Edukasi dan Promosi Kesehatan Defisiensi Glukosa-6-Fosfat-Dehidrogenase (G6PD)
Edukasi dan promosi kesehatan bagi pasien defisiensi enzim glukosa-6-fosfat-dehidrogenase atau yang disingkat defisiensi G6PD adalah pentingnya untuk mengetahui makanan atau obat-obatan yang dapat memicu anemia.
Edukasi Pasien
Edukasi pasien meliputi penjelasan bahwa penyakit ini adalah penyakit yang terjadi akibat adanya kelainan genetik dimana terjadinya defek pada enzim G6PD. Defek pada enzim G6PD menyebabkan sel darah merah rapuh terhadap stres oksidatif sehingga mudah lisis.
Pada kondisi defek yang berat, maka penyakit ini dapat menyebabkan anemia hemolitik. Oleh karena itu, penting untuk menghindari faktor-faktor pemicu stres oksidatif, yakni olahraga yang terlalu berat, kacang fava, kamper, atau obat-obatan.
Pasien dan keluarga juga diedukasi bahwa penyakit ini merupakan penyakit herediter, sehingga anak dari pasien dapat mengalami penyakit yang sama. Sangat penting untuk mengedukasi pasien dan keluarga mengenai red flag ikterus neonatorum.
Pasien dan keluarga juga diberitahu bahwa derajat keparahan dari defisiensi G6PD bervariasi untuk tiap pasien; asimtomatik hingga terjadi anemia yang menyebabkan fatigue, jaundice, urine gelap, hingga pembesaran lien. Pada kasus yang lebih berat, transfusi darah diperlukan.[20]
Upaya Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
Defisiensi G6PD tidak dapat dicegah, namun perlu dideteksi sedini mungkin, terutama jika ada anggota keluarga yang diketahui menderita penyakit tersebut.[16]
Pada bayi baru lahir, pemeriksaan bilirubin dan tes diagnostik defisiensi G6PD (tes Beutler/pemeriksaan spektrofotometri/pemeriksaan sitokimia) sebaiknya dilakukan jika bayi mengalami ikterus dalam 24 jam pertama setelah lahir, riwayat ikterus pada saudara, dan/atau riwayat defisiensi G6PD dalam keluarga.[1,4,17,18]
Jika ingin menggunakan obat yang berpotensi menyebabkan hemolisis pada orang yang terkonfirmasi atau dicurigai menderita defisiensi G6PD, dokter sebaiknya melakukan skrining untuk defisiensi G6PD menggunakan rapid test jika memungkinkan.[4]
Terdapat contoh obat yang diketahui dapat memicu stres oksidatif, seperti:
- Antibiotik oral seperti dapson, asam nalidiksat atau nitrofurantoin, atau topikal seperti krim mafenid
- Antimalaria seperti mefloquine atau primakuin
- Obat sulfa seperti sulfasetamid, sulfametoksazol, sulfanilamid
- Obat lainnya seperti flutamid, metilen biru, phenazopyridine, rasburicase
Pasien juga disarankan untuk memiliki pola hidup sehat agar daya tahan tubuhnya baik sehingga terhindar dari infeksi yang dapat memicu stres oksidatif.[1,2,4]
Direvisi oleh: dr. Gabriela Widjaja