Patofisiologi Cedera Petir
Patofisiologi cedera petir atau lightning injuries tergantung dari tegangan dan arus listrik. Tegangan listrik yang berasal dari medan listrik dengan kekuatan yang tinggi dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan tubuh manusia. Kekuatan dari energi listrik yang tinggi dapat menyebabkan pecahnya membran sel melalui proses elektroporasi. Elektroporasi merupakan suatu proses membesarnya ukuran pori-pori dari membran sel yang menyebabkan terjadinya peningkatan permeabilitas membran sel oleh karena adanya kejutan listrik.[1-5]
Karakteristik Arus Petir Versus Listrik Industri
Arus listrik industri biasanya memiliki tegangan yang rendah, arus listrik bolak balik (alternating current – AC), dan arus listrik searah (direct current – DC). Berbeda dengan arus listrik industri, petir memiliki arus yang tidak terarah dan memiliki impuls yang besar dalam jutaan volt. Petir merupakan proses pelepasan listrik yang terjadi dari awan ke awan, serta dari awan ke bumi. Petir menghasilkan arus listrik yang besar serta tegangan listrik yang sangat tinggi yang tidak dapat ditahan oleh makhluk hidup serta dapat menghasilkan cedera dan kematian yang signifikan.[2,4]
Besaran energi yang timbul dari petir maupun listrik industri, berbanding lurus dengan arus listrik tidak terarah, besaran resistensi, dan waktu. Ketika resistensi meningkat (seperti resistensi yang tinggi pada kulit dalam keadaan basah) dapat menyebabkan arus listrik yang ada pada suatu waktu akan menimbulkan energi listrik. Hal tersebut akan menyebabkan terjadinya luka bakar superficial yang sering tidak disertai dengan luka dalam.[4,5]
Perbedaan yang paling penting antara cedera yang disebabkan oleh arus petir dan arus listrik tegangan tinggi adalah bahwa cedera petir tidak membutuhkan onset yang lama untuk menyebabkan kerusakan pada jaringan tubuh. Pada kasus cedera petir dengan resistensi yang tinggi dan interval waktu yang sangat singkat dapat menyebabkan adanya gangguan elektrostatika maupun mekanis pada kulit yang tersambar petir secara langsung. Luka bakar dan gangguan pada sistem organ juga sering ditemui akibat besaran energi dan impuls yang sangat besar dari petir.[2,4,5]
Dampak Arus Petir pada Tubuh Manusia
Lightning strike menghasilkan arus listrik yang besar dan signifikan dengan beda potensial mencapai ≥ 30.000 V yang ditransmisi secara internal dan terjadi < 10 detik melalui kulit, dengan besar tegangan 5 kv (tegangan minimal yang diasumsikan pada arus petir), dapat menyebabkan kerusakan kulit, yang kemudian menimbulkan flashover secara eksternal dengan kekuatan yang mencapai 4.000 V/cm. Keadaan flashover tersebut dapat mempengaruhi siklus jantung sehingga menimbulkan aritmia jantung yang berkepanjangan, henti jantung, henti napas, dan perubahan pada morfologi kulit (keraunografik).[1,4-6]
Beberapa bukti eksperimental menunjukkan bahwa sebagian besar arus listrik yang berasal dari petir dapat memasuki kranium, mata, telinga, dan hidung, sehingga pada cedera petir dapat ditemui adanya gangguan pada penglihatan dan pendengaran, serta perdarahan intrakranial pada beberapa individu, yang sebagian besar perdarahannya ditemukan pada ganglia basal dan batang otak. Keraunoparalisis juga dapat terjadi akibat spasme vaskular dan defek pada homeostasis sistem saraf simpatis.[1-8]
Arus listrik dari petir juga menimbulkan dampak pada fungsi kardiorespirasi, melalui arus listrik pada cranium yang memungkinkan adanya aliran arus langsung pada batang otak, dan menyebabkan kerusakan pada pusat kendali pernapasan dan detak jantung yaitu medulla oblongata. Darah dan cairan serebrospinal merupakan jalur preferensial yang dapat menghantarkan arus untuk menimbulkan defek dan nekrosis pada jaringan histologi neuron dan miokardium melalui induksi termal.[2,3-5]
Trauma tumpul juga dapat terjadi pada cedera petir akibat adanya kontraksi instan yang berasal dari arus listrik yang besar melalui tubuh atau karena adanya ledakan di udara yang menyebabkan terjadinya gelombang kejut yang tiba-tiba dan kuat. Gelombang kejut tersebut dapat menyebabkan ruptur membran timpani, kontusio organ, pneumothorax, serta kemungkinan multipel trauma yang dapat terjadi pada cervical, ekstremitas, dan perdarahan organ internal.[4,8-10]