Penatalaksanaan Cedera Tersengat Listrik
Pasien cedera tersengat listrik merupakan pasien trauma, sehingga penatalaksanaan cedera tersengat listrik dimulai dari tata laksana kegawatdaruratan, yang dilakukan sesuai dengan prinsip advanced trauma life support (ATLS). Pada pasien dengan riwayat kehilangan kesadaran, henti jantung, atau henti napas dibutuhkan pemantauan dan tata laksana lebih lanjut, misalnya pemasangan ventilator, maupun terapi suportif lainnya.
Tata Laksana Awal di IGD
Pasien cedera tersengat listrik perlu diperlakukan sebagai pasien trauma. Lakukan penatalaksanaan awal/primary survey sesuai panduan advanced trauma life support (ATLS). Lakukan stabilisasi jalan napas/airway, pernapasan/breathing, dan sirkulasi/circulation.[1,3]
Stabilisasi jalan napas dan pemberian oksigen dapat diberikan untuk pasien hipoksia, luka bakar pada wajah, gangguan kesadaran, dan distres pernapasan. Tindakan intubasi mungkin diperlukan pada pasien dengan luka bakar pada wajah atau leher yang berisiko mengalami edema jalan napas.[1–3]
Pertimbangkan pemasangan cervical support berdasarkan mekanisme trauma dan hasil pemeriksaan neurologis. Primary survey juga perlu menilai kemungkinan terjadinya pneumothorax, peritonitis, atau fraktur pelvis.[1,2]
Pemasangan infus perlu dilakukan pada seluruh pasien cedera tersengat listrik. Lakukan resusitasi cairan pada pasien dengan tanda-tanda hemodinamik tidak stabil, dengan target urine output 0,5 mL/kg/jam, atau 1 mL/kg/jam jika didapatkan mioglobinuria.[1,5]
Pemeriksaan irama jantung dengan elektrokardiogram (EKG) harus dilakukan di awal pada semua pasien cedera tersengat listrik, baik cedera akibat tegangan tinggi, misalnya akibat alat-alat industri, ataupun rendah, yang biasa disebabkan karena alat elektronik rumah tangga.[2,3]
Tata Laksana Lanjutan
Setelah keadaan pasien stabil, kemudian dilakukan tata laksana lanjutan. Namun, pasien dengan gambaran elektrokardiografi (EKG) normal, serta tidak memiliki riwayat kehilangan kesadaran, nyeri dada, cedera pada tulang, atau gangguan pernapasan, mungkin tidak membutuhkan tata laksana lanjutan selain analgesik. Pasien dapat dipulangkan dan diminta kontrol ke dokter umum.[3]
Pasien yang mengalami henti napas atau jantung, kehilangan kesadaran, nyeri dada, hipoksia, aritmia, luka bakar berat maupun hasil EKG yang tidak normal perlu mendapat tata laksana lebih lanjut dan dirawat di rumah sakit.[2]
Terapi medikamentosa pada cedera tersengat listrik dapat dilakukan dengan pemberian anti nyeri. Analgesik opioid kerja cepat, seperti fentanil, dapat diberikan dengan dosis 1 mcg/kg melalui intravena. Pada pasien cedera tersengat listrik karena tegangan tinggi mungkin diperlukan intubasi sehingga lebih mudah mengontrol nyeri.[2,3]
Pada pasien yang memerlukan diuresis tambahan dapat diberikan diuretik osmotik, seperti mannitol, atau loop diuretic, seperti furosemide. Bikarbonat dapat diberikan dengan dosis 1–2 mEq/kg, sebab pada pasien dengan cedera berat mungkin terjadi myoglobinuria dan asidosis.[1,3]
Pasien dengan cedera berat mungkin membutuhkan terapi suportif lain, seperti pemasangan ventilator pada pasien dengan distres pernapasan, atau pemberian obat-obatan vasopresor, seperti epinefrin, pada kondisi syok.[2,3]
Penanganan pada Kondisi Khusus
Penanganan cedera tersengat listrik pada ibu hamil dan anak-anak membutuhkan perhatian khusus. Pada ibu hamil dapat terjadi fetal distress, sehingga dibutuhkan pemeriksaan ultrasonografi (USG). Pada anak-anak dan remaja mungkin dibutuhkan fasciotomi dan skin graft untuk mengatasi luka bakar.
Ibu Hamil/Kehamilan
Berdasarkan laporan kasus, cedera tersengat listrik dapat menyebabkan aritmia janin, fetal ischemic brain injury dan kematian janin. Studi Awwad et al., menyampaikan adanya tanda-tanda fetal distress setelah ibu hamil 28 minggu mengalami cedera tersengat listrik.[3,12]
Ibu hamil yang mengalami cedera tersengat listrik perlu diperiksa head to toe, untuk menyingkirkan kemungkinan cedera lain, dan dilakukan konsultasi ke spesialis obstetri dan ginekologi. Pada ibu hamil dengan usia kehamilan lebih dari 20 minggu perlu dilakukan monitoring janin setelah tersengat listrik. Ultrasonografi (USG) dapat dilakukan apabila selama kehamilan belum pernah dilakukan USG. Follow-up pemeriksaan USG perlu dilakukan 2 minggu setelahnya.[2,3,12]
Anak
Meskipun pada anak seringkali terpapar tegangan rendah di rumah, mereka memiliki kecenderungan morbiditas yang tinggi karena kulit yang lebih tipis, area tubuh yang lebih kecil, dan resistansi energi listrik yang lebih rendah.[2,3]
Anak usia dibawah 5 tahun lebih sering bermanifestasi dengan orofacial burns. Sekitar 24% mengalami perdarahan pada arteri labia dan kerusakan gigi. Cedera akibat tegangan tinggi dapat ditemukan pada anak usia remaja. Hal ini dapat menyebabkan trauma pada ekstremitas atas sehingga membutuhkan fasciotomi atau skin graft.[2,3]
Follow Up
Pasien cedera tersengat listrik tegangan rendah yang tidak ada riwayat kehilangan kesadaran, serta tidak ada gejala lain, dan EKG normal dapat dipulangkan dari unit gawat darurat (UGD). Pasien dengan gejala ringan atau luka bakar minor bisa dipantau selama beberapa jam kemudian dipulangkan bila tidak ada myoglobinuria.[1]
Pada sengatan listrik tegangan rendah tidak perlu dilakukan pemantauan pada jantung, apabila tidak didapatkan aritmia, tidak ada riwayat kehilangan kesadaran, dan tidak mengalami nyeri dada. Cedera tersengat listrik akibat tegangan tinggi mungkin membutuhkan pemantauan EKG. Pemantauan EKG dilakukan dalam kurun waktu 6 hingga 24 jam.[3,11]
Pasien perlu diberitahu tentang kemungkinan adanya efek jangka panjang dari cedera tersengat listrik seperti gangguan neurologis atau penglihatan dan dilakukan pemeriksaan follow up sesuai kebutuhan. Jika terbentuk eschar akibat luka bakar mungkin diperlukan konsultasi dengan spesialis bedah plastik.[1,2]