardiography. Indikasi CCTA terutama untuk mengeksklusi kemungkinan obstruksi pada pemeriksaan stress test yang inkonklusif pada pasien dengan nyeri dada.[69]
Penulisan pertama oleh: dr. Gold SP Tampubolon